Happy Reading ❤
"Ra, kamu tahu nggak, sih, kemarin aku liat kak Eza," ucap Naya sambil mengaduk-aduk mie ayamnya.
Ara hanya membalasnya dengan anggukkan yang membuat Naya berdecak. Naya memutar bola matanya dengan malas, kesal dengan gadis yang berada di depannya dengan pandangan menerawang.
Naya melambaikan tangan di depan wajah Ara, berniat untuk menyadarkan dari lamunannya. Tidak ada respons dari Ara, membuat Naya bingung dengan sikapnya belakangan ini. Ara lebih sering melamun mengabaikan orang di sekitarnya.
"Ra, kamu nggak apa-apa, kan?"
"Ra," panggilnya lagi. Ara sedikit terkejut mendapati Naya dengan wajah khawatirnya.
"Iya, Nay, aku nggak apa-apa."
***
"Assalamu'alaikum," ucap gadis dengan suara bergetar sambil mengetuk pintu bercat putih.
"Waalaikumsalam," jawab sang pemilik rumah dengan membukakan pintu.
"Ara!" seru Naya terkejut saat melihat Ara berada di depannya dengan air mata yang membendung di kelopak matanya.
Tangis Ara pecah saat ia berhasil memeluk Naya, pelukannya sangat erat. Naya membalas pelukan Ara, mengusap punggungnya untuk menenangkan.
Saat tangisnya mulai samar, Naya melepaskan pelukannya, menangkup wajah Ara yang terlihat sembap dengan mata bengkak dan hidung memerah.
"Masuk dulu, Ra," kata Naya sambil menarik tangan kiri Ara dengan pelan.
Ara pun mengikuti Naya. Ia duduk di sofa empuk berwarna cokelat. Naya pergi ke dapur untuk mengambilkan minum agar Ara sedikit tenang dan dapat menceritakan masalah yang ia alami.
"Ini, Ra, diminum dulu," pinta Naya.
Ara segera mengambil air bening yang disuguhkan untuknya, meneguk airnya sedikit demi sedikit untuk menetralkan napasnya yang tersengal-sengal.
"Sudah?" tanya Naya dengan merangkul sahabatnya. Ara pun mengangguk lalu tersenyum samar kepada Naya.
"Sekarang cerita, ada apa?"
Ara menarik napasnya dan membuangnya secara perlahan. "Aku capek, Nay ... " ucapnya terputus.
"Aku capek tinggal sama papa dan tante Fina. Mereka selalu berantem, sampai-sampai barang di rumah itu habis jadi sasaran empuk mereka, dan kak Eza selalu ninggalin aku sendiri di rumah kalau orangtua kita berantem. Aku takut, Naya."
Naya mendengarkan cerita Ara dengan saksama. Sesekali ia mengusap pundak Ara yang bergetar.
"Aku nginap di sini, ya, malam ini. Aku takut."
Naya tersenyum lalu mengangguk mengiyakan. "Pintu rumahku selalu terbuka untuk kamu, Ra. Aku selalu ada untuk kamu. Jangan khawatir."
"Ayo, ke kamar," sambung Naya.
"Orangtua kamu ke mana?" tanya Ara.
"Mereka lagi ke luar kota. Tapi, sebentar lagi pulang kok."
Mereka tidur dengan berdesakkan karena kasur Naya yang ukurannya hanya muat untuk satu orang saja. Tapi, mereka tidak merasa terganggu, justru mereka sangat senang berada dimomen seperti ini.
Saling merangkul, menenangkan, memberi semangat dan selalu ada saat duka maupun suka., Itulah fungsi sahabat.
Naya tidak dapat membantu apa-apa selain menguatkan Ara, hanya itu yang bisa Naya bantu. Sahabat tak ada duanya, memberikan senyuman saat bulir air menyentuh pipi, memberikan pundak saat tubuh mulai bergetar, dan mendekap saat napas mulai tersengal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijaber [SEGERA TERBIT]
SpiritualJika merelakan adalah cara terbaik, maka akan aku lakukan meskipun usahaku tak mendapatkan hasil yang terbaik untuk memilikimu. Jika kamu bukan jodohku, lantas aku bisa apa? Kehendak Allah SWT. tak akan pernah ada yang bisa menolaknya.