Jam kuliah baru saja selesai. Buru-buru ku memasukan seluruh perlengkapan belajarku kedalam tas ransel punggungku. Begitu selesai, akupun kemudian keluar dari kelas seraya turun menuju lantai dasar.
Baru saja kakiku berhasil melangkah pada anak tangga terakhir, tiba-tiba aku dikejutkan dengan kedatangan seseorang. "Jam kuliahnya udah abis, Rel?" Tanya kak Syauqi.
Aku mengangguk. "Baru aja selesai." jawabku.
"Pulang bareng kakak yuk?" Ajaknya.
"Malas ah, "
Kedua alis kak syauqi saling bertaut. Bingung dengan jawabanku. "Lah kok malas?"
"Bukan muhrim soalnya. Kakak kan bawa motor, ntar cari kesempatan lagi!" Aku menatap kak Syauqi curiga.
Kak Syauqi terkekeh pelan. "Ya makanya, sini kakak cepat-cepat halalin biar bisa jadi muhrim kakak" Ntah serius atau bicanda yang dikatanya, yang pastinya aku merasa kalau kak Syauqi berbicara serius. Tidak! Dua rius malahan.
"Nggak ah, Aurel masih mau nyelesain kuliah Aurel dulu" ujarku.
Kak Syauqi tersenyum lebar. "Oke kalau begitu, kakak siap nungguin kamu kok, " tiba-tiba handphone kak Syauqi berbunyi dari saku celananya. Segera mungkin kak Syauqi mengambil benda itu kemudian mengangkatnya.
"Hallo assalamualaikum, Zul" ucap kak Syauqi begitu handphone- nya sudah menempel di telinganya.
"Oke, oke gue otw. Oke, wa'alaikumsalam" kak Syauqi memasukkan kembali handphonya kedalam saku celananya.
"Yaudah Rel kakak duluan ya? Ada latihan futsal soalnya. Kamu gak papa kan pulang sendirian?" Tanya kak Syauqi.
Aku mengangguk.
"Kamu tenang aja, kakak akan setia kok nungguin kamu. " kata kak Syauqi sembari menampilkan senyuman lebarnya, kemudian berlalu pergi.
Aku terkesiap. Baru menyadari dengan apa yang barusan ku ucapkan. Dengan aku berbicara hal seperti itu kepadanya, secara tidak langsung aku telah memberikan lampu hijau kepada kak Syauqi supaya mendekati aku. Ya Allah kenapa aku sangat bodoh sekali..
Setelah lama bergelut dengan rasa penyesalanku. Kini ku putuskan untuk berjalan menuju halte dekat universitasku. Menunggu bus yang lewat.
Untuk menghilangkan rasa bosan menunggu bus yang tak kunjung datang. Ku mainkan handphone- ku sembari mengecek barangkali ada pesan yang masuk.
Beberapa jam telah berlalu. Kini jam di ponselku sudah menunjukan pukul 04. 35. Seperti di perintahkan, seolah tidak ada satupun bus yang lewat dari jalan ini. Sekarang aku mulai resah.
Seketika mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di depanku, membuat aku mengerinyit heran.
"Sultan!" Ucapku tak suka saat mengetahui si pemilik mobil tersebut.
Sultan melemparkan senyumanya padaku. "Kenapa? Lagi nungguin bus lewat?" Tanyanya.
Aku tak mengindahkan pertanyaanya. Terlalu malas untuk ku jawab.
"Percuma lo nungguin. Jam segini mah mana ada bus yang lewat" lanjut sultan.
"Bukan urusan kamu!" Ketusku.
Sultan menghela nafas panjang kemudian keluar dari mobilnya. Aku semakin menatap Sultan tak suka saat dia memposisikan dirinya duduk di sampingku. Sampai-sampai aku menciptakan jarak yang sangat besar di antara kami.
"Yaudah, pulang bareng gue yuk?" Ajak sultan.
Aku menyeringai. "Pede banget kamu!"
"Rel, ini udah hampir malam, kasian nanti orangtua lo jadi khawatirin lo" ujar Sultan bak malaikat.
"Peduli apa kamu?!" Sergahku.
"Gue gak mau Rel kalau lo sampai kenapa-napa. Apalagi lo perempuan, sendirian lagi. " ucap Sultan.
Sejak kapan dia jadi sepeduli ini sama aku?
"Kamu lihat itu" sultan menuding dengan dagunya. Ku ikuti arah tunjuknya. Terlihat disana segerombolan preman-preman berpesta pora dengan rokok dan minuman-minuman keras mereka. Aku sampai begidik ngeri melihatnya.
"Kalau lo sendirian di sini, mereka akan dengan senang hati gangguin lo" ucap sultan membuat aku dengan susah payah menelan salivaku.
Buru-buru ku buka aplikasi watsapp di handphone ku dan mengirimkan pesan pada seseorang.
"Kak, jemput Urel dong, Urel gak mau pulang bareng Sultan:'("
Setelah mengetikan pesan tersebut, segera ku kirimkan pada kak Devan.
Ku hembuskan nafas gusar saat melihat pesan yang ku kirimkan hanya bertanda centang satu. Menandakan kalau kak Devan sedang tidak online. Ingin rasanya diri ini menangis.
Kenapa di saat-saat seperti ini kak Devan malah tidak online sih..
Dengan pasrah akhirnya ku terima tawaran Sultan. Setidaknya jika aku ikut bersamanya nasibku akan aman dari gangguan preman-preman-itu.
"Baiklah, tapi ada syaratnya. Kamu nggak boleh membawa mobil dengan kecepatan di atas rata-rata." ucapku.
Sultan tersenyum. "Oke"
Selama di perjalanan, hanya ada keheningan yang ku rasakan. aku dan Sultan masih sama-sama diam. Sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
"Rel, " suara Sultan seketika memecah keheningan ini.
"Rumah lo dimana?" Tanya sultan. Akupun kemudian menyebutkan alamat rumahku padanya.
"Rel, " panggil Sultan lagi.
Aku menoleh kearahnya dengan sangat malas.
"Eum.. Maafin gue ya?" Ucap Sultan.
Kedua alisku saling bertaut, "untuk?"
"Karena gue dulu udah gangguin sahabat lho"
Aku memutar malas bola mataku." Kalau kamu ingin minta maaf, minta maaf sana sama Ayana, jangan sama aku!" Tanpa sadar aku berbicara sangat ketus kepadanya.
"Iya, nanti gue minta maaf sama dia" sultan tersenyum tipis. "Gue mau ngucapin trimakasih kepada lo, karena lo udah berhasil menyadarkan gue, kalau seorang wanita itu seharusnya di lindungi bukan malah di sakiti" lanjut Sultan.
Syukurlah kalau dia sudah sadar.
Mobil sultan sudah berhenti di depan rumahku.
"Rel, gue suka sama lo" ujar sultan membuat aku dengan cepat melihat kearahnya.
Apa ini pernyataan cinta?. Jelas ini pernyataan cinta. Kenapa rasanya sangat berbeda sekali dengan pernyataan cinta yang di ungkapkan oleh kak Devan dan kak Syauqi waktu itu? Kenapa aku jadi setegang ini? Trus kenapa debaran di jantungku jadi seperti ini.
Aku menyeringai. "Tapi sayangnya gue gak suka lo!" Setelah mengucapkan itu, aku segera keluar dari mobil Sultan..
"Hari ini lo boleh bilang gak suka gue, tapi nanti bisa saja Allah ubah ucapan lo itu menjadi rasa sayang yang sangat dalam ke gue...!!" Teriak Sultan.
Aku pura-pura tidak mendengar ucapan Sultan dan trus melanjutkan larian ku menuju rumah.
*****
Next part.
Salam manis Boy Satria😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Calon Imam
Espiritual"Ku tuliskan sebuah pesan untukmu wahai calon imamku." -Dear calon imam.