Bab 5

3.1K 190 6
                                    

☕☕☕

Namanya remaja labil ya gitu, kalau sudah dapatkan kejutan manis dari seorang cowok semuanya bakal terasa indah. Sesuatu yang tadinya terlihat jelek dianggap cantik. Sesuatu yang tadinya pahit terasa manis. Seolah di dalam hatinya ada sepasang kupu-kupu cantik terbang melayang, sehingga menggoda bibirnya untuk selalu tersenyum merona.

Selama perjalan pulang, bibir ini tak henti-hentinya membuat garis melengkung. Bayangan Vino menyanyikan lagu tadi di cefe, yang spesial untuk aku. Tidak pernah enyah dari benak dan tak ingin melupakan. Akan aku jadikan ini sejarah yang harus dikenang hingga anak cucuku nanti.

Para anak, cucu dan cicitku. Beginilah kisah nenek dan kakek kalian di masa muda. Kakek kalian rimantis kan? Xixixi

Aku menggigit ujung jari untuk menahan tawa atas apa yang ada di benakku. Sungguh absurd banget. Masih 16 tahun udah mikirin sampai kesana. Aku menggeleng-geleng kepala.

Astaganagah, otak aku emang perlu di bedah sesekali, biar gak sering keluar dari jalur.

Aku melirik Vino di samping. Wajah yang tenang dan selalu nyaman bila di pandang. Salah satu yang bikin aku semakin senang jika bersama dia adalah. Vino nggak pernah ninggalin aku barang selangkah pun. Dia selalu berusaha menyamakan posisi berjalannya. Ia faham dengan keterbatasan aku ketika berjalan itu selalu lambat.

Tahu kan kalau aku ini hanya seorang gadis pendek. Tinggi 155 cm. Udah pendek, lamban lagi. Bahkan di kelas anak-anak suka manggil aku si cebol, ada juga yang manggil siput lah, miss lambat lah. Huuff! Hayati hanya bisa sabar sambil mengelus dada.

"Ayesha, kita duduk di sana dulu yuk," ucap Vino menujuk pada kursi taman pinggir jalan. Aku mangguk mengiyakan.

Aku memilih duduk di ujung kursi dan Vino juga duduk di ujung kursi satunya, memberi jarak kira-kira setengah meter. Setiap bersamanya Vino selalu bersikap sopan padaku. Ia selalu menjaga jarak walaupun sedang jalan berdua seperti ini. Tidak bisa diungkapin semua tentang Vino. Di mataku ia selalu terlihat sempurna. Baik sikap maupun sifat.

Untuk sesaat kami hanya diam memperhatikan kendaraan berlalu lalang. Sampai Vino kembali membuka pembicaran lebih dulu.

"Ayes, sekarang udah fahamkan gimana perasaan aku ke kamu."

Aku menoleh cepat padanya. Dan memandang dia sejenak. Sedikit susah untuk memberi jawaban. Yang pasti aku benar-benar sudah faham dan bahkan sangat mengerti. Jika Vino memiliki rasa terhadapku.

"Apa yang aku ungkapin di panggung tadi, itu serius," kini pandangan Vino tertuju lurus padaku, tidak terlihat ketakutan atau grogi di matanya kala dia mengucapkan kalimat demi kalimat,"Dan apa yang aku rasakan ini telah lama terjadi. Itu sejak kita masih SMP."

Aku menelan saliva dan sedikit kaget. SMP? Aku bahkan belum kenal dengan dia.

"Waktu SMP aku belom begitu percaya diri untuk mengatakan ini, tapi sekarang aku cukup berani."

Vino kembali diam. Seperti sedang mengumpulkan keberanian.

"Apa aku boleh tau tentang isi hati kamu padaku, Yes? Apa prasangka aku itu benar."

Aku mengernyitkan dahi,"Prasangka? Maksudnya."

Bukannya langsung menjawab Vino hanya tersenyum tak jelas. Mengundang kekuatiran dalam diri ini.

"Kalau kamu juga merasakan hal yang sama terhadap aku. Iya kan?"

Aku melongo tak percaya. Sejak kapan cowo di depan aku ini yang baru saja menjelma bagai pangeran dari khayangan menjadi seorang yang sok tahu. Walaupun apa yang dia tebak itu benar adanya. Kalau Ayesha Azizah binti Muhammad Daud menyukai lelaki bernama Miyas Alvino.

Penantian Ayesha (Lanjut S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang