"Saya terima nikah dan kawinnya Ameli Intan Nuraini bin Ahmad Nazarudin dengan mas kawin tersebut di bayar tunai," ucap Farhan dengan satu tarikan nafas.
"Sah?"
"Sah," jawab kedua saksi.
"Alhamdulillah." Semua mengangkat tangan seraya berdoa.
Ijab qabul yang di ucapkan Farhan begitu menggelegar di telinga Aisyah. Annisa masih menggenggam erat tangan Aisyah seperti permintaan sahabatnya itu, ia menatap Aisyah yang mencoba tenang di tengah tangan yang terasa dingin .
"Terima kasih, Annisa," ucap Aisyah dengan setengah berbisik, lalu melepaskan genggamannya. Aisyah terlihat menyapu air mata.
Ya Allah, beri kekuatan dan ketabahan untuk Aisyah. Lantunan doa terucap dalam hati Annisa dengan tulus, ia begitu tidak tega melihat ke adaan Aisyah yang berusaha menyembunyikan lukanya.
Amelia mengecup tangan Farhan, kini statusnya berubah menjadi istri dari Farhan. Raut kebahagiaan tergambar jelas dari wajah cantik Amelia, sementara Farhan hanya berusaha tersenyum ke arah Amelia karena menghargai semua kerabat yang hadir di sana.
Kini keduanya melakukan ritual sungkeman. Di awali Amelia kepada ibu dan ayahnya begitu juga Farhan. Setelah selesai, kini posisi menjadi sungkeman antara menantu dan mertua .
Faehan menyalami ibu mertuanya yang sudah terlihat terisak dengan. Ia membelai kepala Faarhan dengan lembut dan menatap mata Farhan dengan penuh pengharapan.
"Jaga Amelia dengan baik, Ibu mohon. Meskipun ibu tau tidak pernah ada tempat di hati kamu untuk Amelia."
Farhan hanya bisa tersenyum seadanya, ia tidak bisa menjawab apa-apa. Kini dalam pikirannya hanya terbayang keadaan Aisyah, bagaimana hati wanita itu melihat suaminya mengucap janji kepada wanita lain. Bukan sekedar janji pada seorang wanita, namun kepada orang tuanya pula. Itu lah hal yang paling berat lebih dari apapun.
Sesekali Farhan melirik ke arah Aisyah yang tertunduk lesu di tempat duduknya, tapi hatinya sedikit lega karena Annisa masih menemani Aisyah.
Sementara itu Amelia terlihat gugup menghadap orang tua Farhan. Dewi membelai pucuk kepala Amelia dan mengarahkan wajah Amelia untuk bertatapan dengannya. Amelia terlalu takut untuk menatap Dewi yang kini sudah menjadi ibu mertuanya.
"Jadilah istri yang baik , belajarlah pada Asiyah." Ucap nya dengan singkat . Amelia tak berkutik , tubuhnya terasa kaku. Namun ia memilih untuk langsung menyalami Bapak mertuanya.
Aisyah mengajak Annisa untuk keluar mencari udara segar , sebenarnya itu hanya alibi untuk menahan air matanya yang sejak tadi memaksa ingin keluar dari tempatnya . Baru saja beberapa langkah terdengar suara memanggil namanya dari belakang .
"Aisyah ..."
Aisyah langsung membalikan tubuhnya , dan kini tubuhnya di peluk oleh Amelia dengan eratnya , Aisyahpun membalas pelukan itu.
"Terimakasih Aisyah." Ucap Amela yang mempererat pelukannya. Air mata Aisyah jatuh tak tertahankan lagi, dia sudah tak bisa mengelak jika hatinya sangat sakit menerima kenyataan yang harus ia hadapi dengan ikhlas. Ini adalah keputusannya sendiri , Aisyah tak ingin menyesali sesuatu yang sudah keluar dalam lisannya.
Aisyah buru-buru menghapus air matanya karena pelukan Amelia sudah terasa melonggar dan kini sudah terlepas . Keduanya saling bertatap dan beradu senyuman, masih terasa canggung namun semuanya harus mulai dipaksakan .
"Selamat Amelia." Ucap Aisyah dengan memasang wajah bahagianya.
Munafik . Astaghfirullah, ampuni aku ya allah . Kenapa aku jadi seseorang yang bermuka dua seperti ini ,aku berlindung dari tawaku sendiri. Sementara lukaku begitu menganga bak goresan pisau yang begitu dalam. Ucapan itu terlontar dari hati Aisyah, ia merasa menjadi seseorang yang sangat munafik kali ini.
"Makasih Aisyah. Ajari aku untuk menjadi istri yang baik."
Acapan Amelia begitu perih dalam hati Aisyah, luka yang bertubi-tubi harus ia rasakan detik ini juga . Luka itu bertambah ketika Fahri memalingkan wajahnya saat Aisyah berusaha menatap suami yang ia cintai itu.
"Permisi, Ibu perlu bicara dengan Aisyah ." Ibu Fahri memecah keakraban dua wanita ini . Aisyah hanya menggangguk perlahan , sementara Amelia hanya bisa tertunduk kembali .
"Amelia aku tinggal dulu ya."
Aisyah dan mertuanya kini berjalan ke arah pintu keluar. Aisyah hanya mengikuti langkah Ibu mertuanya yang menyusuri halaman rumah Amelia yang cukup megah itu. Mereka akhirnya duduk di salah satu kursi yang berada di tengah taman yang cukup indah, masih di halaman rumah Amelia.
"Aisyah."
"Iya bu."
"Kenapa kamu lakukan ini kepada Fahri?" Tanya Ibu Dewi dengan sangat datar.
Aisyah hanya tertunduk lemas , ia tidak tahu harus memulai jawaban ini dari mana.
" Kamu melukai dia Aisyah. Dia yang sangat mencintaimu, dia rela berkorban segalanya untukmu . Tapi kenapa Aisyah ?"
"Ke-kenapa bagaimana bu?" Tanya Aisyah dengan terbata-bata.
"Padahal ibu berharap kamu melakukan sesuatu agar pernikahan ini batal . Tapi kamu malah mebiarkan semuanya dengan segala kepolosan kamu itu Aisyah." Nada bicara Ibu Dewi mulai meninggi .
Aisyah hanya menutup mata menahan rasa takut yang bergejolak dalam hatinya . Ia benar-benar tidak bisa menemukan jawaban yang pantas untuk Ibu mertuanya itu , Aisyah yakin jika semua orang tidak akan mengerti dengan alasan yang di berikannya.
Ibu Dewi mulai menghadapkan wajahnya pada Aisyah yang duduk tepat di sampingnya. Kini ia berdiri dari tempat duduknya.
"Jangan salahkan Ibu , jika kepercayaan kami kepadamu mulai berkurang sejak detik ini ." Ibu Dewi melangkahkan kakinya dan berlalu meninggalkan Aisyah sendirian .Tubuh Aisyah bergetar hebat, ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya . Annisa yang tidak sengaja menyaksikan kejadian itu segera menghampiri Aisyah dan duduk di samping sahabatnya itu.
"Aisyah ." panggil Annisa dengan perlahan dan mulai mengusap bahu Aisyah.
Aisyah memeluk Annisa dan menumpahkan semua tangisannya detik itu juga, dia seolah tidak ingat dengan semua acara di dalam. Yang dia rasakan hanya kesakitan yang begitu menusuk , kekecewaan pada dirinya sendiri dan rasa bersalah yang begitu besar bercampur menjadi satu.
"Aku hanya ingin menolong." Ucapnya dengan suara serak dan di barengi dengan isakkan yang mendalam.
"Ia Aisyah , aku mengerti. Sabarlah , Allah sedang merindukanmu." Ucap Annisa yang mengusap punggung sahabatnya . Air mata Annisa ikut menetes , seolah ia merasakan kepedihan Aisyah .
Mereka berdua kini hanyut dalam tangisnya masing-masing, berusaha saling menenangkan satu sama lain. Annisa tak bisa berbuat apa-apa , dia hanya bisa menjadi tombak yang kuat untuk pegangan Aisyah . Annisa sudah berjanji kepada kedua orang tua Aisyah untuk menemani Aisyah dalam suka dan duka . Maka kepedihan Aisyah adalah kepedihannya juga , begitupun sebaliknya.
Kini mereka sudah berada di tengah keluarga Fahri dan Amelia . Amelia sudah berkemas dari kemarin untuk bisa lansung ikut dengan suaminya. Ya, tentu saja ia akan tinggal bersama Aisyah juga .
" Ibu , Ayah , Amelia pamit ya." Ucap Amelia, ia memeluk orang tuanya satu persatu.
"Jaga dirimu ya nak." Pesan Ayahnya kepada Amelia .
Orang tua Fahripun ikut berpamitan pada besannya itu.
"Bu Dewi , saya titip Amelia." Ucap Ibu Amelia."Insya Allah bu Ratna." Jawab Ibu Dewi singkat .
Akhirnya mereka semua masuk ke dalam mobil . Fahri , Amelia , Aisyah dan Annisa berada dalam satu mobil . Dan saat ini hanya ada keheningan di dalam mobil tersebut.
Alhamdulillah sudah bisa update , maaf ya jika saya selalu update di malam hari
. semoga kalian makin suka dengan cerita ini.
Terimakasih ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Surgaku [END][REVISI]
Novela JuvenilPindah ke aplikasi dreame dengan part yang lebih panjang. Jangan bermimpi untuk memiliki sesuatu yang bukan hakmu, Allah sudah menetapkan takdirmu di dunia ini. Jika kamu memaksakannya itu akan membuatmu terluka. Ingat, apapun yang jadi milikmu wal...