Bab 24

1.7K 120 11
                                    

Sudah dua jam operasi Vino berlangsung. Dibalik pintu lebar berwarna biru itu aku menunggu, ditemani orang tua, mertua, dan Alisa. Mereka asik mengobrol satu sama lain sebagai obat penenang diri.

Sedangkan Aku sendirian sibuk memikirkan keadaan Vino di dalam. Bagaimana keadaanya, apa dia sedang kesakitan? Meski tidak karena sudah diberi obat bius tetap saja aku cemas.

Berulang kali melirik jam di lengan kiri berulang kali juga helaan nafas terhembus dari bibir. Aku mencoba menenangkan diri dengan membaca mushaf kecil yang sering kubawa. Memahami bacaanya dan makna yang terkandung. Namun, rasa kuatir belum juga berkurang.

"Ayes, belum makan siang kan, makan dulu gih."

Aku menaikan pandangan pada bunda yang duduk di kursi besi tepat di hadapanku, di sampingnya ada ayah yang juga ikut memperhatikan kami. Sebelum menjawabnya, tak lupa menutup mushaf di genggaman.

"Nanti aja, Bun. Belum laper, Bunda kalau mau cari makan sama ayah, nggak papa kok duluan aja."

Bunda tampak menghela nafas berat di posisinya,"Yang Bunda suruh itu kamu, Kak. Malah suruh Bunda yang pergi, kami sudah makan sejam yang lalu," ucapnya,"udah sana istirahat dulu, operasi nak Vino masih satu jam lagi selesainya."

Hendak menjawab, tapi suara bu Nining dan suaminya lebih dulu menyela,"Iya Nak Ayes, harus bisa jaga kesehatan jangan Vino dirawat Nak Ayes juga ikutan dirawat gara-gara makan suka telat."

"Nggak usah kuatir, Vino akan baik-baik aja, kan ada kami di sini nanti kalau sudah selesai Bapak akan pangil," lanjut bapak mertua tak kalah seriusnya.

Aku semakin nggak enak untuk menolak. Bukannya tidak mau, karena memang selera untuk makan itu tidak ada. Rasa lapar menghilang sejak pagi, terakir makan nasi ketika menemani suami untuk sahur.

"Ayo Kak, aku temanin," tawar Alisa, dia sudah berdiri di sampingku.

Semakin tidak enak menolak. Aku ikut bangun dari kursi. Berjalan bareng menuju kantin RS.

Sudah lima menit kami duduk di kantin rumah sakit. Entah kenapa perasaan ini tidak bisa tenang. Di atas meja sudah ada dua piring nasi goreng yang masih mengepulkan asap panas.

"Ayo, Kak dimakan," kata Alisa. Mengangguk kecil mencoba mamaksakan untuk memakannya.

Dalam suapan masih sempat juga aku melirik jam di lengan, di sana sudah menunjukan pukul 14 lewat 15 menit. Jika sebelum ashar selesai operasinya seperti apa kata dokter, berarti sisa beberapa menit lagi. Aku ingin yang pertama melihat kondisi Vino. Ah sedikit menyesal jadinya untuk pergi dari sana.

"Kak?"

Aku sedikit tersentak oleh panggilan Alisa,"Eh, ya Sa?"

"Alisa tau Kakak kuatir sama kondisi Aa, tapi Kak Ayes juga harus jaga kesehatan, kalau Aa tau Kak Ayes seperti ini mungkin dia bakal sedih." Seyum lembut Alisa terasa menyejukan hati. Khimar cokelat tampak terlilit cantik di wajahnya. Dia memang gadis yang sangat manis yang pernahku temui.

"Maaf ya Sa, buat kalian semua cemas."

Dia mengelengkan kepala,"nggak Kak, harusnya kami yang minta maaf dan ucapkan terima kasih, karena kasih sayang kak Ayes begitu besar untuk Aa."

Aku hanya tersenyum menyikapi,"Insya Allah, Sa. Rasa itu nggak akan berkurang sampai kapanpun."

"Alisa tau Kak."

20 menit kami menghabiskan waktu di kantin. Niat kembali ke ruang operasi, tapi baru dua langkah suara adzan ashar sudah terdengar.

"Alhamdulilah, kita aholat dulu yuk Kak ke mushola."

Penantian Ayesha (Lanjut S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang