Bab 8 - Kesunyian Kegelapan Malam

59.7K 6.6K 147
                                    

Wahai Allah, sayangi aku dengan kokohkan imanku supaya semua cobaan berat terasa ringan bagiku.

~Pangeran Hati~

***

Saat Iqbal keluar menuju halaman, mobil Syarif sampai di pagar.

"Mas dulu saja ya. Saya masih ada perlu," kata Iqbal kepada lelaki yang setia menjemputnya mengunakan motor tua.

Iqbal menyalami Syarif. "Assalamualaikum, Prof."

"Waalaikumsalam, Iqbal. Bagaimana kabarmu di sini?"

"Alhamdulillah baik. Proffesor sama Anza?"

Anza keluar sambil tersenyum malu. Kejadian kemarin masih teringat jelas. Rasanya ingin terbang ke Himalaya supaya tidak perlu menampakan wajah di depan Iqbal. Ya Allah, malu sekali ketahuan kalau yang menyuruh Wanda mengirim pesan kepada Iqbal adalah dirinya. Apa coba pikiran Iqbal sekarang. Cewek kecentilan?

"Iya. Saya masuk dulu ya, kamu di sini nemenin calon istrimu," canda sekaligus doa Syarif.

"Papa!" Anza protes.

"Proffesor bisa saja. Syanum masih tidak sadarkan diri. Tadi Insyra muncul, dia berontak ingin membunuh Margaretta. Arsa di dalam mengecek kondisi kesehatannya," Iqbal berhenti sejenak, "Siapa dia Prof?"

"Mamanya. Jadi, Arsa di dalam ya. Ok, saya harus masuk dulu. Titip Anza ya, perlakukan dengan lembut kalau kasar dia makin kasar hehe."

"Mamanya?" Iqbal seolah tak percaya, bagaimana bisa Insyra ingin membunuh mamanya Syanum? Dia juga ingat ketika Feli takut sama moster Margaretta. "Anza kan lebih dewasa dari saya Prof pasti sudah pandai jaga diri."

Baru Iqbal manatap wajah Anza, gadis itu sudah berlalu pergi membuntuti sang papa. Iqbal memandang binggung. Ada apa gerangan dengan wanita tersebut? Karena binggung, alhasil ia memilih mengikuti mereka.

Syarif menerima hasil pemeriksaan kesehatan Syanum dari Arsa. Kondisi kesahatannya baik-baik saja, tapi Syarif tahu mentalnya tidak baik-baik saja. Saat ketiganya duduk sambil mengobrol terdengar keributan di bawah.

"Mana Syanum?" tanya seorang gadis memiliki panjang rambut sebahu. Suaranya keras dan terdengar menyebalkan. Anza saja sampai menekuk bibir sangking heran kenapa gadis itu gak bisa selow kalau bicara.

"Anza Arsa kalian keluar ya, suruh gadis itu menunggu karena ada pemeriksaan darurat. Kalau dia tidak bisa jaga sikap Insyra akan membunuhnya. Iqbal kamu kunci pintu, segera."

Arsa berbunga nama ia berpadu bersama Anza. Anza bisa ia langsung keluar. Menarik napas panjang supaya tidak terlihat gugup. Sadar ketinggalan, Arsa melangkah cepat. Kesempatan berkolaborasi bersama perempuan idola fakultas kedokteran.

"Kenapa memangnya, Dok?" Iqbal masih kebinggungan dengan orang-orang sekitar Syanum.

"Itu Anetta, anak Margaretta. Pasti dia ke sini ada perlu dengan Syanum. Kedatangan dia akan mempersulit keadaan. Kesehatan Syanum bisa saja drop. Fatalnya bisa memunculkan kepribadian baru."

Syarif melihat jam, harusnya Syanum sadar karena obat yang diberikan Iqbal bukan obat yang lama bekerja. "Kamu yakin kan kasih obat yang benar."

Khawatir, Iqbal pun menunjukan kepada dosennya. Beruntung belum dia buang. "Ini, Prof?"

Syarif melihat sekilas bungkusan obat dari Iqbal. "Iya."

"Syukurlah. Saya gak salah."

Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Syanum mulai membuka mata. Setelah lima menit berlalu, Syarif baru mengajaknya bicara.

Pangeran Hati [Sudah diSerieskan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang