Umat Islam tidak hanya dinilai dari ibadah salat dan puasanya. Namun juga prilaku terhadap sesama yang akan mencerminkan seberapa baik keagamaannya.
~Pangeran Hati~
***
"Aku mau ke depan dulu, Bi."
"Yaudah, Bibi masuk dulu ya. Harus menyiapkan makan malam."
"Baik."
Baru beberapa langkah, Bibi menoleh ke arah Syanum yang tiba-tiba berdiri kaku, tangan Syanum menarik-narik jilbab seolah ingin melepasnya. Buru-buru ia berbalik, berlari ke belakang. "Ada apa Non Syanum?"
Tidak ada jawaban selain erangan. Syanum hanya mengerang dan menjerit.
"Tolong, tolong bantu saya," teriak Bibi. "Hey kalian, bantu saya bawa Non Syanum masuk rumah," teriak Bibi kepada dua penjaga yang seolah dikutuk menjadi batu. Sangking kakunya tidak peka dengan keadaan sekitar, tidak peduli dengan ekspresi Syanum yang kesakitan. Mereka hanya fokus menahan Syanum supaya tidak kabur, bukan menjaga kesehatan Syanum. Memang taat dengan atasan, tapi dimana peri kemanusiaan mereka?
Saat mata Syanum terpejat tampak mata tajam seorang lelaki, kemudian pandangannya gelap, beralih lagi dengan seorang wanita berpakaian penuh noda darah berjalan tertatih-tatih menuju sebuah ruangan. Bayangan itu menghilang, berganti kepada wajah Bibi dan dua penjaga yang mengangkat tubuh gadis itu. Sesaat kemudian tampak bayangan wanita tadi mundur sambil duduk, wajahnya sangat ketakutan, sekilas ada sebuah tangan berlumuran darah. Melihat kejadian demi kejadian membuat kepala Syanum semakin pusing hingga dia tidak tahu apa yang terjadi. Tubuh gadis itu sekarang dikuasai oleh Insyra.
Kekuatan tubuh Syanum seolah berkali lipat. Ia mampu melepaskan pegangan bibi dan penjaga. Bahkan ia memplintir dua pasang tangan milik penjaga hanya dengan dua tangan yang ia miliki.
Bibi berlari ke luar rumah hendak memanggil Iqbal. Sebelum meninggalkan rumah, ia menghubungi dokter Syarif lalu mengambil senter. Dari vila ke vila yang ditempati dokter muda itu paling dekat melewati tengah kebun buah naga. Wanita paruh baya itu harus memberanikan diri. Demi nona mudanya. Jalanan becek karena hujan tidak ia pedulikan. Yang terpenting ia sampai di tempat tinggal Iqbal.
"Mas dokter! Mas! Dokter."
Dog. Dog. Dog. Dog. Suara ketukan pintu begitu keras. Dari ketukannya sudah dapat dibaca bahwa orang tersebut dalam keadaan panik atau ada kejadian gawat darurat. "Dokter, ini Bibi. Bukain. Cepetan!!!"
Saat Bibi mengendor pintu rumah Iqbal dan Arsa selesai menunaikan salat witir. Iqbal hendak mengambil gitar, mendengar teriakan di depan ia lekas membukakan pintu. "Bibi. Ada apa?"
"Nona muda." Tangan Bibi menunjuk-nunjuk ke arah tempat Syanum tinggal.
"Nona muda kenapa?"
"Anu, it, itu." Deru napas Bibi tidak beraturan.
"Tenang dulu Bi. Atur napas." Arsa muncul.
"Huft... Nona Syanum tadi tiba-tiba memegangi kepala sambil teriak-teriak. Sekarang sepertinya Insyra yang menguasai."
Mata Iqbal melotot tak percaya. "Syanum muncul lagi?" Padahal saat ke kota Syanum baik-baik saja kata Profesor Syarif.
"Iya. Ayo ke sana." Tangan Bibi menarik lengan Iqbal. Iqbal dengan gerakan cepat melepaskannya.
"Sebentar Bibi. Saya ambil alat-alat saya dan ponsel. Soalnya tidak bisa memberikan tindakan tanpa persetujuan Proffesor Syarif." Iqbal ke dalam. Pamit meminta tolong Arsa agar tetap di rumah saja membantu menyelesaikan laporan intership.
![](https://img.wattpad.com/cover/162533236-288-k803835.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Hati [Sudah diSerieskan]
SpiritualeKehidupan dokter muda Iqbal Danugraha awalnya lurus-lurus saja. Terlebih, dia menyukai seorang wanita muda yang juga berprofesi sebagai dokter spesialis anak, Alanza Quianne. Namun, sejak pertemuan secara tidak sengaja dengan Syanum Fazila, kehidupa...