Sudah menginjak bulannya, tapi bukan debaran kebahagiaan yang Mia rasakan, tetapi kekecewaan. Bukan tanpa alasan, pasalnya Kyungsoo bukannya makin memperhatikan Mia malah lebih memilih untuk terus lembur di pekerjaannya.
Beberapa kali ia meminta Kyungsoo untuk cuti karena Mia khawatir ia melahirkan kala suaminya tak ada di sampingnya. Tapi suaminya itu hanya menyetujuinya di mulut saja, tidak dengan aksinya.
Bukannya Mia yang kesal akan keadaan itu, justru Kyungsoo makin sering mengomelinya karena istrinya itu selalu nekat menunggunya pulang kerja. Padahal Mia seharusnya mementingkan kondisi tubuhnya.
Mia kadang nangis diam-diam, ia sensi kalau Kyungsoo malah tak menghargai apa yang ia lakukan. Walau ia pun paham, Kyungsoo melakukan itu karena ia khawatir.
“Tapi bukankah kalau dia khawatir, seharusnya dia lebih memperhatikanku. Bukan dokumen-dokumennya yang tak penting itu!” rutuknya sambil mengalihkan beberapa channel TV. Lagi dan lagi, ini entah hari ke berapa Mia rela begadang demi menunggu suaminya.
Padahal biasanya dia akan pulang tidak lebih dari pukul 9 atau kalau lebih pun paling hanya sekitaran pukul 10. Tapi sekarang baru pertama kalinya sudah pukul 10 lebih Kyungsoo tak juga pulang.
“Dia tidak melakukan yang aneh-aneh, kan?” tuduh Mia sendiri dan setelahnya mendengar pintu rumah terbuka. Ia mendapati Kyungsoo dengan wajah lelahnya di ambang pintu tengah melepaskan sepatu.
Bukannya menghampiri seperti biasa, Mia justru menatapnya dengan jengkel. Kyungsoo jelas kaget karena istrinya belum tidur, ia mendekat dengan raut khawatir.
“Kenapa kau belum tidur? Aku sudah bilang untuk tidak menungguku, Mia. Aku akan lembur.”
Mia menghentakkan tangan Kyungsoo yang memegangnya, ia sungguh tak bisa menahan amarahnya untuk malam ini.
“Sudah bisa cuti?” tanya Mia to the point. Kyungsoo sempat berjanji akan mengurus cuti secepatnya, tapi sepertinya itu akan ia ingkari.
“Aku lelah, ayo kita istirahat.” Lagi-lagi Mia menepis tangan Kyungsoo dengan mata yang berkaca-kaca. “Mia.”
“Aku butuh kau, Kyungsoo. Tapi apa yang kau lakukan?” tanya Mia serak. “Naik jabatan bukan berarti kau melupakan keluargamu.”
“Aku tidak begitu, Mia.”
Mia mendecak lalu masuk ke dalam kamarnya. Ia menyembunyikan diri di balik selimut lalu menangis. Bayangkan, ia harus bersedih kala kandungannya menginjak 9 bulan. Padahal ia tak pernah meminta yang sulit, hanya Kyungsoo di sampingnya untuk saat ini.
Walau pernah melahirkan, Mia selalu merasa khawatir. Ia takut terjadi sesuatu pada dirinya atau kandungannya, dan Kyungsoo tak ada.
Suaminya menyusul masuk, ia tak banyak bicara dan masuk ke kamar mandi. Seakan tak peduli pada Mia yang menahan isakannya agar tak terlihat cengeng di mata Kyungsoo.
***
Besoknya, Mia bangun terlambat. Tapi ia mendapati Kyungsoo dengan kamejanya tengah menyiapkan sarapan dengan tenang. Benar-benar seakan keduanya tak beradu mulut semalam.
“Biar aku saja.” Mia menyingkirkan tangan Kyungsoo yang sedang menyiapkan susu Gio. Kyungsoo bergeming, masih melanjutkan kegiatannya tanpa peduli pada keberadaan Mia. “Kyungsoo, kau dengar aku?”
“Aku mendengarnya.”
Mia menghembuskan napas jengah, ia segera ke kamar Gio untuk membangunkannya. Mencoba mengontrol diri agar tak meledakkan amarahnya di pagi hari begini.
