Bab 13 - Aku Jera, tapi ...

58.1K 7.4K 385
                                    

Ada video musik, bisa diputar 🤗

Ingin menghilangkan rasa, tapi tak mampu. Ingin membalikan hati untuk tidak mencintai, tapi tak punya kuasa.

~Pangeran Hati~

***

Udara malam terasa menusuk hingga sumsum tulang. Sifat penakut Anza hilang tiba-tiba, tanpa memikirkan apapun gadis itu berlari meninggalkan villa. Kakinya berlari menyusuri pepohonan. Akal sehatnya seperti hilang. Lupa kalau sekarang pukul 12 malam.

"Anza, jangan ke sana!" larang Iqbal melihat anak gadis Syarif mulai hilang diantara kebun warga yang minim cahaya. Namun kata-katanya diacuhkan oleh Anza, gadis itu terus berlari.

Khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan Iqbal menghidupkan lampu senter ponsel sambil mengejar Anza yang sudah menjauh, meski begitu pendengaran Iqbal masih bisa menangkap suara hentakan kaki Anza.

"Awwww," jerit Anza.

Jeritan itu semakin mengundang kekhawatiran Iqbal. Ia mempercepat langkah. Tidak lama kedua bola matanya melihat Anza duduk memegangi pergelangan kaki kiri.

"Kesleo ya?" Iqbal jongkok. "Bisa jalan gak?"

Tangis Anza kini bercampur. Menangisi Iqbal dan kaki yang teramat sakit. Genap sudah. Mungkin memang dengan bigini Anza bisa mengelabuhi Iqbal tangisnya yang semakin keras bukan karena lelaki itu, tapi disebabkan kesleo.

Ia menutupi wajah dengan kedua telapak tangan. Dia sadar Iqbal sangat berarti bagi hidupnya, namun ia lelah dengan perasaan yang ia nilai sendiri tidak berguna. Ingin menghilangkan rasa, tapi tak mampu. Ingin membalikan hati supaya untuk tidak mencintai, tapi tak punya kuasa. Semakin mencoba pergi, semakin kuat ingatannya akan Iqbal. Adakah obat jatuh cinta selain disatukan dalam ikatan halal? Rasanya Anza tidak kuasa. Kalau saja ini acara di televisi, Anza angkat tangan sejak malam ini. Dia tidak mau lagi. Rasanya sangat menyiksa.

Mencintai dan dicintai tidak ada yang indah bagi Anza. Jika ia suruh memilih, ia tidak ingin memilih keduanya. Percuma mencintai tanpa dicintai dan tak ada gunanya dicintai tetapi tidak bisa mencintai, sebab cinta tercipta dari adanya rasa mencintai dan dicintai. Tanpa kedua rasa tibal balik tersebut, tiada kata indah dalam cinta.

"Calon dokter anak kok nangis gimana kalau pasiennya tambah nangis?" kekeh Iqbal.

"Gak usah ngeledek. Bantu aku Bal," pinta Anza ditengah tangisnya.

Tangan Iqbal menggaruk tengkuk, tidak mungkin ia menggendong Anza. Memang ia belum bisa menjadi lelaki saleh sempurna dengan tidak menyentuh wanita yang bukan mahram, sebab tuntutan profesi. Dalam hal tertentu menyentuh pasien menjadi tindakan dalam pengobatan. Ia tetap meniatkan karena Allah, kalau menyentuh dalam pengobatan merupakan dosa, Iqbal memohon ampun. Salah satu cita-cita Iqbal setelah mendapat gelar dokter adalah membuka klinik khusus ikhwan, jadi ia hanya akan menemui pasien laki-laki. Tentu saja itu tidak mudah, untuk membuka klinik atau rumah sakit harus melalui proses panjang. "Pegang pundakku. Aku bantu sampai villa."

Susah payah Anza berdiri dengan tumpuan tumbuh Iqbal. Dengan tertatih ia berjalan menyusuri kebun mengunakan bantuan pundak Iqbal. Tidak ada yang bicara, keduanya sibuk hanyut dalam pikiran masing-masing. Lagian Anza juga bukan tipe wanita yang grape-grape sama cowok.

Anza cemburu dengan sikap Iqbal kepada Syanum. Api itu semakin membakar hingga membuat ia bodoh, melakukan hal berbahaya tanpa berpikir dua kali. Kalau dipikir lagi, hati Iqbal memang tidak pernah memihaknya. Mau ada Syanum atau tidak, Anza tidak pernah memiliki hati Iqbal. Sayangnya, hati Anza masih milik Iqbal hingga malam ini.

Pangeran Hati [Sudah diSerieskan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang