Bab 25

1.8K 134 11
                                    

Lantunan adzan subuh membuatku tersadar dari lelap. Beristigfar, menenangkan diri sejenak sebelum melangkah untuk mendekat hingga sisi ranjang Vino.

Aku memandangnya yang masih menutup mata sejak operasi kemarin, dengan selang ogsigen dan infus menempel pada tubuhnya. Jujur, aku ingin sekali melihat Vino bangun menanyakan keadaanya, apa yang dia rasa saat ini.

Menghela nafas satu kecupan mendarat di kening Vino. Dan tak lupa membisikan beberapa kali kalimat solawat di kuping kanannya.

"Aa, cepat bagun, Ayes kangen."

Wajah pucat membuatku nggak tega. Satu kecupan lagi aku jatuhkan di pipi dan memeluk tubuh lemahnya.

Detak jarum jam terasa nyaring di telingaku. Hening, suara adzan tadi sudah berhenti. Melirik pada jam di dinding. Aku baru tersadar sudah lima menit melewatkan sholat subuh.

Astagfillulah! Aku bergegas berjalan ke kamar mandi mengambil wudhu dan menunanikan ibadah. Selepasnya, mencari alquran yang sering kubawa di dalam lemari kecil deket jendela. Membuka halaman surah albaqarah, dan mulai membacanya ayat per ayat.

Samar-samar aku mendengar suara memangil-manggil. Tidak terlalu kutanggapi, lanjut membaca ayat-ayat Allah dalam alquran. Mungkin suara dari luar atau suara dari balik jendela. Karena memang di seberang jendela ada pasian yang suka sekali teriak-teriak nggak jelas sejak kami menempati kamar ini.

Fokusku kembali terpusat pada bacaan, tapi suara pangilan yang terdengar lemah kembali terdengar. Menoleh patah ke arah belakang, di mana tempat tidur suamiku berada. Aku terkesiap melihat bola mata Vino menyorot lemah dengan garis senyum tipis di bibirnya.

"Masya Allah, Aa?" Aku bangkit dari sajadah, sedikit berlari dengan hati bahagia."Alhamdullilah, Ya Allah."

Aku terus mengucap syukur mengemukan rasa bahagiaku melihat Vino sudah bangun. Tanpa henti, kecupan hangat terus menjajal pipi serta keningnya.

"Aa, haus."

Aku bangkit dan bersegera meraih gelas yang memang sudah dipersiapkan. Sebelumnya dokter sudah memberitahu jika Vino akan merasan haus jika bangun. Sesuai intruksi dokter juga aku hanya memberinya tiga sendok air putih.

"Sedikit dulu ya minumnya."

"Sudah jam berapa?"

"Sudah jam 4:40, Aa."

Vino memejamkan kedua matanya sesaat sebelum kembali memandangku,"Bantu, Aa tayamum ya."

Aku tertegun sama permintaan Vino. Sedetik setelahnya aku mengangguk patuh. Serta berpikir keras dengan apa ia bertayamum? Mukenah masih terbalut rapi, aku memandang sekeliling ruangan, dan melihat sajadah bekas sholat subuh tadi masih terbentang begitu saja di atas lantai. Tanpa berpikir lagi aku bersegera melipat rapi sajadah dan mendekatkan di hadapan Vino.

Ia begitu khusuk membaca doa sebelum memulai bertanyamum. Aku memandangnya kagum. Dalam keadan seperti ini ia masih teringat untuk beribadah. Masya Allah. Merasa bangga menjadi pendamping pria shalih seperti Vino.

Masih setia duduk di sisi ranjangnya menunggu ia selesai sholat sambil terbaring. Aku lanjut menyambung bacaan ayat suci yang terhenti tadi dalam hati. Setelah itu, aku bergegas memangil dokter jaga untuk memberi tahu kalau suamiku telah sadar.

20 menit dokter itu memeriksa keadaan Vino. Alhamdulilah suamiku baik-baik saja. Nggak ada hal yang menguatirkan setelah pasca operasi.

Langit perlahan berganti warna, memberi cahaya terang bagi bumi. Aku masih duduk di sisi ranjang Vino memandangnya dalam lelap. Ia tampak lelah wajah pucatnya benar-benar membuat tenagaku menghilang setengahnya. kasihan!

Penantian Ayesha (Lanjut S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang