Bab 29

1.1K 106 14
                                    


Selepas dari kejadian itu. Kami kembali rukun. Kehidupan yang dijalani kembali seperti sedia kala. Siangnya Vino tiba-tiba saja kepengen sesuatu. Entah, katanya dia ingin makan goreng bakwan campur teri. Aku sampai ketawa mendengar cara dia meminta. Dia begitu terlihat manja.

Dengan senang hati pula aku membuatkan spesial untuknya.

"Nak Ayes?" 

"Iya Bu?"

Aku memamerkan senyum pamungkas pada beliau.

"Lagi apa?"

"Ini, Aa kepengen dibikinin goreng bakwan."

"Tumben dia mau makan gorengan, biasanya nggak nolak terus, katanya bikin sakit tenggorokan."

Aku tertawa mendengar cerita ibu mertua. Beliau pun juga ikut tertawa. Namun tidak bertahan lama, ibu diam seperti sedang banyak pikiran.

"Ada apa, Bu? Ada masalah kah?"

"Ibu yang mau tanya begitu ke Nak Ayes."

"Ayes? Ayes baik-baik aja kok."

Aku mengaduk adonan itu dengan sendok lalu memindahkan sendok demi sesendok ke dalam wajan supaya terbentuk seperti gorengan.

Lama bu Nining memandangku dengan diam. Entah apa yang tengah beliau pikirkan.

"Maafin Ibu ya, Ibu benar-benar nggak tahu kalau ustad Sholeh meminta hal yang begitu melukai hati Nak Ayes."

Deg!

Aku terpaksa menghentikan kegiatan, tak lupa mengecilkan api kompor agar gorengannya tidak mudah gosong.

"Ibu tau dari siapa?"

"Vino," jawabnya.

Mungkin Vino memang sudah bercerita ke beliau.

"Nak Ayes, keluarga ibu dan ustad Sholah memang sudah kenal lama, apa lagi almarhum istri ustad Sholeh itu orang baik, beliau sering membantu itu kadang-kadang mengunjungi ibu ke sini, makanya Arini sudah ibu anggap Juga sebagai anak sendiri."

Ibu seperti sedang mengambil nafas untuk melanjutkan ucapannya."tapi Ibu benar nggak menyangka si Sholeh meminta hal seperti itu apa lagi di depan Nak Ayes, Ibu benar-benar nggak suka sama pemikiran dia."

"Dia nggak pernah mikir dari permintaanya  ada perasaan orang lain yang terluka," lanjut ibu.

Aku meminta beliau untuk duduk di kursi. Kasihan aja kalau berdiri lama seperti itu.

Setelah mengaduk masakan di wajan, aku duduk di kursi seberang meja. "Ayes udah nggak apa-apa kok, Bu. Lagian Aa juga udah jelasin semuanya."

"Benar Nak Ayes nggak apa-apa? Ibu takut kalau Nak Ayes akan meninggalkan Vino gara-gara masalah ini."

"Astagfirullah, Bu. Mana mungkin Ayes bisa mengambil tindakan seperti itu."

Aku kadang merasa aneh sama sikap ibu. Setiap kali ada masalah beliau selalu mengait-ngaitkan bahwa aku akan pergi dari anaknya.

"Ibu benar minta maaf ya, permintaan Sholeh udah membuat hati Nak Ayes terluka."

Aku memandang ibu penuh, apa seperti ini bentuk pengorbanan beliau terhadap putranya.

"Ibu, jangan minta maaf terus, ini kan bukan kesalahan yang diperbuat Ibu, Ayes jadi merasa terbebani kalau Ibu seperti ini terus."

Aku berpindah duduk di samping ibu, memeluknya dan cukup mengerti dengan apa yang beliau rasakan.

"Jangan jadiin beban pikiran, Kalau Ibu sakit gimana?" aku mencoba meyakinkan beliau tentang ketulusan diriku menjadi pendamping Vino. Karena pernikahan ini bukanlah paksaan, tapi kemauan kami berdua dan tentu atas izin Allah pula.

Penantian Ayesha (Lanjut S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang