Kebenaran

3.5K 137 4
                                    

Farhan melangkahkan kakinya dengan santai, dia baru saja selesai mengisi mata kuliah. Tugasnya sebagai asisten dosen dilakukan seprofesional mungkin. Karena kebetulan hari ini weekend, ia bebas dari rutinitasnya sebagai karyawan .

"Farhan ...."

Suara panggilan terdengar dari arah belakang, Farhan bergegas mengehentikan langkanya dan menoleh ke arah sumber suara. Dia terdiam sejenak menunggu seseorang yang nampak dari kejauhan menghampiri dirinya.

"Gue perlu bicara sama lo, ikut gue ke kantin!" ajak seorang wanita sedikit tegas pada pria itu.

"Ada apa, Cha?"

Tiba-tiba perasaan Farhan sedikit tidak enak. Mengingat yang kini memanggilnya adalah sahabat Amelia.

"Ini sangat serius," ucap Icha dengan tegas.

Entah kenapa Farhan sangat ingin bertanya mengenai Amelia yang sudah beberapa hari ini tidak terlihat berada di kampus. Namun niat itu ia urungkan, mungkin saja Icha akan membahas tentang hal yang berkaitan dengan gadis yang ia khawatirkan.

Setelah mengiyakan akhirnya mereka sepakat pergi ke kantin, Farhan berjalan mengikuti langkah Icha yang begitu tergesa-gesa seolah ingin cepat sampai di tempat. Setelah masuk kantin mereka memilih duduk di bangku paling ujung karena di sana cukup sepi, sebenarnya Farhan menolak tapi Icha memaksanya. Icha tak ingin ada seorang pun yang mendengar semua perbincangan mereka .

"Ada apa, Cha?" Farhan segera bertanya tanpa basa-basi.

"Lo, apain Amelia?" Tanya Icha dengan sangat serius.

Farhan bergeming seketika. Dia tidak menyangka, ternyata terkaan tentang Amelia benar adanya.

"Maksud kamu apa?" Farhan mengernyitkan dahi, merasa aneh dengan pertanyaan yang Icha tuduhkan padanya.

"Gak usah pura-pura gak tahu, Farhan. Lo gak kasian apa sama Amelia? lo laki-laki pengecut yang bisanya mempermainkan perasaan cewek." Icha tersenyum licik ke arah Farhan, kini ia mulai melipat kedua tangannya di dada.

Astagfirullah, Farhan mencoba istighfar dalam hati. Ia menenangkan diri untuk tidak balik menyerang wanita berpenampilan tomboy yang kini menatap dengan penuh amarah.

"Icha, aku jelasin di sini, ya. Aku tidak bisa membalas perasan Amelia, itu bukan kapasitasku."

Icha menggelengkan kepalanya dan mengangkat sebelah sudut bibirnya, ia tersenyum sinis ke arah Farhan.

"Kenapa? Amelia itu cantik, baik, pinter, hanya lelaki tolol yang nolak dia mentah-mentah. Termasuk—"

"Aku udah punya istri, Cha." Farhan memotong pembicaraan Icha dengan sangat tenang .

Icha yang tadi bersikap arogan terdiam tak berkutik, ia menurunkan tangannya secara perlahan. Sikap angkuh dan emosi yang menggebu perlahan berubah menjadi tatapan bingung. Tak ada satu patah katapun yang Icha keluarkan untuk laki-laki yang ada di hadapannya itu.

"Aku sempat bertemu dengannya di toko buku. Aku membawa istriku, tetapi dia salah sangka dan berpikir jika aku sedang bersama adikku. Aku dan Aisyah sempat akan menjelaskan tentang status kami, tapi Amelia sering memotong pembicaraan kami. Malah sempat istriku dia maki karena dianggap sebagai pembohong."

Icha tertunduk lesu karena menahan malu setelah mengetahui kejadian sebenarnya.

"Maaf, Farhan! aku sudah menuduhmu yang tidak-tidak." Suara Icha kini mulai melembut, sepertinya Icha sudah bisa mengontrol kemarahannya.

Farhan hanya tersenyum ke arah Icha, dirinya amat yakin jika semua orang tahu tentang hal ini mereka akan bersikap sama seperti halnya sikap dari gadis yang menemuinya saat ini.

"Farhan, gue serius lagi kali ini," ucap Icha. Ia menyimpan tangannya di atas meja seperti orang yang sedang melakukan intograsi. Farhan hanya mengangguk dan berusaha menyimak kembali cerita Icha.

"Lo harus temui Amelia ... dia seperti orang depresi. Kasian orang tuanya, mereka bingung harus berbuat apa."

"Depresi?" tanya Farhan bingung.

"Heem." Icha menganggukan kepalanya.

Farhan hanya terdiam menatap kosong ke arah lain, dia mengusap-ngusap dagunya seraya berpikir tentang semua cerita Icha yang menurutnya tidak masuk akal.

"Lo gak percaya?" Bentak Icha
Farhan hanya diam tidak menjawab apa-apa .

"Makanya lo itu kalo nikah undang-undang semua orang. Jadi, enggak ada orang yang salah paham. Amelia itu suka sama lo dari dulu kali, pas ketemu sama lo di depan mesjid sini." Icha bercerita dengan antusias.

"masa?"

"Yang ngirim coklat ke tas lo, surat, bunga, menurut lo itu siapa kalo bukan temen gue?" Suara Icha mulai mengeras kali ini .

"Astagfirullah hal adzim." Farhan mengacak rambutnya prustasi, bagaimana bisa Amelia bisa sangat terobsesi kepadanya? dia memang tidak satu kelas dengan Amelia, tapi Amelia bisa sampai melakukan hal sejauh itu.

"Lo masuk kuliah sore, kan? pulang kerja, lo pasti suka lihat gue dan Amelia diem di pintu depan, kan ? itu cuman buat nungguin, padahal mata kuliah gue udah selesai dari siang."

Farhan menghela napas berat, pikirannya semakin kalut. Pria itu tidak bisa berkata apa-apa lagi kali ini, hanya satu cara untuk menyelesaikan semua ini yaitu mendatangi rumah Amelia dan meminta maaf pada semuanya. ya, Farhan meyakinkan dirinya bahwa dia harus menemui keluarga Amelia bersama Aisyah.

"Aku akan menyelesaikan semua ini dengan cepat, Cha. Boleh minta alamat Amelia?"

Mata Icha membesar seketika, ia tak percaya jika Farhan akan bertanggung jawab atas hal yang memang bukan kesalahannya. Perasaan Icha kini mulai tenang, ia berharap semoga saja ini akan jadi obat untuk kesembuhan Amelia.

"Oke, nanti gue kirim lewat WA."

"Aku pulang duluan ya, Cha."

"Tunggu dulu, dong!" Saat Farhan beranjak dari tempat duduknya, Icha menahannya dengan segera.

"Apa lagi?" tanya Farhan.

"Lo pikir gak cape apa cerita panjang lebar," ketus Icha

"Terus?"

"Gue pengen makan, lo yang bayarin, ya!"

Farhan hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Lantas ia mengeluarkan dompet dan mengambil uang dengan pecahan lima puluh ribu satu lembar lalu memberikannya pada gadis tomboy itu.

"Lo baik ya, Farhan. thanks, ya," ucap Icha sambil mengambil uang yang Farhan sodorkan .

"Assalamualikum, Cha."

"waalaikumsallam," jawab Icha tanpa menoleh dan hanya memandang selembar uang yang ia dapatkan dari Farhan.

****

Sementara itu di tempat lain, seorang gadis tengah mengalami kekacauan jiwa dan hatinya. Ia merasa Tuhan tak adil. Baginya, Farhan dan Aisyah sudah menjadi pembohong dan menyakiti perasaan yang terpendam selama ini.

Amalia hanya bisa terduduk lemas di bawah kegelapan, meratapi segala perlakuan Farhan dan Aisyah. Sampai sesuatu berbisik padanya, 'Farhan adalah milikmu Amelia, sudah sepantasnya kau rebut pria itu dan hancurkan kebahagiaan Aisyah'.

Namun, sisi lainnya kembali berbisik. 'Tidak Amelia. Kamu itu seorang perempuan, mana mungkin menyakiti perasaan perempuan laiinya.'

Dilema, gamang, bahkan ia tidak tahu harus berbuat apa. Namun, ego mengalahkan segalanya. Sampai wanita itu meyakinkan dirinya.

Semua harus aku balas. Aisyah tak pantas bahagia. Aisyah bukan yang terbaik buat Farhan. Akulah yang terbaik ... hanya aku! Bukan wanita itu.

Bukan Surgaku [END][REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang