Bab 14 - Bersama Insyra

52.3K 6.9K 301
                                    

Dengan doa aku menemanimu.
Maaf, aku memang pengecut dalam urusan ini. Namun, aku yakin ini yang terbaik untuk kita.

~Pangeran Hati~

***

Sambil berlari, Arsa membaca berita harian online. Dari Arsa, Iqbal tahu ada bayi bernama panjang hampir 20 nama disatukan.

Bukan bapaknya, tapi Arsa ikut mengomel. Katanya tidak ber-faedah, menyusahkan anak saat ujian, mempersulit guru menghapal nama panjang, dan menyusahkan ketika menulis di ijazah. Selama Arsa ngocek Iqbal menjadi pendengar setia, malas menanggapi.

Mulut Arsa terkunci begitu melihat Anza menunggu Iqbal di mulut pintu. Sikap Arsa berubah seratus delapan puluh derajat menjadi terlihat kalem. Kalian tidak tahu betapa Iqbal harus menahan kesabaran semalam karena Arsa terus menanyakan Anza, bahkan lelaki itu berniat hijrah demi menjadi calon imam anak profesor Syarif. Lalu Iqbal mewejanginya, kalau hijrah bukan karena manusia, tetapi karena Allah Maha Pencipta.

"Assalamualaikum." Pengucap salam pertama adalah Arsa.

"Waalaikumsalam," balas Anza.

"Bagaimana keadaan Syanum sekarang?" tanya Iqbal tanpa basi-basi. Matanya menyapu keberadaan Syanum dari mulut pintu. Sepersekian detik kemudian Iqbal ingat kalau punya tanggung jawab mengantar Anza ke ahli urut.

"Eh, kakimu gimana?"

"Baik." Senyum Anza sia-sia. Iqbal tahu dia sedang tidak tulus menciptakan guratan di wajah cantiknya.

"Saya antar sekarang saja."

"Tidak. Insyra sedang tidak bagus mood-nya. Aku takut terjadi apa-apa sama dia." Anza memang baik, sebaik papanya. Kalau dia jadi ibu dari anak-anak, umi akan bangga karena aku pandai memilih wanita shalehah. Puji Iqbal dalam hati.

"Ok kalau gitu." Sembari melangkah masuk, ekor mata Iqbal melirik kepada Anza. Ia menunduk, menarik napas panjang lantas membuangnya. Ada sesuatu yang membuat dadanya sesak, tapi apalah daya Iqbal. Dia hanya bisa diam seolah tidak terjadi apa-apa.

Arsa merasa kehadirannya sia-sia. Padahal dia mau mengantar Anza dengan sangat senang hati. Kalau Iqbal tidak mau jadi sandaran Anza, Arsa mau banget.

Iqbal mempercepat langkah ketika Anza mengekori dengan kaki kiri diseret. Sebenarnya Iqbal merasa kasihan. Kalau saja Anza halal baginya, sudah digendong. Kamu mikir apa sih Bal! Menghayal saja terus. Anza terlalu baik bagiku.

Kata orang 'kamu terlalu berbaik' berarti 'aku gak mau sama kamu'. Iqbal akan mematahkan pendapat itu, selamanya tidak begitu.

"Anza bisa jalan?" tanya Arsa.

"Buktinya bisa. Kamu pikir dari tadi aku ngapain? Guling-guling?" Anza malah sewot membuat Arsa mengerut. Apa salah Arsa, Ya Allah?

"Iqbal." Insyra berlari menuju lelaki yang berjalan di depan Anza.

"Insyra."

Insyra tersenyum. Ini pertama kalinya Iqbal melihatnya tersenyum. Iqbal kaget ketika gadis tersebut menarik tangannya.

"Kemana saja? Aku menunggumu."

"Eh." Iqbal ingin melarangnya menarik tangan. Tidak enak dilihat oleh Anza dan Arsa. Bukan hanya Anza, terlebih Iqbak malu sama Allah. Karena menyentuh wanita bukan mahram.

Pangeran Hati [Sudah diSerieskan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang