Tamat

1.9K 118 13
                                    

"kesalahan merupakan suatu keniscayaan yang pernah dilakukan oleh setiap manusia. Maka dari itu, jadilah hamba-Nya yang ikhlas serta pemaaf."
.
.

Setiap orang pasti memiliki pengalaman hidup yang sulit dilupakan. Termasuk aku,  sudah dua bulan ini menyembuhkan diri, hati dari kehilangan masih saja belum cukup. Di tambah bayangan di mana perempuan itu sebagai penyebabnya. Membuat rasa sesal di hati terus bermunculan bagai duri yang menusuk-nusuk tanpa henti.

Ah,aku sungguh malas mengingatnya.
Apa lagi mengingat wajah si pembohong besar itu yang tampak ayu namun tak sesuai dengan sikapnya.

Nggak ngerti memang dengan jalan pikir orang sampai mengucapkan kalimat dusta menciptakan mala petaka buat orang lain.

Menghela nafas lupakan saja masalah itu, toh semuanya sudah kembali normal.

Selepas beberes bersihin rumah dan selesai menjemur pakaian, aku mengistirahatkan tubuh duduk di kursi rotan teras rumah yang berhadapan langsung ke jalan besar tapi bukan jalan raya.

Pengendara nggak terlalu ramai yang melewatinya, hanya pejalan kaki atau pedagang keliling. Sesekali anak-anak, remaja berseragam sekolah berbondong-bondong untuk pulang ke rumah masih-masing.

Senang tinggal di daerah ini. Vino memang pintar memilih lokasi hunian. Dan nggak berasa saja aku sudah satu minggu berada di Bandung. Di rumah yang suamiku bangun untuk kami tinggal bersama anak-anak kelak. Insya Allah.

Ya, meski rumah ini juga memiliki kenangan buruk, huff!

"Assalamualaikum, Neng. Jangan ngelamun atuh nanti kerasukan nyai loh !"

Aku tersentak mendengar panggilan ibu-ibu tukang sayur keliling yang baru saja lewat depan rumah.

"Wa-waalaikumusalam!" jawabku diikuti cengiran malu. Entah kenapa tiba-tiba melamun di siang bolong seperti ini.

Pandanganku terus memperhatikan ibu tukang sayur yang semakin menjauh. Tumben aja dia nggak mampir menawarkan sayurannya untuk dibeli. Biasanya dia selalu memaksaku memborong sisa sayurnya karena malas bawa pulang. 

Di saat fokusku mulai berkurang pada jalanan. Ada sosok yang mendekati pagar. Dia seorang perempuan berhijab hitam dan bercadar.

Siapa?

Dia berdiri lama di depan pagar pandangannya jelas mengarah padaku. Bersusah payah diri ini mencoba untuk mengenali, namun tak seorang pun nama terlintas di pikiran.

Aku berdiri setelah orang itu masuk dengan mendorong pagar. Setelah mendekat, barulah aku sadar akan dirinya.

"Ada urusan apa?"

Nggak bisa dipungkiri jin dalam diriku terasa terbangun ketika mengetahui orangnya.

Dia Arini. Ya, perempuan pendusta yang sempat sekilas terpikirkan olehku.

"Assalamualaikum!" ucapnya.

Rasa malas menjawab salamnya tengah memenuhi ruang hatiku. Mengingat seorang muslim yang di wajibkan menjawab salam sesama hamba-Nya. Aku mencoba menjauhi rasa dendam.

"Walaikumsalam."

"Maaf kalau kedatanganku membuat kamu terganggu, Yesha."

"Nggak usah basa basi, jelasin aja tujuan kamu," jawabku dengan sorot mata menyala. Seolah-olah saat ini aku sedang mempersiapkan kuda-kuda untuk melawan musuh. Dan tak ingin dibodohi seperti sebelumnya.

"Bagaimana kabar kamu sekarang?"

Tertawa sinis, dia bertanya tentang kabar? Hello, ke mana saja dikau selama ini Tukiyem, akibat keegoisan kau aku kehilangan sesuatu yang berharga. Tidak ada guna kau tahu keadaanku sekarang.

Penantian Ayesha (Lanjut S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang