Happy Reading ❤❤
Alhamdulillah, aku bisa kembali lagi pada keluargaku dengan kondisi yang bisa dibilang sangat baik. Terima kasih Ya Allah, sudah mengizinkan aku menghirup segarnya udara dunia. Terima kasih telah memberikan keluarga dan teman-teman yang selalu ada di sisiku. Naya sangat bahagia melihat senyum mereka lagi, semoga Engkau selalu melindungi mereka.
Begitulah goresan tinta hitam yang Naya ukir di sore hari dengan ditemani cahaya matahari yang mulai samar. Ya, Naya sudah diizinkan dokter kembali ke rumah setelah beberapa minggu menjadi penghuni rumah sakit.
Alhamdulillah Naya sudah diperbolehkan beraktivitas seperti biasanya. Naya benar-benar bosan berada di rumah sakit dalam waktu yang cukup lama, walaupun ia terus memejamkan matanya namun tubuhnya sangat lelah karena terus berbaring tanpa adanya pergerakan.
Naya tersenyum memandangi matahari yang mulai tenggelam. Di balkon kamarnya dia dapat menyaksikan matahari tenggelam tanpa harus mengunjungi pantai terlebih dahulu. Matanya mengeluarkan cairan bening saat berpikir jika ia tak dapat menyaksikan dunia lagi dan melihat orang tersayangnya menangis karena kepargiannya.
"Alhamdulillah," gumamnya sembari tersenyum.
Tak lama kemudian suara azan menggema di seluruh komplek rumahnya, suara yang menenangkan jiwa. Segera ia menutup note booknya dan beranjak dari balkon kamar. Lalu, ia menuju kamar mandi untuk mengambil air wudu.
Setelah ia selesai menunaikan salat 3 rakaatnya, ia mengambil Al-qur'an yang tersusun rapi di atas meja belajarnya. Lantunan suaranya sangat indah, merdu dan menghangatkan. Ayat-ayatnya ia baca dengan tajwid yang baik dan benar.
"Nay ... " Naya menghentikan aktivitasnya saat mendengarkan paggilan dari luar, masih dengan mukena yang melekat, ia membuka pintu kamarnya.
Naya menyembulkan kepalanya, ternyata sang mama yang memanggilnya.
"Mau makan di bawah atau di sini saja?" tanya Hanna penuh perhatian.
"Di bawah ada Eza sama Ara, lho," lanjutnya.
"Mau ngapain?" Hanna hanya mengedikkan bahunya saat Naya menanyakan tujuan kedatangan Ara dan Eza.
"Yaudah, mau makan di mana?" tanya Hanna lagi.
"Di bawah saja deh, Ma. Lagian ada Ara sama Eza, nggak enak kalau Naya makan di kamar."
***
"Naya ... " panggil Ara dengan sumringah lalu berlari kecil seraya merentangkan kedua tangannya bermaksud untuk memeluk Naya.
"Hai, Ra," balasnya.
"Aku kangen sama kamu," ujar Ara saat memeluk tubuh Naya dengan erat.
"Sama, Ra. Aku juga kangen, kok."
"Ehem." Suara dehaman mampu mengintrupsi kedua gadis itu. Suara laki-laki dengan sifat yang selalu berubah kepada siapapun. Siapa lagi jika bukan Eza pelakunya.
"Eh iya. Pengin juga ya?" Goda Ara dengan senyum jahilnya. Pipi Naya memerah saat mendengar godaan itu padahal bukan ditujukan untuknya, namun mampu membuat pipinya memerah dan memacu detak jantungnya.
Naya menyenggol Ara menggunakan sikunya untuk menutupi pipinya yang memerah, ia mendelik kesal saat Ara menunjukkan senyum jahilnya.
"Sudah, sudah. Sini makan dulu, nanti makanannya keburu dingin." Naya bernapas lega karena mamanya telah menyelamatkannya dari godaan Ara yang unfaedah.
"Pa, makanannya sudah siap."
"Oke, bos!"
Suasana makan malam pun hening, hanya ada suara gesekkan antara sendok dan piring saja. Semuanya sibuk melahap hidangan yang telah Hanna siapkan, sepertinya Ara dan Eza pun sangat menyukai masakan yang ia buat. Terbukti dari betapa lahapnya mereka menyantap.
***
"Nay, boleh bicara sebentar?" tanya Eza dengan suara yang sedikit pelan, namun dapat Ara dengar.
Naya mengangguk mengiyakan, kemudian dia berjalan terlebih dahulu menuju teras depan rumah. Ara pun mengikuti mereka, tapi segera Eza menegurnya.
"Lo di sini saja. Gue cuma mau ngomong sama Naya doang." Pelan namun menusuk tepat di hati Ara. Lagi dan lagi ia harus menyembunyikannya.
Kalau gue nggak cinta sama lo, udah gue cabein ginjal lo. Biar mampus. Batin Ara.
"Nay, sebentar lagi kamu lulus 'kan?" tanya Eza.
Naya mengeryitkan dahinya lalu mengangguk.
"Kapan?" tanyanya lagi.
"Belum tahu sih, tapi minggu depan Insya Allah sudah ujian sekolah," jawab Naya sekenanya.
"Berarti minggu depannya ujian nasional, ya?"
Naya nampak berpikir sejenak lalu mengangguk. "Iya, kenapa sih, Za?"
"Cuma nanya. Yaudah, masuk."
"Apaan sih, nggak jelas. Nggak usah buat penasaran," ujar Naya yang mulai kesal.
"Sudah, nggak papa. Lupain saja," ucap Eza.
"Sudah aneh, nyebelin lagi. Idupnya emang nggak pernah jelas!" rutuk Naya sembari melenggang pergi meninggalkan Eza.
Eza terkekeh melihat wajah kesal Naya. Ia menjadi tidak sabar ingin membicarakan sesuatu yang penting kepada gadis itu.
Semoga kamu berkenan ya, Nay. Batin Eza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijaber [SEGERA TERBIT]
SpiritualJika merelakan adalah cara terbaik, maka akan aku lakukan meskipun usahaku tak mendapatkan hasil yang terbaik untuk memilikimu. Jika kamu bukan jodohku, lantas aku bisa apa? Kehendak Allah SWT. tak akan pernah ada yang bisa menolaknya.