Setelah membangunkan dan membersihkan Gio, Mia membawanya ke meja makan dan menyuruhnya sarapan. Kyungsoo menyambut kedatangan Gio dengan senyuman, tidak seperti pada Mia yang berwajah datar.
Selesai itu, Kyungsoo beranjak dan mencuci piring. Membiarkan Mia yang masih sarapan dengan gerakan lambat, tak seperti biasanya. Baru setelah semua selesai, ia mengecup kening Mia cepat dan pergi.
“Jangan terlalu capek.”
Hanya itu yang dia katakan.
***
Mia sungguh ingin tahu apakah ada yang suka jika digantung?
Kenapa bisa Kyungsoo melakukan itu padanya? Kenapa tidak mencoba menjelaskan padanya alasan terus lembur, atau sekalian saja mereka bertengkar supaya semuanya jelas. Tidak memberi pengertian agar Mia mengerti keadaannya yang pasti lelah itu.
Mia muak.
Sungguh muak.
“Aku benci padanya.”
Mia berkata begitu sambil menutup pintu kamar Gio setelah selesai menidurkannya. Tapi ia mendapati Kyungsoo sudah berdiri di dekatnya dengan cukup kaget. Mia tak acuh, ia bersiap masuk kamar kalau saja Kyungsoo tak menahannya.
“Kau benci padaku?”
“Kau masih bertanya?” tanya Mia menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Iya, aku benci padamu.”
Kyungsoo langsung memeluk Mia dan membawanya ke dalam kamar, takut Gio akan mendengar apa yang akan mereka bicarakan. Mia berontak sebisanya, tapi Kyungsoo terlalu kuat untuk ia lepas.
“Maaf kalau sebelumnya aku tak bilang padamu …” ujarnya membuka suara di sela-sela tangisan Mia. “ … aku lembur karena banyak sekali pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan.”
“Ada proyek yang harus kami selesaikan bulan ini, dan aku punya tanggung jawab.”
“Dan alasan lainnya …” Kyungsoo melepaskan pelukan Mia dan menghapus air matanya. “ … sebentar lagi kau melahirkan. Ada banyak biaya yang harus aku persiapkan.”
“Kau ingat sendiri, kan? Dulu untuk melahirkan Gio kita harus pinjam uang ke orang tua? Aku tak mau kali ini pun begitu.”
“Jadi aku harus lembur dan menyelesaikan pekerjaannya. Supaya bisa dapat bonus dan mengumpulkan uang untuk keselamatan bayi kita.”
Mia terenyah dengan jawabannya. Walau ia masih kesal, tapi setidaknya selama ini Kyungsoo lembur demi dirinya. Mengingat mereka bukan dari keluarga kalangan atas, memang Mia sendiri pun tak mau ia kembali menyusahkan kedua keluarganya.
‘Apa yang kau pikirkan, Mia?’ batinnya.
“Tapi kan harusnya kau bilang sejak awal Kyungsoo,” sahut Mia sambil memukul dada Kyungsoo. “aku tetap benci padamu.”
“Maaf. Aku hanya tak ingin kau terbebani, Mia. Karena sebentar lagi kau melahirkan.”
Setelah mendengarkan alasan Kyungsoo, sebenarnya tak ada alasan yang membuat Mia marah. Niat suaminya sangatlah baik, walau dengan cara yang salah karena tak menjelaskan semuanya. Walau begitu, Mia bersyukur karena Kyungsoo rela lembur demi dirinya dan Orenji.
“Ini hari terakhirku lembur,” ujar Kyungsoo tersenyum tipis. “proyeknya lancar. Dan aku punya bonus.”
“Ya tuhan …”
Seketika Mia membalas pelukan Kyungsoo dan meminta maaf atas semua tingkah kekanakannya selama ini. Tak lupa berterimakasih pada Tuhan karena memberikan jalan untuk kebaikan keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
D.O's Family
FanfictionKisah keseharian keluarga kecil Do Kyungsoo dan Do Mia. Yang seiring dengan berjalannya waktu, berubah menjadi keluarga besar. 🌻07 Agustus 2017 - 01 November 2018