Happy Reading ❤❤
"Please, Nay, jangan buat aku semakin merasa bersalah," ujar Ara dengan terisak.
Naya melepaskan pelukannya dan menatap sahabatnya itu, ia melihat kesedihan di mata Ara. Entah apa kesalahan Ara padanya yang membuat Ara seperti ini.
Kesalahan besar kah? gumam Naya.
"Apaan sih, Ra, kamu kalau ngomong yang jelas dong supaya aku nggak bingung."
Ara manghapus sisa air mata di pipinya menggunakan punggung tangan, lalu ia mengembuskan napasnya perlahan dan membuangnya melalui mulut. Ia mencoba untuk setenang mungkin. Ara tidak takut jika Naya akan melaporkannya pada polisi dan banyak kemungkinan yang mengharuskan ia dipenjara, toh, itu adalah kesalahan yang fatal dan harus ditempuh jalur hukum. Tapi, Ara memikirkan bagaimana jika Naya marah padanya dan tidak menganggapnya sebagai sahabat lagi, ia tidak bisa jika harus kehilangan Naya yang begitu baik padanya, bahkan saat ia dititik tersulit pun, Naya masih membantunya dengan ikhlas.
"Hm ... Nay, duduk dulu deh," pinta Ara. Naya pun duduk dengan posisi berhadapan dengan Ara, ia juga menggenggam tangan gadis itu untuk memberikan ketenangan padanya.
"Kamu janji ya dengarin penjelasan aku dulu," ucapnya berhati-hati, Naya mengernyitkan dahinya, namun tak mengeluarkan barang sekata pun.
"Ingat waktu kita ke Malioboro nggak yang sama Eza?"
"Ingat," jawab Naya singkat.
"Di situ Fahim nggak ada padahal diajak, ingat?" Naya mencoba memutar ulang kejadian pada malam itu, kemudian ia mengangguk.
"Sebenernya aku sama Fahim ada rencana, Nay. Fahim teman kecil kamu dan aku mantan Eza."
"Wait, kamu mantan Eza?" Naya terkejut mendengar pernyataan Ara yang menyebut dirinya adalah mantan Eza.
"Iya. Kita putus karena orangtua kita mau menikah, dan aku nggak bisa menghalangi kebahagian papa aku. Aku nggak bisa bohong kalau aku sudah nggak mencintai Eza sampai saat ini, bahkan karena cinta aku bisa berbuat hal konyol. Tapi aku nyesel ngelakuin semuanya, Nay."
"Dan Fahim sebenarnya mencintai kamu sejak dulu, Nay, tapi kamu nggak peka. Sampai dia pindah ke Jepang pun kamu masih nggak sadar kalau apapun dia lakukan buat kamu." Naya terkejut, namun ia tidak ingin memotong pembicaraan Ara.
"Sampai akhirnya kita ngelakuin hal jahat agar bisa dapatin kalian. Malam itu aku punya rencana buat celakain kamu, awalnya Fahim nolak karena nggak mau kamu kenapa-kenapa, tapi akhirnya setelah aku bujuk Fahim sepakat sama rencana aku."
"Di Malioboro sebenarnya Fahim datang, tapi dia nunggu di sudut jalan. Dan waktu kita mau nyeberang aku sengaja ninggalin kamu yang lagi teleponan supaya kamu nyeberang sendirian. Terus pas kamu nyeberang dari arah kanan ada mobil yang ngebut, dan akhirnya nabrak kamu. Fahim yang nyetir mobil itu, Nay." Demi apapun, Naya benar-benar tak percaya atas apa yang dijelaskan oleh Ara, saking terkejutnya sampai-sampai Naya mengeluarkan air mata. Kenapa begitu teganya mereka pada Naya yang tak salah apa-apa.
"I'm so sorry, Nay. Kamu mau penjarain aku silahkan, tapi aku mohon jangan benci sama aku dan Fahim."
Naya mengembuskan napasnya kasar. "Astagfirullah. Kalian cinta sama aku dan Eza, tapi kenapa kalian celakain aku? Terus kalau aku mati emang Fahim bisa bareng-bareng sama aku? Kalian tuh nggak mikir apa yang kalian kaluin tuh salah besar!"
"Dan kamu, Ra, kalau masih cinta sama Eza tuh bilang nggak gini caranya! Terus kamu bilang kalau aku nggak peka sama Fahim? Asal kamu tahu ya, Ra, aku dulu cinta sama Fahim bahkan dari kami masih kecil tapi apa, Fahim ninggalin aku. Aku kecewa sama dia."
