Happy Reading ❤
Naya menatap mamanya dengan tatapan tak dapat diartikan, ia memajukan bibirnya seraya membuang napasnya kasar. Naya terlihat sangat kesal dengan tindakan mamanya yang seenaknya.
Mencoba bersabar itu memang hal yang sangat sulit, apalagi mencoba ikhlas terhadap apa yang tidak diinginkan.
"Mama kok gitu?" tanyanya dengan berusaha menahan air mata yang siap jatuh apabila ia berkedip sekali saja.
"Gitu gimana?" Bukannya menjawab, justru Hanna bertanya balik kepada anak semata wayangnya itu.
"Soal ta'aruf." Air mata yang ditahannya pun meluncur bebas ke permukaan pipinya yang chubby.
Mamanya hanya menanggapi dengan kekehan, menurutnya ini hanyalah soal waktu saja. Bila waktunya tiba, mungkin Naya akan menerima perjodohan ini dengan legowo tanpa paksaan yang mendasar.
"Ada apa ini?" Seseorang telah memecah keheningan diantara Hanna dan Naya. Laki-laki paruh baya dengan memakai setelan jasnya serta membawa tas kantor berwarna hitam baru saja pulang dari melaksanakan kewajiban dengan mencari pundi-pundi rupiah.
"Ini, Pa. Mama," adu Naya kepada Erwin. Sudah tidak heran lagi jika seorang putri sangat dekat dengan ayahnya, karena sejatinya wanita itu perlu perlindungan. Tapi, setelah menikah, maka sosok ayah akan tergantikan dengan sosok suami.
"Mama kenapa sayang?" tanya Erwin dengan mengusap puncak kepala Naya dengan lembut.
"Masa Mama mau jodohin aku sama ketua osis di sekolah aku sih, Pa." ucapan Naya terhenti beberapa detik.
"Papa, ingat nggak, sih, cowok yang Papa bilang nggak baik? Itu orangnya, Pa," sambung Naya.
Hanna hanya menjadi pendengar yang baik diantara anak dan suaminya. Ia tidak tahu lagi harus membujuk Naya seperti apa, semakin dibujuk pasti Naya akan semakin memberontak. Lagian, perjodohan ini tidak secepatnya dilakukan, tetapi saat Naya lulus SMA nanti dan yang pasti calon suaminya telah hidup mapan.
Hanna melenggang pergi dari ruang tamu, berniat untuk membuatkan teh sang suami. Namun, tiba-tiba rasa pusing menyerang kepalanya secara betubi-tubi membuat badannya hampir ambruk.
Dengan gerakan cepat Erwin berdiri dari duduknya dan menopang tubuh istrinya dari belakang. Naya yang terkejut langsung berdiri dan menghampiri mamanya.
Erwin membaringkan tubuh sang istri di sofa empuk berwarna cokelat, ia juga melepas hijab yang membungkus kepala Hanna, agar udara dapat masuk secara maksimal. Naya berlari ke arah laci untuk mengambil minyak aroma terapi. Kemudian ia gosokkan di pelipis mamanya.
Bukannya Naya tak memikirkan mamanya, tapi Naya kembali memikirkan perjodohan yang tak masuk akal itu. Ya kali, Naya menikah dengan cowok cuek dan arogan seperti Eza, mau jadi apa keluarganya nanti.
Bukannya menikah itu atas dasar cinta dan sama-sama suka, lagian perjodohan itu hanya ada di zaman Siti Nurbaya. Namun, mengapa masih ada perjodohan di zaman sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijaber [SEGERA TERBIT]
SpiritualJika merelakan adalah cara terbaik, maka akan aku lakukan meskipun usahaku tak mendapatkan hasil yang terbaik untuk memilikimu. Jika kamu bukan jodohku, lantas aku bisa apa? Kehendak Allah SWT. tak akan pernah ada yang bisa menolaknya.