Bab 5 - Kusimpan namamu untuk impianku

86.9K 7.9K 377
                                    

Aku tahu bukan hanya aku yang inginkan kamu. Aku bukan wanita baik hingga sepadan dengan lelaki sebaik kamu. Namun egoku menguap, kalau kamu mampu membawaku menuju baik, kenapa tidak kujadikan kamu lelaki impianku.

~Pangeran Hati~

***

"Ini berdenggung." Suara tadarus yang saling bersahutan membuat Iqbal harus mengeraskan suaranya. "Ketika ada nun bertasydid atau mim bertasydid wajib dibaca berdenggung. Bacaan ini dinamakan ghunnah."

Rutinitas baru Iqbal adalah mengajari anak-anak di desa belajar membaca Al-Qur'an. Tak hanya membenarkan lafadz yang salah, Iqbal juga menyelipkan pelajaran tauhid-tentang ketuhanan-, tajwid, dan akhlak. Muridnya kurang lebih 20 murid laki-laki dari usia 3 tahun hingga 15 tahun dan murid perempuan 30 anak. Jika murid laki-laki belajar di serambi masjid, murid perempuan belajar di dalam masjid. Diampu oleh Bu Marina. Beliau adalah istri dari pemuka desa.

Hal yang membuat Iqbal sedih, tidak ada remaja desa yang belajar al-quran di Masjid. Saat Iqbal observasi alasan mereka tidak hadir adalah full day school membuat mereka lelah. Selain sekolah, bekerja juga menjadi alasan berhenti mengaji. Menurut Iqbal opini itu masuk akal. Namun, ia merasa kecewa. Melalui sikap mereka, terlihat bahwa agama tidak lebih penting dari dunia. Mereka bisa menghabiskan 24 jamnya untuk bekerja, tidur, makan, dan lain-lain, tetapi tidak bisa memberikan seperempat waktunya untuk mengaji atau belajar agama. Seolah sedang berkata, "Allah maaf aku sibuk."

Pantas kalau Allah menegurnya dengan musibah. Supaya mereka menengok ada Allah yang memberinya nikmat sehat, bukan untuk urusan dunia semata. Namun, guna beribadah kepada Allah.

"Inna a'thoina kalkautsar," ralat anak kecil berkoko putih.

Usai menyelesaikan bacaan, anak itu menanyakan sesuatu yang tersimpan di kepala. "Kenapa kalau kita mengaji harus memerhatikan tajwid, Dokter?"

"Ilmu tajwid itu ibarat senter saat kita berjalan di tengah kegelapan. Tanpa adanya senter kaki kita bisa saja terjerembap dalam lubang, tersandung batu besar maupun kecil, dan lain sebagainya. Oleh karena itu saat belajar membaca Al-Qur'an, sudah semestinya belajar tajwid juga."

"Begitu ya Dokter. Pantas sejak kecil Adnan diajari bapak ilmu tajwid. Adnan paling hafal bacaan Iqlab."

"Apabila ada nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf ba maka disebut bacaan iqlab," ucap Iqbal dan anak itu bersamaan. Terdengar suara tawa renyah dari si bocah, bahagia bicara bersamaan dengan dokter seganteng Iqbal.

"Cyeee kita sehati dokter."

Iqbal mencubit pelan pipinya. "Belajar dari siapa bilang begitu?"

"Di televisi dokter." Benar chanel chanel di televisi memiliki pengaruh terhadap perkembangan anak. Celaka kalau tayangan televisi tidak mendidik.

"Besok kalau besar Adnan juga mau jadi dokter ganteng kaya, dokter Iqbal. Kata ibu supaya Adnan bisa menjadi dokter, Adnan harus rajin belajar dan berdoa. Tapi Adnan belum menemukan jawaban bagaimana caranya bisa seganteng dokter. Apakah Adnan harus makan ayam terus? Ibu nyuruh Adnan tanya sama dokter, dokter makan apa?"

"Hahaha... Makan nasi."

Anak-anak yang tadinya tadarus mulai mengobrol sendiri. Supaya keadaan kodusif lagi, Iqbal mengalihkan perhatian mereka.

"Adik-adik ada yang mau dengar cerita dari dokter?"

"Mauuuu," riuhnya.

"Sekarang duduk yang rapi. Tangan dilipat, mata melihat, dan telinga mendengar."

Pangeran Hati [Sudah diSerieskan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang