Bab 30

1.3K 107 24
                                    

Biar pun embun terlihat indah dan memesona di lengkungan dedaunan, tetap tak sebanding oleh kuatnya sinar mentari yang menghangatkan. Seperti hal-nya rinduku padamu.
.
.
.

Sudah lebih satu bulan lamanya Vino bolak balik Bandung-Bekasi selama itu pula hanya dua kali kami bertemu dan itu cuma 24 jam. Nggak seperti yang dia janjikan akan pulang seminggu sekali. Katanya belum bisa meninggalkan pesantren terlalu lama apalagi saat tahun ajaran baru banyak yang mesti di urusin.

Yeah, aku apa atuh. Mengeluh pun juga nggak mampu. Hanya bisa diam sambil menunggu kabar darinya, tak lupa menitipkan doa keselamatan di setiap sujutku.

Selain galau karena pak suami, juga pusing karena daya tahan tubuh nggak bagus. Beberapa hari ini merasa enggak enak badan. Entah karena cuaca yang memang sering hujan tiap sore atau kelelahan.

Kalau di pikir-pikir lagi selama di rumah ibu nggak ada kegiatan yang terlalu berat. Jika bosan aku bisa main ke rumah bunda atau sengaja menganggu Puput di istana roti.

Bicara tentang Puput sekarang dia sedang menjalani diet ketat. Katanya dia juga ingin menjadi pengantin dalam waktu dekat. Ah, seneng dengernya. Semoga keinginan sahabat baikku itu disegerakan oleh Allah.

Paling mengejutkanku ternyata Puput diam-diam menjalin hubungan dengan musisi yang sering tampil di kafe istana roti. Pantes dia selalu tampak aneh kalau bertemu dengan mas-mas gondrong. Bodohnya kenapa aku tak pernah sadar. Padahal setiap makan siang dan bersantai di sana Puput selalu membicarakan si lelaki bahkan tak henti mulutnya memuja dan memuji.

Sibuk memikirkan masalah sendiri aku nggak pernah memperhatikan Puput.

Jahat kamu Ayesha.

Pandanganku mengarah ke jam dinding. Di sana sudah menunjukan pukul 2 siang. Setengah hari di kamar, keluar cuma untuk makan.

Dasar si pengangguran. Cuma nggak enak badan aja manja banget. Cih!

Aku bangun dari sana, meski badan terasa sakit semua. Bahkan persendian terasa kaku, kram, perut kram, pusing yang bikin mual.

"Nak Ayes gimana keadaanya, apa masih sakit?"

Aku sedikit kaget dengan kemunculan ibu yang tiba-tiba di balik pintu. Pintu sengaja nggak aku kunci.

"Masih agak pusing, Bu."

Beliau masuk hingga mendekatiku,
"Terus itu mau ke mana, istirahat aja kalau masih sakit."

"Mau nambah air minum."

"Minta tolong Alisa aja."

Ibu merebut gelas itu berjalan ke ambang pintu dan setengah berteriak memanggil Alisa. Tak perlu waktu banyak gadis cantik itu muncul menerima perintah.

Aku kembali duduk di ujung kasur merasakan nikmatnya rasa sakit yang menghujam di seluruh tubuh ini.

Aneh, biasanya sehabis mengkonsumsi obat  parasetamol aku akan cepat membaik.

Dulu ketika masih kerja sering merasa pegal dan nggak enak badan. Tapi sakit kali ini terasa banget perbedaanya.

"Kita periksa aja yuk ke bidan, biar tau kamu sakit apa, udah terlalu lama sakitnya loh, takutnya kenapa-kenapa."

Ibu ikut duduk di sisiku.

"Ayes nggak apa-apa kok, Bu. Bentar lagi juga sembuh."

"Jangan menganggap remeh suatu penyakit, ada baiknya periksa."

"Bener, Kak. Ke bidan deket rumah aja," sela Alisa muncul dari membawa segelas minuman di tambah teko berisi air.

Mungkin maksudnya supaya aku nggak kesusahan mengambilnya.
Menerima pemberian Alisa dengan hati bahagia, tak terpikirkan olehku ide itu.

Penantian Ayesha (Lanjut S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang