Bab 17

1.8K 128 9
                                    

Cuaca siang ini tampak cerah bersahabat. Lihatlah, matahari di atas sana tampak bersembunyi malu-malu di balik awan. Aku tersenyum memandang ke arah langit dari balkon istana roti. Rasanya hatiku bahagia sekali. Tidur yang biasanya tidak nyenyak, semalam aku tidur sangat nyenyak. Sampai bangun subuh pun terasa segar.

Di tempat kerja, Aku menceritakan kejadian kemarin pada Puput. Dia ikut senang mendengarnya. Yang jadi masalah bagaimana aku bisa bertemu dengan Vino untuk memberi tahu pesan ayah untuknya.

Lewat sms atau telfon, aku sedikit malu kalau menghubunginya lebih dulu. Jadi, apa yang harus aku lakukan? Aku minta saran pada Puput. Sebelum dia memberi aku pencerahan dia sudah lari terbiri-birit ke toilet.

Huff, si gendutku satu itu, akibat kebanyak makan makanan pedes sejak pagi sudah berapa kali dia bolak balik ke WC. Kasihan.

10 menit berlalu Puput kembali dengan hembusan nafas lega dari mulut imutnya.

"Udah mendingan?"

"Udah," jawabnya, kembali mendudukkan tubuhnya di sofa. Aku memberi waktunya untuk beristirahat sejenak. Dia masih terlihat kesusahan dengan perut sakit seperti itu.

Siang ini kami memilih makan siang di istana roti dan pesan makanan pun lewal ojol.

Sambil menikmati jus buah dan roti manis sebagai pencuci mulut. Melepaskan pandangan pada panggung mini yang tengah di isi oleh seorang pria muda dengan nyanyian merdunya.

"Yes, sejak di WC aku memikirkan caranya supaya kamu bisa bertemu Vino."

Aku sampai cikikikan segitunya berpikir keras untuk membantuku.

"Apaan?"

"Datang ke rumahnya, sekalian bersilaturahmi sama ibunya, sudah lama kan kamu nggak ketemu canmer." Puput tersenyum menggoda padaku setelah mengucapkan ide yang dia maksud.

"Nggak, apaan sih, ide kamu itu nggak ada yang lain selain mengaja aku terus ke sana, kan malu."

Puput memutar bola matanya jengah,"Malu mulu deh perasaan."

"Kamu nggak tau sih gimana rasanya berkunjung ke sana, wajah aku terasa terbakar tau saking malunya."

"Iya, tapi kan kamu selalu di sambut dengan hangat sama mereka, terus apa lagi yang di maluin."

"Nggak ah, pokoknya aku nggak mau ke sana sebelum sah sama Vino."
Puput ketawa terbahak dikursinya,"ngapain kamu ketawa? Heran deh."

"Pengen banget di sah-kan ama Aa Vino ya," godanya. Berhasil membuat rona merah di pipiku. Puput semakin ketawa kencang di kursinya.

Tidak mau mengelak dengan ledekan Puput. Memang itu keinginanku sih. Menikah hidup bahagia dengan pria pujaan hingga tua. Di sana Puput masih saja belum berhenti ketawa.

"Udah ih, ngeselin."

Dia cengegesan,
"Tapi itu cara satu-satunya. Atau nggak kamu kirim pesan singkat aja ke Vino, Yes."

Memang itu cara satu-satunya yang aman dan sehat. dari pada aku harus datang ke rumahnya, malulah kalau sering ke sana. Takut saja di nilai buruk dan timbul fitnah.

Tanpa pikir panjang aku bergegas mengambil ponsel dalam tas. Mulai mengetik pesan di layar. Tapi suara pangilan seseorang menghentikan niatku itu.

"Yesha, ada yang cari kamu di bawah."

Mengernyit memandang wanita cantik memakai seragam chef sama sepertiku,"Siapa mbak Uchi?"

"Nggak tau, aku juga baru liat mereka hari ini."

"Mereka?" heranku, mbak Uchi mangguk.

"Liat aja ke bawah, aku mau lanjut nih, udah ya."

"Eh iya Mbak, makasi!"

Penantian Ayesha (Lanjut S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang