Seminggu lalu ketika pulang dari Bandung. Harun lebih gencar datang menemui ayah ke rumah untuk membahas rencana pernikahan, dia ingin mempercepat tanggalnya. Berbagai cara ia lakukan membujuk ayah dan bunda menyetujui.
Kenapa dia begitu bersikeras ingin menikahiku? Seolah Harun sengaja supaya aku dan Vino tak bisa bersatu.
Egoistis banget kan?
Apa coba maksudnya. Memaksa seorang perempuan yang jelas-jelas tidak menginginkan pernikahan itu.
Di balik jendela kamar aku menopang dagu memandang pada hujan yang tengah gerimis deras. Pikiran ini terus tertuju pada seorang adam yang telah mencuri hatiku.
Vino.
Sedang apa bersama siapa. Apa dia sudah makan dan apakah dia baik-baik saja? Berharap Vino memiliki cara membatalkan keinginan Harun yang egois itu.
"Kapan Vino datang untuk ketemu ayah?"
"Assalamualaikum!"
"Walaikumusalam." Aku menoleh pada seseorang yang muncul di balik pintu dengan tergesa-gesa."kenapa sih, Rin. Kok buru-buru gitu?".
"Kak, di luar. Ayah lagi marah-marah."
"Marah? Marah sama siapa?" Aku bangkit dari kursi menatap adik perempuanku lekat.
"Aa Vino."
"Vino, di depan sama ayah?"
Afrin mengangguk kencang dengan wajah gelisah.
"Sejak kapan?" Aku mulai panik, melangkahkan kaki ke sana kemarin. Ada sesuatu yang ingin aku ambil. Karena pikiranku tiba-tiba kacau oleh kedatangan Vino jadi lupa mau mengambil apa.
Oh iya, aku baru ingat kalau ingin berganti pakaian dengan hijab dalam.
Buru-buru mencari gamis di lemari dan menukarnya dengan daster tidur.
"Buruan Kak!" Desakan Afrin semakin membuatku kesulitan mengenakan pakaian itu. "Afrin takut kalau ayah ngamuk!"
"Nggaklah, kenapa pula ayah ngamuk-ngamuk!"
Aku juga tak bisa membayangkan bagaimana situasi di luar. Dan paling disesali kenapa Vino tidak mengabari lebih dulu.
Setelah di rasa selesai, aku berlari ke luar kamar hingga dinding pembatas antara ruang tamu dan ruang keluarga. Di sana sudah ada Choti tengah mengintip.
"Kakak, ayo sini."
Di depan pintu di atas kursi roda Vino duduk menghadap Ayah yang duduk di sofa panjang di temani bunda. Di sofa sebelahnya ada om Furqan. Sepertinya mereka sudah sejak tadi memulai obrolan.
Kalau melihat mimik ayah yang memasang tampang marah begitu tidak bisa di sebut sedang mengobrol.
Aku penasaran sudah sampai mana isi pembicaraan mereka.
"Apa yang membuat kamu percaya diri bertamu pada malam hari, dan melamar putri saya yang sudah memiliki calon suami?"
Hah? Vino sudah melamar?
"Karena saya tidak ingin Om menyesali pernikahan itu nantinya."
"Apa maksud kamu?"
"Maksud saya, saya ingin menyelamatkan kebahagian Yesha, Om. Karena saya yakin kalau Yesha tidak menginginkan pernikahan itu."
"Jangan takabur kamu!" bentakan Ayah membuat suasana semakin runyam.
Aku yang berada di belakang saja ikut merasa gemetar dan ketakutan. Apa Vino juga sama? Tapi tidak ada rasa takut atau pun keraguan di wajah pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penantian Ayesha (Lanjut S2)
RomansaPart lengkap, untuk bagian dua tersedia di Innovel dan Dream** Bekasi, 5 Januari 2019 Untuk Miyas Alvino Assalamualaikum Apa kabarnya? aku berharap kamu dalam keadaan sehat dan selalu dilindungi oleh Allah, Aamiin. Sudah lama tidak berjumpa ya, maa...