Hijaber 2

9.8K 415 5
                                    

Happy Reading ❤

Ini adalah hari kedua Naya memasuki halaman SMA Nusa Bakti. Naya menuju kelas ips 3 yang berada di lantai satu paling pojok.

Naya mengerutkan dahinya saat melihat beberapa murid yang berkumpul di ambang pintu. Naya berpikir positif, mungkin hanya karena kelakuan teman-teman barunya.

Naya berusaha menerobos kerumunan siswa-siswi. Jujur saja, Naya juga penasaran dengan hal yang menjadikan kelasnya ramai. Bukan hanya teman kelasnya saja yang ada di sana, kakak kelasnya juga ikut berkumpul.

Gadis berhijab itu terkejut saat melihat objek yang berada di hadapannya, sontak Naya menutup mata menggunakan kedua tangannya.

Baru pertama kali Naya melihat adegan menjijikan seperti ini. Suara riuh pun terdengar, mereka merasa takjub dengan adegan yang sangat-sangat dilarang oleh Allah.

"BERHENTI!" teriak Naya membuat suara riuh tergantikan oleh keheningan.

Semua pasang mata tertuju kepada Naya yang melihat objek di depannya dengan amarah.

"Bisa-bisanya kalian ciuman di depan umum kayak gini. Kalian tahu ini dosa kan?!" Suara Naya naik satu oktaf.

Hening.

Saat cowok itu melepas bibirnya dari kening gadis di depannya, Naya kembali terkejut. Bagaimana Naya tidak terkejut, cowok itu yang kemarin tidak sengaja ia tabrak.

Lain halnya dengan Naya, cowok itu justru melemparkan senyum meremehkan kepadanya. Sorot matanya seperti elang yang siap menerkam mangsanya.

Ada rasa takut yang menjalar disekujur tubuh Naya, tiba-tiba jantungnya berdegup sangat kencang. Semakin cowok itu mendekat ke arahnya, Naya merasa jantungnya akan melompat keluar. Peluh membasahi kening Naya yang terbalut oleh kain pelapis.

Keadaan masih saja hening, sampai seorang gadis datang dan berdiri tepat membelakangi Naya, bermaksud melindungi Naya dari serangan dadakan yang cowok itu lakukan.

"Jangan marah sama dia, Kak, dia benar kok," kata gadis yang mengenakan hijab sama sepertinya.

Naya sedikit bernapas lega karena ia mendapat pertolongan yang tidak ia duga. Tapi, Naya juga tidak bisa melupakannya, Naya harus lebih waspada lagi dengan cowok itu, dia sangat menyeramkan.

Naya meremas jari-jari tangannya yang terasa dingin untuk menyalurkan segala ketakutannya menghadapi cowok cuek itu. Pandangannya terus saja mengarah ke bawah, seakan objek di bawah lebih menarik daripada di hadapannya.

Suara langkah kaki terdengar di telinga Naya. Ia berpikir bahwa murid-murid telah membubarkan diri, sedikit gadis itu melirik memastikan apa yang ia pikirkan benar. Dan dugaan Naya ternyata terbukti, tidak ada seorang pun yang berada di belakangnya.

"Tahu apa kamu soal, Kakak?" ucap cowok itu dingin.

"Aku lebih tahu kakak dibandingkan dia." Gadis yang memunggungi Naya menunjuk ke arah gadis yang keningnya dicium oleh cowok itu.

***

Sudah hampir jam pulang sekolah, Naya masih saja memikirkan kejadian tadi pagi. Ingin rasanya ia bertanya kepada gadis yang membantunya tadi. Naya duduk bersebelahan dengannya, tapi Naya tidak mengeluarkan barang sekata pun, berkenalan saja tidak. Mereka hanya duduk dalam kebisuan, tidak ada yang ingin memulai terlebih dahulu.

Naya berdeham, membuat gadis di sebelahnya nengok. Gadis itu menautkan alisnya seakan bertanya 'ada apa', Naya hanya menunjukkan deretan gigi rapinya kepada lawannya.

"Aku, Naya." Naya berinisiatif memperkenalkan dirinya lebih dahulu. Ia tidak suka dengan keadaan yang hening, Naya yang notabenenya cerewet mendadak menjadi pendiam saat di samping gadis itu. Apakah sifat pendiam gadis itu tertular padanya?

"Aku, Ara," balasnya.

"Nah, coba dari tadi begini, aku kan jadi nggak bingung." Naya terkekeh.

Gadis itu hanya membalasnya dengan senyuman singkat, dan lagi-lagi keadaan hening. Naya mengembuskan napasnya dengan kasar.

"Boleh minta nomor WhatsApp nggak?"

"Boleh kok." Ara menuliskan nomornya pada lembar terakhir bukunya, lalu ia merobeknya dan diberikan kepada Naya.

"Terima kasih," ucap Naya.

Setelah mendengar bel pulang sekolah, keduanya membereskan buku-buku serta alat tulis yang ada di atas meja, tanpa tersisa satu pun. Sampai dirasa tidak ada yang tertinggal, keduanya berjalan keluar kelas bersamaan. Ara dan Naya terpisah saat mereka sampai di parkiran, Naya pamit pulang terlebih dahulu karena ia sudah dijemput oleh papanya. Sedangkan Ara masih menunggu kakaknya yang rapat.

Hijaber [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang