Bab 27

1.4K 110 0
                                    

Dua minggu berlalu, setelah kejadian yang tak sedap di meja makan. Arini tidak lagi menunjukan diri di hadapan kami. Membuatku bisa bernafas lega. Karena aku tak tenang melihat Ayesha menjadi muram.

Ya, aku tahu dia terganggu dengan kehadirannya. Tapi bingung juga bagaimana melarang seseorang jika ingin bertamu.

Dengan bantuan tongkat aku berjalan dari kamar mandi setelah membersihkan diri. Di atas kasur istri cantikku masih setia terlelap dalam mimpi indahnya. Tubuh mungilnya tertutupi selimut tebal berbulu kesayanganya.

Dia sangat lucu bila sedang tertidur. Wajah manisnya begitu sedap dipandang. Hem, betapa beruntungnya diri ini memiliki bidadari secantik Ayesha. Perempuan lembut, penyabar, dan baik hati, tentunya seorang istri shalihah. Sudah sudi menerima keadaan aku yang cacat ini.

"Sayang, ayo bangun."

Pangilanku berlalu begitu saja, Ayesha masih belum bergeming. Melirik jam tergantung di dinding sudah menunjukan pukul 4, sebentar lagi adzan subuh akan berkumandang.

Aku menggeser tubuh untuk lebih dekat lagi dengan Ayesha. Mendekatkan bibir hingga menyentuh daun telinganya,"Humaerahku, ayo bangun." Tak lupa satu kecupan mendarat di pipi kirinya dan berhasil membuat dia terganggu. Dia menggeliat di posisinya.

"Hem, A'a, udah jam berapa?" tanyanya masih saja memejamkan mata.

"Jam 4 sayang."

"Hah? Jam 4?"

Aku tak tahan untuk tidak tersenyum melihat tampang kagetnya. Ayesha buru-buru mendudukkan tubuh dengan mata masih mengantuk tanpa menyadari sesuatu yang indah itu kembali terlihat dibalik selimut.

Membantu menyelimuti tubuhnya kembali.

Kasihan, baru dua jam lalu dia bisa tidur karena aku terus mengganggunya. Dia jadi tak sempat mengenakan pakai karena lelah.

"Maaf ya, karena Aa tidurnya jadi kurang."

Dia menggeleng-geleng dengan tersenyum polos, semakin tampak imut saja di matamu.

"Kan nggak sering, Aa."

"Terima kasih."

"Iya, suamiku, yaudah Ayes mau mandi."

Aku membantunya mengambilkan handuk di lemari untuk membaluti tubuhnya."Aa mau ke masjid bareng bapak, nggak papa Ayes sendirian di sini."

Dia menggeleng,"Iya sana, keburu adzan, nanti nggak sempat sholat Sunnahnya."

Aku bangkit dari kasur dengan bantuan satu tongkat. Memperhatikan Ayesha yang masih kesulitan untuk bangun.

"Ada yang sakit?"

Dia nyengir kuda membuat aku menyipitkan mata aneh,"Agak sedikit kram."

"Apanya?"

"Pinggulnya," katanya.

Hatiku merasa iba dan juga sedikit bersalah. Apa karena ulahku tadi malam Ayesha jadi kesakitan.

Mengulurkan satu tangan untuk membantunya beranjak dari atas kasur. Setelah sama-sama berdiri di lantai aku memeluk tubuh mungil Ayesha.

Akhir-akhir ini aku memang selalu minta jatah sama Ayesha. Dia juga tidak pernah menolak selalu menerimanya dengan senang hati. Bodohnya aku tidak menyadari kesehatan istri sendiri.

"Ada apa, Aa? Katanya mau ke masjid?" tanyanya memperhatikan diriku secara keseluruhan,"Oh iya, itu belum di pasang ya?"

Tunjuk Ayesha pada satu kaki ku yang belum di pasang gip. Dia berjalan di mana letak kaki palsu itu simpan. Lalu membawa diri ini kembali duduk di ujung kasur.

Penantian Ayesha (Lanjut S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang