Semua tahu kematian itu pasti. Sayangnya, untuk mempersiapkan diri masih nanti-nanti.
~Pangeran Hati~
***
Menjadi dokter harus belajar peka terhadap situasi sekitar. Termasuk mempelajari setiap kejadian yang dialami saat praktik. Bagaimana menghormati orang lain, berusaha menempatkan diri pada perasaan pasien, juga menjadi motivator untuk mereka yang merasa putus asa terhadap diagnosis yang dijatuhkan.
Selain dari agama, Iqbal belajar tentang hidup dan mati dari masa pendidikan dokter. Seterusnya dia akan belajar.
Besok pukul 9 akan nikah dilaksanakan, tetapi saat ini lelaki itu masih duduk berdiri di salah satu brangkar IGD.
"Loh, dokter Iqbal masih jaga?" tanya salah satu koas bernama Dita.
"Iya."
"Oh," jawabnya singkat.
Seminggu yang lalu acara pelepasan Intrenship di desa Gua. Sekarang hari ketiga Iqbal di rumah sakit yang sama dengan Anza dan Arsa. Sepertinya Arsa memang jodoh kerja Iqbal. Dan Anza partner hidup sekaligus kerja hingga akhir hayat.
"Gak biasa kamu murung."
"Dokter baru kenal saya 3 hari." kalimatnya menyiratkan baru kenal tiga hari kok udah sok tahu karakter saya.
"Tiga hari bisa merubah segalanya. Akad nikah gak ada 5 menit bisa merubah hidup seseorang. Jadi, jangan pernah remehkan waktu. Mengenali seseorang bukan hanya butuh waktu yang terpenting perasaan juga pikiran. Kalau hanya feeling tanpa logika, nanti jadi perasa alias baperan."
"Besok bukannya dokter nikah?"
Iqbal tersenyum seraya melihat seorang pasien yang diantar ke lab oleh beberapa perawat.
"Kok masih di sini?" lanjut Dita.
"Orang calon istri saya juga masih di sini. Gimana gak ngikut hehe ... Saya kan lelaki sejati yang selalu melindungi calon perempuannya," canda Iqbal supaya gadis di sampingnya tersenyum.
"Istri dokter residen anak itu ya?"
Residen adalah sebutan dokter yang sedang menempuh spesialis. Setelah internship dan mendapatkan surat izin praktik, Anza langsung melanjutkan spesialis. Awalnya ia berminat mengambil PTT semacam tugas pengabdian di daerah, tapi tidak mendapat restu dari Syarif. Lebih baik spesialis dahulu, baru kalau mau membantu daerah pedalaman diperbolehkan. Dengan izin Allah dan kerja keras, Anza lulus SIMAK dan lolos ujian depertement anak di Rumah sakit dia menempuh mendidikan.
"Calon," ralatnya.
"Jujur aja sih aku heran sama dokter kenapa bisa sedeket ini sama aku. Maksud aku, dokter sok dekat sama aku. Untung aku tahu kalau dokter Iqbal kalau enggak bisa baper aku, Dok." Jujur sekali Dita. Mengundang kekehan Iqbal.
"Kamu mirip seseorang waktu saya intrensip di puskesmas."
"Orang spesial ya?" tanya Dita dengan nada mengoda. Lagi-lagi Iqbal terkekeh.
Percakapan keduanya harus berakhir saat perawat datang dari pintu khusus pasien menuju ke laboraturium. "Dokter Iqbal, dimintai tolong pergu ke ICU."
Karena di IGD ada Arsa, Iqbal pamit. Yaaa, walaupun keadaan Arsa belum pulih sepenuhnya karena berpisah dari Hifza. Malam sebelum pelepasan Arsa sampai tidak bisa tidur. Giliran disuruh ngelamar malah pamit ke kamar mandi. Sekarang menyesal sendiri. Lagian Iqbal tahu betul tipe Hifza. Gak mau dimainin. Maunya diseriusin.
Dikala melewati ruang tunggu Iqbal mendengar samar presenter berita menyebut nama Satoto. Tentu saja Iqbal teringat kepada Syanum. Usai kepergian malam itu, tidak pernah ada kabar tentang Syanum. Keluarga Satoto berhasil menyembunyikannya dari media. Penginapan villa Syanum saja sudah ditawarkan makelar. Bibi dan semua pekerja entah menghilang ke mana. Tidak ada satupun yang mengirim kabar. Anetta resmi menjadi terdakwa pengedar dan penguna narkoba.
Iqbal hanya bisa mendoakan semoga Syanum senantiasa dilindungi Allah. Semoga ia mendapat lelaki yang lebih baik darinya.
Setibanya di penjagaan ICU, dua orang dokter masuk ke salah satu ruangan. Begitu mereka menyibak tirai napas si pasien menghilang, alat pendeteksi sudah berbunyi panjang. Pukul 09.15 tepat pasien dinyatakan meninggal dunia oleh tim medis. Pencabutan alat bantu diiringi tangisan keluarga. Iqbal mengajak anggota keluarga keluar agar tidak mengusik pasien lain.
Anak Lukman itu ikut merasakan betapa sedihnya kehilangan orang terkasih. Meskipun ini bukan kali pertama, ia tetap merasakan kepedihan. Percayalah bahwa setiap dokter kelu mengatakan jam kematian pasien.
Iqbal merasa tidak bisa menyelamatkan pasien, tapi bagaimana lagi? Tugas manusia hanya berikhtiar. Segala kejadian telah Allah tetapkan termasuk kematian. Dia ingat betul nasehat salah satu seniornya kalau kamu tidak bisa membantu pasien, setidaknya jangan merugikan mereka.
"Saya turut berduka cita atas meninggalnya anak ibu. Semoga amal ibadahnya diterima di sisi Allah. Memang janji Allah pasti datang. Kematian tidak bisa kita duga."
"Iya, Dok. Terima kasih. Mungkin ini yang terbaik dimata Allah."
***
Maaf pendek
Utamakan bacaan yang harus diutamakan. (Alquran)
Mel~
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Hati [Sudah diSerieskan]
SpiritualKehidupan dokter muda Iqbal Danugraha awalnya lurus-lurus saja. Terlebih, dia menyukai seorang wanita muda yang juga berprofesi sebagai dokter spesialis anak, Alanza Quianne. Namun, sejak pertemuan secara tidak sengaja dengan Syanum Fazila, kehidupa...