Aku mengenal anak itu ketika kami sama-sama duduk di bangku Madrasah Aliyah. Anaknya playboy dan sangat nakal. Ia idola para kaum hawa sewaktu di Aliyah dulu.
Menang modal tampang sepertinya membuat anak itu menjadi playboy tingkat dewa. Pacarnya ada banyak, jika di hitung dengan jemari sepertinya tidak akan cukup. Seluruh perempuan yang ada di sekolahan hampir 90 persen rata-rata pernah menjadi mantan pacarnya. Hanya sebagian saja yang berhasil tidak menjadi korban playboy Sultan. Seperti aku contohnya.
Trus aku pernah mendengar cerita dari teman-teman perempuan kelas ku dulu, konon katanya setiap malam minggu perempuan-perempuan yang di bawa jalan oleh Sultan selalu berbeda-beda. Teman kelasku–Seli yang pernah menduduki jabatan sebagai ratu gosip di sekolahku bahkan berani bersumpah bahwa dia pernah melihat hal itu dengan mata kepalanya sendiri. Sungguh rekor playboy yang patut di catat dalam buku sejarah.
Heranya, walaupun playboy dan sangat nakal. Sultan merupakan murid yang paling di sayangi guru-guru sewaktu di Aliyah dulu. Prestasi dan juara sering ia torehkan. Ia sering ikut lomba dan pasti selalu menang.
Namun bagaimanapun orang-orang memuja ketampanan dan prestasi Sultan, aku tetap tak pernah menyukainya. Bukannya iri atau dengki, hanya saja ada suatu kisah yang membuatku tak menyukainya. Dan aku masih ingat kejadian itu.
Hari itu tepat hari selasa, hujan yang semula hanya jatuh satu dua perlahan mulai jatuh semakin banyak membasahi bumi ini.
Di sekolahku kalau sudah hujan pasti jam pelajaran banyak yang kosong. Nggak tahu kenapa, yang pastinya setiap hujan turun mau ia deras ataupun tidak, selalu seperti itu.
Dari kejauhan Ayana berjalan menyusuri koridor sekolah seorang diri dengan membawa setumpuk buku yang lumayan banyak.
Sementara di depan kelas, sultan dan teman-temanya sibuk mengobrol seperti sedang merencanakan sesuatu. Anwar– salah satu teman Sultan berlari membawa seember air dengan tergesa menghampiri Sultan dan yang lainya. Begitu sampai Anwar meletakkan ember tersebut tepat di depan kelas.
Begitu Ayana hampir sampai di depan kelas, Sultan menumpahkan air yang ada di ember sehingga membuat lantai menjadi licin.
Ayana hilang kendali saat menginjak lantai licin tersebut sehingga membuat tubuhnya limbung dan jatuh terpental di lantai. Buku-buku Ayana jatuh berserakan.
Sultan dan teman-temanya tertawa ngakak melihat hal itu. Tidak! Bukan hanya mereka, tapi satu kelas kompak ikutan tertawa.
"Ayana..! Kamu gak kenapa-napa?" Tanyaku berusaha membantu Ayana. Ayana menggeleng seraya menyunggingkan senyuman tipisnya. Ya.., Sewaktu di Aliyah dulu, ayana masih belum menggunakan cadarnya seperti sekarang ini.
Ku lemparkan tatapan tajamku pada sultan. Andai membunuh itu di halalkan, mungkin sekarang Sultan sudah aku bunuh, tapi sayangnya Allah sangat melarang keras akan hal itu.
"Kamu sudah gila ya! Mencelakai Ayana seperti ini?! Awas saja kamu, hal ini akan ku laporkan langsung kepada kesiswaan! " ancamku.
Sultan menyeringai. "Laporin aja, memang lo punya bukti? Terserah sih kalau lo mau ngelaporin gue, toh guru-guru juga sayang gue kan." ujar sultan sombong.
Benar! Kalau aku ngelaporin hal ini pada guru-guru, apa mungkin mereka akan percaya kepadaku? Aku rasa tidak. Secara, Sultan kan murid andalan guru-guru di sekolahan ini, jelas mereka akan lebih percaya pada apa yang Sultan katakan.
Hal seperti Ini yang paling aku tidak sukai. Guru-guru pasti akan selalu berpihak dan mengedepankan murid yang pintar. Lalu anak yang bodoh pasti akan di belakangi.
Kalau menjadikan anak pintar menjadi semakin pintar. Apa hebatnya guru?
Tanpa memperdulikan Sultan. Akupun kemudian membantu Ayana mengumpulkan bukunya yang berserakan. Kemudian membantunya masuk kedalam kelas, dan menuntunya duduk di bangkunya. "Terimakasih, Rel" ucap Ayana dengan suaranya yang lembut.
Aku tersenyum. "Ah, santai aja Ay" ucapku.
Lalu ada satu kejadian lagi yang membuat aku semakin tidak menyukai Sultan. Sebenarnya aku tidak membencinya, hanya saja aku tidak suka dengan sifatnya.
Jam istirahat masih tersisa 10 menit lagi. Tiba-tiba perutku mendadak berbunyi memintaku supaya mengisinya. "Ay, kamu gak ke kantin?" Tanyaku. Ayana menggeleng.
"Mau nitip gak?" Tawarku. Dan lagi-lagi Ayana menggeleng.
"Yaudah deh, aku ke kantin dulu ya" aku pun beranjak dari duduk ku seraya berjalan menuju kantin sekolah.
Sepulang dari kantin tiba-tiba aku mendengar suara gaduh dari dalam kelasku. Segera mungkin aku mengeceknya melihat apa yang terjadi.
Begitu sampai tiba-tiba emosiku mendadak naik. Dadaku naik turun dengan cepat, di dalam sana hatiku sudah berderu, bergejolak ingin marah.
"Sini.. Kembaliin buku tulisku" pinta Ayana mati matian berusaha merebut buku tulisnya.
"Lo mau? Nih ambil." Sultan kemudian melempar buku tulis Ayana kepada Anwar–salah satu temanya. Ayana kemudian berpindah berusaha merebut buku miliknya. Begitu sampai, Anwar melempar buku tersebut kepada Restu. Kini Ayana berpindah lagi, lalu Restu melempar buku Ayana kepada salah satu temanya lagi. Dan temanya lagi melempar buku tersebut kepada Sultan. Begitulah seterusnya sehingga membuat Ayana kelelahan.
Aku segera menghampiri Sultan. "Kembaliin buku Ayana!" Kataku dingin saat berhasil menghampiri Sultan.
"Masalah lo apa?" Tanya Sultan menantang.
Plak!
Sebuah tamparan dariku berhasil mendarat di pipi mulus Sultan. Semua orang menatapku terkejut. Terlebih Ayana. Jujur, aku tidak suka dengan nada bicara Sultan. Tidak seharusnya dia memperlakukan seorang wanita seperti itu. Ini sudah yang berkian kalinya ia mengerjai Ayana, semoga tamparan ku tadi berhasil memberikan efek jera kepadanya.
Karena kodrat seorang wanita itu di lindungi bukan di sakiti.
Sultan menatapku marah. Aku segera merebut buku tulis Ayana dari tanganya. Kemudian membawa Ayana pergi dari tempat itu. "Ayo Ay, " ajakku sembari menarik lengan Ayana.
Semenjak hari itu Sultan dan teman-temanya tidak pernah lagi mengerjai Ayana. Bahkan semenjak hari itu juga pertemanan aku dan Ayana semakin dekat.
Sampai sekarang ini hanya Ayana lah satu-satunya orang yang menjadi teman sekaligus sahabatku. Tepatnya setelah kak Syauqi dan kak Devan. Aku senang berteman denganya, orangnya baik dan tidak palsu menurutku.
Bukanya aku di jauhi oleh orang atau apa, hanya saja aku lebih suka berteman dengan satu orang yang mempu jujur kepadaku mengenai baik dan buruknya aku, daripada berteman dengan banyak orang, yang di depanya terlihat baik tapi di belakang malah menjelek-jelekanku.
Kita tahu di zaman sekarang ini. Banyak orang yang mendekatkan kita hanya ada maunya saja, namun setelah mendapatkan apa yang dia mau, dia malah pergi tidak mengingat kita.
Next part..
Salam manis Boy Satria😘😘😘Update gak menenentu..

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Calon Imam
Spirituale"Ku tuliskan sebuah pesan untukmu wahai calon imamku." -Dear calon imam.