Annisa memandang sebuah jendela dari salah satu ruangan ICU di sebuah rumah sakit. Ia menatap lurus, terlihat wanita yang berbaring dengan lemah di bed pasien. Tidak ada pergerakan dari tubuh wanita tersebut, yang ada hanya beberapa selang yang terpasang di tubuhnya. Di dalam cukup sunyi, hanya suara dari pasien monitor yang menunjukan garis-garis bergelombang, sebagai penunjuk kondisi pasien saat ini.
Annisa menghela napas berat, ia memejamkan matanya untuk beberapa detik. Sungguh tak bisa di percaya, waktu dengan Aisyah berlalu begitu cepat. Seandainya saja dia tahu akan ada kecelakaan seperti ini, mungkin dia akan membiarkan Aisyah untuk tetap diam di rumah.
Suara langkah kaki terdengar begitu cepat dari salah satu sudut, dan benar saja, Farhan datang dengan wajah yang terlihat sangat khawatir.
"Annisa, bagaimana keadaan Aisyah, aku mau masuk Annisa." Nada bicara Farhan terdengar begitu cepat. Sementara, Annisa yang terdiam di depan pintu ruangan, memasang wajah sinisnya.
"Aku tidak akan pernah mengizinkanmu masuk," ucap Annisa dengan merentangkan tangannya.
"Apa maksudmu?" Farhan mengerenyitkan dahinya, ia merasa jika Annisa bercanda pada saat yang tidak tepat.
"Ke mana kamu saat aku telepon sampai puluhan kali?"
"Aku bisa jelaskan, tapi aku ingin masuk dulu Annisa."
"Aisyah tanggung jawabku sekarang."
Farhan semakin tidak mengerti dengan pernyataan Annisa kali ini. Napas Farhan mulai tidak teratur, bahunya sedikit naik turun menahan kesal kepada gadis di hadapannya.
"Aku suaminya, aku yang lebih berhak bertanggung jawab."
"Jangan bicara masalah hak di sini." Annisa mengarahkan telunjuknya ke arah wajah Farhan.
"Apa kamu sudah merasa memberikan hakmu kepada kedua istrimu? Apa kamu pernah memikirkan perasaan sahabatku? Apa kamu pernah bertanya apa alasan dia memintamu menikah? Itu hakmu untuk bertanya, lalu kenapa kamu tidak menggunakan hakmu itu Farhan?" Annisa terdengar memberi penekanan kepada kata-katanya, tapi dia tetap mengatur nada bicaranya agar tidak berteriak kepada Farhan.
Farhan hanya bisa menelan ludah, tenggorokannya begitu mengganjal. Dia mengacak rambutnya dengan frustrasi. Langkahnya mulai memutar ke sana kemari.
Tanggannya sedikit menonjong salah satu dinding, Farhan mulai menetaskan air mata yang sudah tak sanggup ia tahan. Pria itu menunjukan kerapuhan dari seorang laki-laki yang berusaha tegar.
Kini badannya kembali menghadap Annisa yang masih belum merubah posisinya.
"Annisa, aku mohon, biarkan aku masuk!"
Annisa hanya diam membisu, matanya menatap lurus kesamping. Ia tak mempedulikan Farhan yang memohon kepadanya.
Pria itu menurunkan tubuhnya perlahan, kini posisinya terduduk di lantai, ia memutuskan untuk besujud di hadapan sahabat istrinya itu. Farhan menepis semua ego untuk bersikukuh masuk ke dalam ruangan itu. Baginya, bersujud di depan Annisa adalah cara terbaik meluluhkan hati Annisa yang begitu keras saat ini.
Farhan mengerti, jika kasih sayang Annisa kepada Aisyah lebih dari seorang sahabat. Melainkan sudah menjadi seorang kakak yang ingin menjaga adiknya.
"Aku mohon." Farhan terisak dalam kata-katanya. Air mata Annisa pun ikut luruh seketika.
Sementara itu, Amelia yang berjalan begitu cepat menuju ruangan Aisyah mulai memperlambat langkahnya. Pandangannya menerobos pada suaminya yang sedang duduk di lantai, seperti sedang memohon. Amelia segera mempercepat langkahnya lagi dan menghampiri suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Surgaku [END][REVISI]
Teen FictionPindah ke aplikasi dreame dengan part yang lebih panjang. Jangan bermimpi untuk memiliki sesuatu yang bukan hakmu, Allah sudah menetapkan takdirmu di dunia ini. Jika kamu memaksakannya itu akan membuatmu terluka. Ingat, apapun yang jadi milikmu wal...