"Ayesha?" suara indah bundaku terdengar dari balik pintu kamar.
Diantara banyak keluarga, bunda yang paling ngotot menjodohkan aku dengan anak teman-temannya. Hampir tiap hari tiada lelah bibir Bunda menceritakan satu persatu calon suami yang akan diperkenalkan padaku.
Ada yang sudah berhasil dalam membangun usaha lah, hafis lah, patuh pada orang tuanya lah, dan ada juga yang sudah bekerja di perkantoran, lulusan terbaik dari arab saudi, dan masih banyak lagi deretan lelaki yang katanya sangat cocok untukku. Emangnya aku ini ratu sampai harus dijodohin sama mereka yang keren. Tepok jidat!
"Ayesha, kamu lagi apa nak?" kepala bunda sudah terlihat di balik pintu kamar.
"Lagi rapihin pakaian di lemari, Bunda!" aku menghentikan kegiatan itu. Dan berjalan menghampiri bunda ke pintu.
Di sana bunda tersenyum manis padaku, yang berhasil membuat aku mengernyitkan dahi heran.
"Wah, ada apa ini?"
Biasanya kalau ibu satu ini sudah menunjukan senyum horor seperti itu. Ada petanda yang tak enak akan terjadi setelahnya.
"Kedepan sebentar yuk, Ayah manggil."
Tuh kan! Apa dikata.
Kalau sudah urusan dengan ayah, tidak salah lagi kalau ada sesuatu yang bikin aku malas pakai bangat. Apa lagi kalau bukan perjodohan dan perjodohan. Huuf, Astagah!
Aku menghela nafas jengah. Dan Mangguk singkat pada bunda.
"Ya sudah, sana ganti baju. Bunda tunggu di depan ya, kak."
Bunda menutup kembali pintu itu, aku kembali berjalan lunglai ke arah lemari untuk mengambil hijab yang akan dipakai. Tak berniat untuk menganti dengan yang baru. Cukup pakaian ini saja. Gamis sederhana yang biasaku kenakan bila di rumah.
Tapi, aku kembali melamun. Bingung dengan apa jawaban yang akan diberi nanti. Kalau benar di depan sudah ada keluarga lelaki yang mau dijodohkan. Aku mencoba membuang isi pikiran itu.
"Ya Allah, semoga itu gak bener!" Aku mengusap wajah dua kali. Berusaha menenangkan diri.
Sebelum beranjak dari kamar, aku menyempatkan untuk bercermin sebentar. Setidaknya pakaian yang aku kenakan tidak berantakan dan terbuka tentunya.
Setelah 10 menit berlama-lama di kamar. Aku mulai keluar berjalan ke ruang tamu. Sebelum itu di meja makan, tatapan-tatapan aneh dari kedua adik perempuanku bikin risih apa lagi ada bumbu ketawa usil di sana.
"Semangat, Kak! Calonnya ganteng banget tau," kata Choti adik bungsuku yang memiliki penyakit terkepo akut tentang perjodohan ini.
"Bismillah dulu ya, kak! Apa pun jawabanya itu yang terbaik untuk kak Ayes, kami mendukung kakak selalu," itu kata Afrin adikku yang kedua. Yang selalu mengeluarkan kata-kata penyejuk hati.
Aku tersenyum pada mereka. Afrin yang paling tahu tentang beban perjodohan ini. Hanya padanya aku berbagi cerita. Umur kami pun hanya beda dua tahun. Dan kami sangat akrab.
Salah satu alasan kedua orang tua ngotot banget menjodohkan. Itu karna Afrin sudah ada yang melamar. Dan dia setuju dengan lamaran lelaki itu. Pihak lelaki ingin segera melangsungkan pernikahan. Karna aku anak tertua harus lebih dulu menikah sebelum mereka. Bayangkan, apa yang harus aku lakukan kalau alasanya seperti itu. Bingungkan? Aku pun sama.
.
.
.
Di ruang tamu, tepatnya di kursi jati itu. Aku duduk bersisian dengan bunda. Di hadapan kami ada suami istri yang sebaya dengan orang tuaku. Di sampinya ada seorang pemuda berpakaian kasual. Bernama Harun Abizar.Aku kenal betul dengan Harun. Dulu dia satu genk dengan Arvino bahkan teman akrab. Jujur, aku sedikit kaget kalau dia yang akan dijodohkan denganku.
"Ayesha," pangil ayah lembut.
Aku menoleh pada ayah dan tersenyum tipis.
"Udah kenal kan sama nak, Harun. katanya kalian satu sekolah dulu."
"Buset, udah sampe ke zaman purba aja cerita mereka."
Aku menahan nafas, menatap ayah yang terlihat berbinar saat membicarakan tentang aku dan Harun.
Aku menoleh sekilas pada Harun. Sebelum meanggukan kepala. dan berharap kalau di fikirin ini tidak lah benar. Jika ayah ingin menjodohkan aku dengan dia.
"Iya, Yah!"
"Berarti kakak sudah kenal lebih dulu dengan Nak Harun, dia seorang yang baik kan? ayah aja baru pertama kali ketemu sudah bisa melihatnya," Ayah melempar senyum termanisnya. Membuat aku benar-benar tidak bisa membantah.
Ya benar, Harun memang anak yang baik serta pintar, bahkan dia dijuluki seorang yang jenius. karna kepintaranya yang selalu mendapat nilai tertinggi waktu sekolah. Dari pujian itu membuat Harun sedikit sombong. Itu alasanya kenapa aku tak pernah suka dengan sikapnya.
Kegelisahan aku belum berakhir ternyata. Ketika ayah kembali bersuara. Seluruh tubuhku merinding sesaat. Mata kami saling berpandangan.
"Ayesha, Nak Harun dan keluarganya datang untuk melamar kakak, Ayah sama Bunda sudah setuju."
Deg!
Aku memandang wajah kedua orang tuaku. Wajah penuh harap. "Gimana dengan kakak?"
Kalimat terakhir ayah berhasil membuat tubuh ini mematung. Aku berusaha memperbaiki pernafasan. Memejamkan kedua mata. Reflek kedua tangan mencengkram pada lutut. Ini yang keempat kalinya seseorang melamar aku dan datang ke rumah.
Aku sadar dengan efek buruk menolak lamaran ini, yaitu mereka langsung memutuskan tali silaturahim. Dan itu sangat ditakuti oleh ayah dan bunda.
Tapi, kembali ke perasaanku, apa aku siap menerima Harun. Yang sama sekali aku tidak menyukainya. Bahkan dia teman dekat dari Vino. Seorang pria yang membuat hati ini kacau. Hingga sampai sekarang aku masih menunggu. Menunggu kedatanganya yang telah berjanji untuk melamarku.
"Vin, kamu gak lupa kan sama janji kita, aku bingung sekarang, tolong kasih aku keputusan yang jelas, aku mohon!"
Mohon dukungannya ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Penantian Ayesha (Lanjut S2)
RomancePart lengkap, untuk bagian dua tersedia di Innovel dan Dream** Bekasi, 5 Januari 2019 Untuk Miyas Alvino Assalamualaikum Apa kabarnya? aku berharap kamu dalam keadaan sehat dan selalu dilindungi oleh Allah, Aamiin. Sudah lama tidak berjumpa ya, maa...