Bab 3 - Cemburunya Wanita

96.2K 11.2K 278
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...

Allahummasholi ala sayyidina muhammad waala ali sayyidina muhammad.

***

Cemburu itu seperti bara api. Kalau kita tidak bisa memadamkannya, ia akan membakar akal dan pikiran.

~Pangeran Hati~

***

"Masih lama, Pa? tanya Alanza Quianne, gadis 24 tahun itu diajak sang papa mengunjungi pasien VVIP. Ia sempat heran berapa bayaran papanya hingga rela jauh-jauh datang kemari, padahal di kota tidak kekurangan pasien. Awalnya ia ingin bertanya, namun ia urungkan. Itu pertanyaan yang menurutnya melanggar kesopanan, bagaimanapun ia tidak boleh bersikap tidak sopan kepada orang tua satu-satunya.

Tidak mengalihkan fokus, Syarif mengendarai mobil dengan sesekali menoleh kepada anak semata wayangnya yang ngeri melihat jalanan seperti gula kacang. Dulu gadis yang kerap disapa Anza itu intership di desa, tetapi jalan menuju desa tidak serusak di sini. "Kalau dari google map kurang 5 menit lagi."

"Dia sudah share loc?"

"Papa sudah tiga kali kesini. Inshaallah masih ingat. Papa belum pikun. Tidak seperti ka—"

"Lupa itu manusiawi, Pa." Anza membela diri, tidak suka papanya yang menggungkit kejadian dua hari lalu saat ia lupa membawa baju ganti, padahal menginap kampus. Sialnya sudah dibelain pulang mengambil, sampai di kampus kegiatan dibatalkan. Beruntung Anza sudah biasa diberi harapan palsu oleh dosan, jadi ia kebal.

"Awaaas," refleks Anza melihat segerombol kerbau menyebrang tidak jauh dari mobil. "Anza kira papa mau nabrak kerbau," katanya seraya mengusap dada, lega.

"Desanya masih asri. Cocok untuk orang yang ingin menenangkan diri. Warga di sini semua beragama Islam loh."

"Kok bisa gitu ya, Pa?"

"Ada kyai yang menyebarkan agama Islam di sini. Warga di sini ibadahnya juga tekun. Sayang masih ada kepercayaan dinamisme dan animisme. Mereka beragama sebagai syarat bernegara saja."

Hening sesaat.

"Anza, kamu akan terkejut melihat siapa orang yang akan kamu temui."

"Siapa?" Dia jadi penasaran.

"Nanti juga tau."

Bibir Anza manyun. "Hemmm."

Syarif sampai di penginapan pasiennya lima belas menit kemudian, sepuluh menit meleset dari perkiraan internet. Jalanan desa cukup memperlambat perjalanan. Syukur tidak hujan, kalau becek bisa-bisa mobilnya tidak bisa sampai tujuan karena ban mobil bisa mencelep ke tanah.

Bisa dibilang diantara villa yang lain, villa di depan Anza adalah villa paling megah. Pasti pemiliknya mendatangkan arsitek profesional. Kalau begini mengingatkan Anza kalau dulu ia ingin menjadi arsitek, tetapi harus pupus sebab almarhumah mamanya merestuinya kalau masuk kedokteran. Harapan mamanya sudah membuahkan hasil, buktinya Anza lulus dengan IP 3,8 dan sekarang sedang melanjutkan pendidikan spesialis kandungan di salah satu universitas terbaik. Anza sempat mendapatkan tawaran beasiswa dari pemerintah untuk melanjutkan ke Colombia University, tapi ia menolak. Kasihan papanya di rumah sendiri. Padahal semua biaya pendidikan gratis 100% ditambah biaya hidup 20 juta setiap bulan. Banyak yang mengincar beasiswa itu, sebab di Colombia biaya kuliah kedokteran bisa menjapai 700 juta per semester.

"Dokter Syarif sudah datang. Silakan masuk, Dok. Nona sedang di ruang tengah."

"Iya Bu."

Wanita yang menyambut Syarif adalah asisten pasiennya.

Pangeran Hati [Sudah diSerieskan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang