Hijaber 10

5.1K 291 0
                                    

Happy Reading ❤

Naya membelalakkan matanya lebar, seperti ingin keluar dari tempatnya saat mendengar ucapan mamanya ditelepon. Ia tidak percaya dengan perjanjian yang mama dan temannya rencanakan.

Ia ingin memotong pembicaraan mamanya, tapi ia urungkan karena sungguh tidak sopan jika Naya melakukannya. Naya menahan dirinya agar tidak bertanya. Ia mengembuskan napasnya dengan kasar lalu berjalan menghampiri Hana yang sedang asyik berbincang dengan temannya ditelepon seraya menonton siaran berita di televisi.

Hanna terkejut saat merasa ada pergerakan di sampingnya, ia tersenyum mendapati Naya dengan pakaian yang rapi. Naya menyenderkan kepalanya di pundak wanita paruh baya yang telah mengandung dan melahirkannya, sehingga ia dapat melihat dunia yang begitu indah.

"Sudah dulu ya, Fin, aku tutup teleponnya," ucap Hanna mengakhiri teleponnya dengan seseorang di seberang sana.

"Kamu mau ke mana, Nay?" tanya Hana dengan mengusap lembut puncak kepala Naya yang terbalut oleh lain penutup aurat yang selalu menutupi rambut indahnya.

"Mau ke rumah teman, Ma. Naya mau main."

"Mau main saja?"

"Kalau mau main saja, mending nggak usah, deh, soalnya ada anak teman Mama yang mau main ke sini."

"Siapa, Ma?" Naya mengerutkan dahinya.

"Ada deh," goda Hanna dengan terkekeh.

"Mulai main rahasia, ya? Siapa Ma?" tanya Naya mulai menuntut.

"Nanti juga kamu tahu."

Kemudian Hanna melenggang pergi meninggalkan Naya dengan kebingungan, ia hanya terkekeh geli saat melihat wajah anaknya yang penasaran.

Naya tersadar dari lamunannya saat mendengar salam dari luar.

"Assalamu'alaikum."

"Mungkin ini orang yang Mama maksud." Naya berjalan ke depan untuk membukakan pintu.

"Wa'alaikumsalam," ucapnya menjawab salam dari luar.

Naya terkejut saat melihat seseorang di balik pintu, orang itu yang membuatnya sebal setiap kali bertemu. Entahlah, apa tujuan dia datang ke rumah. Tapi, dari mana cowok menyebalkan itu tahu alamat rumahnya? Apakah Ara yang memberi tahunya? Ah, rasanya sangat tidak mungkin jika Ara yang memberi tahu alamat rumahnya kepada cowok arogan seperti Eza.

"Kalau mau main aja, mending nggak usah deh, soalnya ada anak teman Mama yang mau main ke sini."

Naya mengingat ucapan Mamanya beberapa saat yang lalu. Apakah ini orangnya?

"Woy!" pekikan Eza berhasil membuat Naya tersentak, ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan menelan salivanya susah payah.

"Bukannya suruh masuk malah sibuk ngelamun. Tuan rumah macam apa?" sindir Eza dengan menyilangkan tangannya di depan dada.

Gadis penyuka cappucino itu membuang napasnya dengan kasar, lagi-lagi ia dibuat bad mood dengan cowok yang sok kecakepan. Sangat menyebalkan.

"Masuk." Naya menggeser tubuhnya sedikit ke samping untuk memberi jalan ketua osis yang sangat disegani di SMA Nusa Bakti karena ketampanannya dan kepintarannya.

Hanna menghampiri Eza setelah Naya memberi tahu bahwa tamu istimewanya telah datang. Cowok yang memakai sweater warna maroon itu berdiri dan menyatukan kedua telapak tangannya untuk memberi salam kepada Hanna, begitupun dengan Hanna.

"Kamu anaknya Fina, kan?" tanya Hanna membuka pembicaraan.

Lagi-lagi Naya membuang napasnya dengan kasar dan memutar bola matanya malas.

Sok manis, padahal nyebelin! Batinnya.

Hijaber [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang