Cahaya kehidupan semakin terang jika kau menjemput hidayah, kini ada dua pilihan. Mau menjemput atau diam dan membiarkan maut lebih awal menjemput.
~Pangeran Hati~
***
Arsa menoel-noel bahu Iqbal sambil tertawa, sementara tangan kirinya memukul-mukul meja. Entah apa yang dilihat pada layar ponsel. Biasanya kalau main ML dia marah-marah, tapi malah ketawa. Masak iya heronya goyang dumang?
Sadar diperhatikan, Arsa melirik Iqbal.
"Kenapa sih?"
"Hahaha... Ini ada postingan lucu banget. Gue tanya deh masa lo, seberapa sering lo pipis di kolam renang?"
"Gak pernah. Palingan ke kamar mandi dulu terus nyemplung lagi."
Tangan Arsa menjelaskan seperti dosen di depan kelas. "Riset menunjukan 3 dari 10 orang mengaku sesekali pipis di kolam renang, tapi sisanya bilang sering. Jadi, lo renang bareng pipis haha..."
Mulut Iqbal melongo. Kayak gitu aja lucu? Hmmm B aja sih menurut Iqbal. "Udah jam 4 mau pulang enggak? Aku gak jamin kamu bisa sampe villa kalai harus jalan sendiri dari puskemas." Yuhu, Arsa sering mainan ponsel di jalan, kemungkinan dia hapal jalan itu hanya kecil.
"Pulang, gue mau lari terus mandi. Belum mandi gue seharian."
Iqbal tidak menyangka kalau Arsa belum mandi bisa sePD di depan orang-orang. Sok kegantengan di puskesmas, misalnya. Tubuh Arsa hampir mendekati atlet, hanya saja wajahnya masih dikelilingi jerawat. Sering pakai obat herawat, tapi tidak cocok.
"Tadi pagi gue mau mandi, lihat kaca masih cakep kupustuskan mandinya dijamak aja."
"Udah kayak salat aja, Bang!" Iqbal berpamitan kepada karyawan puskesmas. "Tolong bawakan termometer, Sa."
Entah ada ikatan bantin atau gimana, baru Iqbal keluar seorang bocah kira-kira berusia 5 tahun digendong oleh sang ibu. Ibu itu sambil menangis sangking khawatirnya kepada anak semata wayang. "Dokter tolong saya, anak saya sakit."
Iqbal bersikap cakap dengan membantu mengarahkan si ibu menidurkan anaknya ke exsamination, Iqbal mengambil stetsokop lalu memeriksa si bocah. "Sa tolong priksa suhu tubuhnya!"
Arsa bergerak cepat mengambil termometer. "Tiga puluh sembilan," ucap lelaki berambut keriting itu setelah melihat dua angka pada termometer.
"Kemarin panas, terus enggak, hari ini panas lagi, Dok," adu sang ibu.
"Makannya gimana Bu?" tanya Arsa.
"Gak mau soalnya muntah juga diare."
"Double IV line. Tangan kanan infus IV line Asering dan tangan kiri infus IV line Nacl 0.9 %," perintah Iqbal kepada suster Hifza yang baru muncul, sementara Hifza merawat si bocah, Iqbal mengajak sang ibu ke meja kerjanya.
"Anak saya sakit apa, Dok."
"Demam berdarah, Bu. Anak ibu harus rawat inap di puskesmas. Boleh dikompres dengan air biasa sama makannya jangan lupa dijaga. Sedikit tidak apa apa asalkan sering. Kalau boleh tahu makanan kesukaan anak ibu apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Hati [Sudah diSerieskan]
SpiritualKehidupan dokter muda Iqbal Danugraha awalnya lurus-lurus saja. Terlebih, dia menyukai seorang wanita muda yang juga berprofesi sebagai dokter spesialis anak, Alanza Quianne. Namun, sejak pertemuan secara tidak sengaja dengan Syanum Fazila, kehidupa...