"Pernyataan kamu buat aku sakit hati, Ra. Kalian jahat. Aku minta kalian jangan pernah temuin aku lagi." Naya meraih sling bag dan serega beranjak dari duduknya. Sebelum pergi Naya berkata, "Aku nggak akan penjarain kalian dan aku nggak akan ngomong soal ini sama orangtua aku. Dan kalau kamu mau sama Eza silahkan, aku sama dia nggak ada apa-apa."
"Nay, maafin aku." Ara meraih tangan Naya dan mengenggamnya, namun sekali sentakan genggaman Ara terlepas. Kemudian ia meninggalkan Ara yang menangis karena sebuah penyesalan.
Naya menahan tangisnya, ia tak ingin perhatian pengunjung Mall tertuju padanya. Naya mengambil ponselnya dan memesan gocar untuk membawanya pulang. Tak lama gocar pesanannya sampai dan ia pun masuk pada kursi penumpang.
Karena tak tahan lagi menahan tangis, akhirnya ia menumpahkannya sehingga membuat sang pengemudi bingung.
"Pak, antarkan saya ke Kafe And Books saja. Nggak jadi sesuai aplikasi," pinta Naya dengan terisak.
"Baik, Mbak."
Ibu jari Naya berselancar di layar ponsel, ia mendial nomor seseorang. Tertera nama Mas Arifin di layar tersebut.
"Mas, bisa ketemu?"
"Kamu kenapa, Nay?" tanya Arifin di seberang sana.
"Aku butuh Mas Arifin."
"Oke-oke. Sherloc."
Saat panggilan telepon terputus, Naya mengirimkan lokasi di mana Arifin harus menemuinya.
***
Arifin baru saja datang dan terlihat sangat tergesa-gesa. Raut wajahnya memperlihatkan bahwa ada kekhawatiran pada gadis berumur 19 tahun lebih itu.
"Nay ...." Naya mendongakkan kepalanya saat mendengar suara bariton yang ia tunggu sedari tadi. Ia menghapus jejak air mata di pipinya dan menarik paksa sudut-sudut bibir sehingga terbentuk sebuah senyuman untuk menyambut kedatangan laki-laki tampan itu.
"Ada apa, Nay, kok kamu nangis?"
"Nggak apa-apa, Mas. Makasih ya sudah datang, maaf ganggu."
"It's okay. Cerita sama aku ada apa."
Naya menunduk. "Aku belum siap cerita, Mas."
"Aku akan nunggu kamu sampai mau cerita sama aku. Kapanpun kamu butuh aku, Insya Allah aku siap."
"Sekali lagi makasih," ucapnya seraya tersenyum.
***
Keduanya baru saja selesai melaksanakan kewajibannya salat 5 waktu. Terlihat sebuah senyuman hangat dilayangkan Arifin pada gadis yang berhasil merebut hatinya, namun gadis itu hanya membalasnya dengan senyum simpul yang terlihat malu-malu.
Arifin menunduk seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia pun menggigit bibir bagian dalamnya. Jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya, ada gelenyar aneh yang menyengat tubuhnya saat bola matanya bertemu dengan bola mata milik Naya.
"Mas Arifin mau sampai kapan di situ?" tanya Naya yang sudah berada di parkiran yang tak jauh dari masjid. Ia pun melayangkan senyuman meledek pada laki-laki yang berprofesi sebagai dokter tersebut.
Mendapat teguran seperti itu Arifin jadi salah tingkah dan merutuki dirinya.
"Ngg--maaf."
"Iya nggak apa-apa. Ayo pulang keburu magrib, soalnya aku ada jadwal pengajian,"ujar Naya berterus terang.
Arifin pun menyalakan mesin mobil dan melajukannya dengan kecepatan sedang, tidak ada pembicaraan di dalamnya hanya ada alunan musik yang mengalun pelan dari penyayi yang akhir-akhir ini banyak diperdengarkan yaitu I Love You 3000 by Stephanie Poetri. Mungkin lagu tersebut adalah kode untuk keduanya agar memperjelas hubungan diantara mereka.
Sebuah awal yang baru bersama seseorang yang baru. Berharap tidak ada pengkhianatan di dalamnya. Batin Naya dengan senyum simpulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijaber [SEGERA TERBIT]
SpiritualJika merelakan adalah cara terbaik, maka akan aku lakukan meskipun usahaku tak mendapatkan hasil yang terbaik untuk memilikimu. Jika kamu bukan jodohku, lantas aku bisa apa? Kehendak Allah SWT. tak akan pernah ada yang bisa menolaknya.