Chapter 6

58 5 0
                                    

Kalo bisa murah kenapa harus mahal?
-F-

DUA orang remaja laki-laki beranjak dewasa itu sedang menikmati enaknya cireng buatan mbak Epi(salah satu penjual) di kantin sekolah saat jam pelajaran dimulai dan ditemani sahabat SMP nya yang kebetulan satu sekolah lagi di SMA yang sama.

"Bolos lo?" tanya Fabian. Karena sahabat yang satu ini tuh jarang banget diajak bolos dan sekarang?

"Hem" jawab Gilang lalu menghidupkan rokok dan menghisapnya

"Tumben" komentar Fabian lalu memakan cireng isi kejunya.

"Kenapa lo? Tumben banget mukanya kusut kayak baju gue yang belum di setrika" ucap Fabian sambil memakan sedikit demi sedikit cirengnya. Gilang menatap tajam ke arah sahabat ogeb nya itu yang sikapnya gak berubah dari dulu sampe sekarang. Sedangkan yang ditatap malah cengengesan.

Terkadang Gilang bingung orang semacam Fabian kok bisa menjadi wakil ketua basket? Tapi sudahlah! Manusia diciptakan pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Oleh sebab itu sikap manusia ada yang berbeda. Seperti Fabian, jika bersama teman dekatnya ia kelihatan seperti orang bodoh yang suka bercanda-canda tanpa memperdulikan pelajaran. Tetapi, ada saatnya Fabian serius, salah satunya yaitu setiap latihan basket. Oleh karena itu, jabatan sebagai wakil ketua basket digunakannya sebaik mungkin untuk hal yang disukainya.

"Kepo" jawab Gilang malas sambil menghembuskan asap rokoknya

"Setiap orang itu punya rasa penasaran tauk." ucap Fabian yang kemudian mendapatkan jitakan lagi di keningnya.
"Sok tau lu" jawab Gilang lalu mematikan rokoknya

"Dingin bener sih elu" ucap Fabian. Gilang melihat Fabian dengan pandangan datar. Dia pikir Gilang itu kulkas yang suhunya dingin?

"Lo kalo mau hangat, bawa cewe ke kamar" ucap Gilang santai lalu bangkit dari kursi

Awalnya Fabian bingung dengan perkataan Gilang namun sedetik kemudian dia langsung melotot
"Anjrit lo" kekeh Fabian lalu mengikuti Gilang yang sudah keluar kantin.

"Fabian, jangan mainin perasaan cewek ya" ucap Gilang saat Fabian sudah di sampingnya.

"Takutnya cewek itu sering disakiti orang terdekatnya dan jarang dapet kasih sayang."

"Kok Lo ngomong seolah-olah gue sering nyakitin cewek"

Gilang mengedikan bahunya, "Lo kalo gak cinta sama seseorang jangan deketin."

------

"San" panggil Naifa pelan. Santi yang sedang membenarkan tatanan rambutnya pun menoleh lewat cermin di depannya. Saat ini mereka berada di Toilet
"Apa"

Naifa menghela nafasnya, "Tapi lo jangan berfikiran yang aneh-aneh ya"
"Iyaaa. Jadi apa?"

"Kak Gilang itu anak baru ya?" Tanya Naifa

"Yaelah sangkain gue mah lo mau nanya apa!"

"Yaudah sih jawab aja"

"Bukan. Tapi, tapi bentar geh" ucap Santi lalu dengan cepat mengeluarkan ponselnya

"Lo mau ngapain sih? Cepetan gue takut kenamarah. Hampir 10 menit nih kita disini" kata Naifa jengah

"Nah ini!" Ucap Santi lalu menyerahkan ponselnya ke Naifa. Naifa pun menerima dan membaca tulisan yang ada disana

"Jadii, Kak Gilang baru selesai sama kegiatan pertukaran pelajarnya?" Tanya Naifa. Santi pun mengangguk
"Gila sih dia jadi pelajar satu-satunya dari sekolah ini yang ikut pertukaran pelajar di Amerika"

---------

Sebuah suara langkah kaki menghiasi koridor sekolah yang sepi ini. Hari ini Naifa pulang sendiri karena Santi punya kegiatan fanmeeting bareng temen kpopers satu sekolah. kebetulan tadi Viona sudah pulang sehabis mengantarkannya mengembalikan buku.

"Rena" panggil seseorang dengan nada pelan namun terdengar Naifa. Karena penasaran Naifa berbalik dan menemukan Gilang yang berdiri dihadapannya. Naifa menaikan sebelah alisnya karena mendengar nama yang dipanggil Gilang tadi.

"Rena?" tanya Naifa bingung

"Iya. Naifa Adreana" jawab Gilang dengan raut wajah dingin andalannya
"Gak nyambung" ucap Naifa mengutarakan pemikirannya lalu membalikan badan dan melanjutkan perjalanan pulangnya.

Gilang mencekal tangan Naifa yang membuat langkah perempuan itu berhenti. "Pulang bareng gue" Ucapnya kemudian. Naifa melepas cekalan itu lalu "Gue bisa sendiri kok kak. Makasih" tolak Naifa secara halus.

"Anak perempuan gak baik pulang sendiri"

Naifa berusaha tetap berdiri pada tempatnya tanpa menoleh ke arah Gilang.
"Gue udah biasa kok kak. Makasih atas tawarannya" ucap Naifa segera melangkahkan kakinya sebelum Gilang menjawabnya. kebetulan sewaktu ia sampai di depan gerbang, angkot yang akan ia naik sudah dateng. Segera ia naik mencari tempat duduk lalu pergi.

--------

Naifa ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang