1. Suneung

2.9K 225 19
                                    

^Aku harap awan datang padaku. Tak lagi bersama badai dan hujan tapi dengan pelangi yang mewarnai langitku.ㅡ Hwang Eun Bi ^

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ


[Seoul,November 2015]



Gadis berseragam sekolah itu mengerjap kala menyaksikan kertas hasil ujian Suneung-nya terhempas ke lantai. Sama dengan lembaran itu,perasaannya tercampakkan.

"Nilaimu sangat sempurna,Hwang!" sarkas pria berkacamata yang duduk di sofa ruang tamu. Tatapannya bagaikan badai saljuㅡbegitu dingin.

Hwang Eunbi meremas ujung roknya. Matanya mulai memanas. Dengan susah payah ia menelan salivanya.
"Cheosonghamnida." Dari sekian ungkapan yang sudah mengumpul di kalbu hanya kata itu yang keluar.

Pria berdasi rapi itu tersenyum miring.
"Maaf? Permintaan maaf tak cukup untuk mengembalikan reputasi keluarga ini. Gara-gara kau,satu keluarga menganggung malu."

Jung Bi yang duduk bersandarkan sofa tiga dudukan mengamati putrinya yang semakin hari membuatnya naik darah. "Aku tak menyangka memiliki anak yang bodohnya minta ampun."

Sial,kenapa telinganya tidak tuli saja? Lama-lama Sinb jenuh mendengar kalimat-kalimat ibunya yang selalu menyudutkan dirinya. Sinb menundukkan wajah. Kali ini ia harus bisa menahan cairan bening agar tetap di tempatnyaㅡkelenjar air mata.

Pandangan Hyung Shik beralih ke istrinya. "Kau juga,Jung. Selama ini apa yang kau lakukan sebagai ibu? Kau hanya sibuk dengan butikmu."

"Sebagai ibu aku sudah melakukan yang terbaik. Aku sudah menyuruhnya untuk bimbel. Jangan lupakan siapa yang selama ini membereskan aib-aib Eunbi di sekolah! Berhenti menyalahkan aku karena kau juga sama-sama sibuk!" seru Jung Bi melipat tangannya di dada.

Tatapan Hyung Shik kembali ke arah putri bungsunya yang kepalanya  semakin condong ke bawah.
"Lalu kenapa nilaimu masih seperti ini,Bi? Apa yang selama ini kau lakukan di sekolah? Tidur? Bolos? Mau jadi apa kau?"

Hening. Sinb merasa seolah pita suaranya terkikis. Apa ia harus membuat diary dan video aktivitasnya selama di sekolah maupun di rumah supaya kedua orang tuanya tahu apa saja yang ia lakukan? Yang benar saja. Itulah akibatnya jika orang tua terlalu sibuk dengan dunia masing-masing sampai mengabaikan kehidupan anak-anaknya.

"Hei,jawab appa sekarang! Apa yang harus kami lakukan? Menguliahkanmu? Mencarikanmu pekerjaan? Atau menikahkanmu dengan sebarang orang? Siapa yang akan mau menerimamu?"

Sinb menghela napas. Sungguh ucapan kedua orang tua itu sudah kelewat batas. Meski hinaan sudah menjadi menu kesehariannya tetapi kali ini cacian ini sungguh berat untuk diterima.

"Aku tahu aku bodoh tapi bisakah kalian menghargai jerih payahku? Sedikit saja," seru Sinb mengangkat wajahnya.

"Jerih payah katamu?" Jung Bi terkekeh,"lihatlah kakakmu! Tiada hari tanpa belajar. Sekarang sudah berada di kampus terbaik di Seoul. Kau? Bahkan sejak dulu namamu tak pernah bertengger di urutan peringkat sepuluh besar. Apalagi kejuaraan,mimpi."

Sinb tersenyum kecut. Setiap hari ia menyempatkan diri ke perpustakaan untuk belajar dan terus belajar. Ia tak akan makan sebelum berhasil mengerjakan soal-soal matematika yang jumlahnya ratusan. Meskipun nilai ulangannya tidak pernah sempurna tapi ia pantang menyerah.

Seringkali Sinb depresi karena kesulitan dalam belajar. Bimbel hanya membuatnya semakin malu dan stress. Setiap bangun tidur kepalanya terasa sangat pusing akibat menghafal rumus sebelum tidur. Kenyataannya kemampuan intelektualnya hanya sebatas siswa pada umumnya. Ia berbeda dengan keluarganya yang punya otak jenius.

MY IDOL (Because I'm Stupid)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang