Bab 20 - Kunjungan

48.9K 5.4K 421
                                    

Rindu tidak bisa diusir. Karena semakin berusaha melepasnya, ketika itulah pegangannya semakin kuat tak berkusir.

~Pangeran Hati~

***

Ini hari ketiga Iqbal meninggalkan Desa Gua. Tadi bakda subuh, sebelum Alif mengantar Aisya cek kandungan, ia memperiksakan Iqbal ke klinik sesuai kartu BPJS. Sepulang pasangan suami istri berinisial A tersebut, Aminah membawa baskom berisi air untuk mengompres anak keduanya.

"Danu, tolong kamu kombres abangmu," pinta Aminah melihat Danu pulang mengajar kitab.

"Abang apa ayang?" Danu malah mengoda, mengundang Aminah ingin menjitaknya. Namun urung karena kata orang tunya dulu menjitak membuat oramg tersebut bodoh. Entah fakta atau mitos yang penting ia menuriti nasehat orang tua.

"Memangnya punga Ayang?"

"Punya dong, Mi."

Bicara ayang-ayangan berhasil membuat Lukman yang baru muncul berdehem. Danu berburu-buru ke kamar sebelum singa menerkam. Abinya memang tidak suka Danu berbicara menikah atau cewek karena menurut Lukman, Danu belum mapan menjadi imam rumah tangga. Ketidakpercayaan itu membuat Danu gigih menunjukan dibalik sikap konyolnya ia memiliki berjuta kelebihan. Keseriusan lelaki sejati yang memiliki misi melindungi, membahagiakan, dan memuliakan ratu dalam istananya kelak. Sayang impiannya itu tidak pernah ia publikasikan, kalau saja dipublikasikan dengan bukti prilaku seperti kedua abanynya, peringkat Danu bisa naik nomor 1 lelaki idaman santri putri. Tak perlu begitu pun sekarang ia segera menjadi ranking 1, mengingat Alif sudah sold out dan Iqbal juga segera menyusul.

Sampai di kamar, Danu meletakan baskom di nakas. Abangnya sedang tidur, tapi Danu tahu tidurnya orang sakit tidak pernah nyanyak. Melihat ponsel Iqbal tergeletak, muncul pikiran iseng. Mencuri gawai begini mengingatkan Danu kepada Aisya, dulu ia mencuri handphone Alif demi meminjami Aisya yang ingin menghubungi sanak saudara.

Senyum Danu terbit. Posel abanya tidak dipasword. Sebelum melanjutkan aksi Danu melirik Iqbal, pasti ia tengah sangat terlelap akibat reaksi obat.

"Danuu, udah kamu laksanakan amanah dari umu?" Aminah menyibak gorden, kesal mendapati handuk untuk mengompres belum ada di dahi Iqbal. "Malah mainan hape!"

"Aw, aw, aw sakit Umi," adu Danu merasakan daun telinganya dipelintir wanita yang mengandungnya sembilan bulan.

"Sekarang kamu bilang Emi suruh buatin minuman buat Anza," perintah Aminah yang langsung dituruti Damu. Emi adalah santriwati piket hari ini. Biasanya santri piket bertugas memasak, memberikan hidungan serta minuman kepada tamu, membersihakan rumah Kyai, dan membantu apapun pekerjaan yang harus dilakukan. Kalau ada orang berpendapat, suruh mencari ilmu atau pembantu, mereka tidak ambil pusing. Membantu guru dalam kebaikan akan melancarkan jalannya menuju kesuksesan. Dari cerita para ustad, banyak alumni pintar tetapi tidak sukses karena tidak takdzim terhadap guru, semntara tidak sedikit yang otaknya biasa-biasa saja malah menjadi orang sukses sebab selalu menghormati guru.

Di ruang tamu Anza duduk sendiri. Jemarinya bergerak abstrak. Sejak mengiring mobil menuju kediaman Iqbal saja jantungnya langsung bereaksi. Saat santri berkerudung hitam muncul, ia memberikan bingkisan buah. Di belakang 3 santri piket berbisik mengagumi kecantikan Anza. Salah satunya sudah sangat mengenal Anza, dia adalah subcriber Anza di youtube. Ketika liburan pesantren ia setia mendengarkan nyanyian Anza mengcover beberapa lagu nasional maupun internasional.

"Assalamualaikum, Tante," salam Anza begitu Aminah menyalaminya.

"Waalaikumsalam. Kok panggil tante, latihan saja panggil Umi."

Pangeran Hati [Sudah diSerieskan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang