Hijaber 27

3.2K 187 1
                                    

Happy Reading❤

"Kak, aku boleh ngomong sesuatu nggak?" tanya gadis yang masih memakai seragam putih biru ala anak SMP.

"Ngomong saja, Kakak nggak ngelarang kok, kamu kan pacar Kakak."

Gadis itu nampak ragu untuk mengutarakan isi hatinya, terlihat juga raut sedih pada wajahnya. "Jadi gini, Kak," ucapannya menggantung, ia menggigit bibir bawahnya.

"Apa sih, Ra. Sudah ngomong saja, kayak kenal sama aku sehari saja. Kita kan sudah pacaran hampir 3 tahun," kelakar eza.

Ara mengembuskan napasnya berat. "Aku mau putus."

Eza yang hendak menyuapkan nasi goreng ke mulutnya pun ia urungkan. Ia menatap Ara yang sedang tertunduk dengan pandangan heran. Perasaan tidak terjadi apa-apa dalam hubungannya, lantas mengapa gadis di hadapannya ini meminta hubungannya diakhiri?

Ia berusaha tenang dan menganggap omongan Ara hanya candaan. Ara mendongakkan kepalanya lantaran Eza tak kunjung protes. Eza menjelajahi mata Ara saat pandangan mereka bertemu.

"Jangan main-main sama kata putus, sayang," ucap Eza dengan lembut.

"Aku nggak main-main, Kak. Aku serius minta putus."

"Alasannya?" tanya Eza.

Ara nampak berpikir, kemudian ia bersuara, "Aku bosan sama Kak Eza."

"Nggak mungkin," sangkal Eza. Ia paham betul dengan sifat Ara. Tidak mungkin gadis di hadapannya ini meminta putus hanya karena bosan.

"Kak ngertiin aku." Ara mencoba menahan agar cairan di matanya tidak turun membasahi pipi.

"Aku selalu ngertiin kamu kok."

"Ya sudah aku mau putus."

"Apaan sih kamu, Ra. Nggak usah gitu deh, nggak lucu. Ngomong kalau aku ada salah. Jangan tiba-tiba minta putus. Ayo, ngomong ada apa, siapa tahu aku bisa bantu dan kalau aku ada salah, aku kan bisa berubah," tuntut Eza.

"Kakak nggak ada salah. Aku cuma bosan, Kak." Pandangan Ara mulai membuaram. Ia menatap Eza takut-takut, sebenarnya Ara tidak ingin mengakhiri hubungannya dengan cowok yang ada di hadapannya ini. Namun, ia harus melakukannya untuk kebaikan papanya.

"Pokoknya aku mau putus, Kak," keukeuh Ara.

"Kasih aku 1 alasan yang logis," ujar Eza.

"Aku harap Kakak nggak marah sama alasan aku."

"Aku suka sama orang lain," sambung Ara yang langsung mendapat tatapan mengintimidasi dari Eza.

"Siapa?" Eza masih berusaha tenang dan tidak meluapkan emosinya di depan umum.

"Edo."

Eza terkejut mendengar nama sahabatnya disebut oleh Ara. Ia sangat tidak percaya bahwa Ara akan mengkhianati Eza seperti ini. Jika bersama orang lain mungkin Eza tak akan semarah ini, tapi lain lagi jika Ara menyukai sahabat baik dari pacarnya sendiri.

"Kamu suka sama sahabat aku sendiri?" tanya Eza memastikan. Ara menganggukkan kepalanya, air mata telah membasahi pipinya.

"Apa salahku sampai kamu kayak gitu?" Nada suara Eza naik satu oktaf.

"Kakak nggak salah."

"Terus kenapa kamu khianatin aku?"

Ara bungkam dilayangkan pertanyaan seperti itu oleh Eza. Jantungnya berlari 2 kali lipat, sudah Ara duga bahwa Eza akan marah padanya.

"Sudahlah, Ra. Kalau kamu mau putus, oke kita putus. Jangan pernah nyari aku lagi. Mulai detik ini perasaanku sama kamu sudah lenyap. Terima kasih banyak sudah nyakitin aku, sudah kasih aku harapan selama ini. Dan terima kasih sudah menjadi pengkhianat terhebat yang pernah aku temukan." Setelah mengucapkan itu, Eza melenggang meninggalkan Ara seorang diri dengan air mata yang tidak bisa ia bendung lagi. Baginya ini adalah hari yang menyakitkan bagi gadis SMP yang baru saja putus cinta.

"Maafin aku, Za. Aku nggak bermaksud untuk nyakitin kamu dulu. Andai saja orangtua kita nggak memutuskan menikah, pasti aku sama kamu akan tetap sama-sama sekarang."

"Aku terima risiko kalau kamu benci sama aku, Za."

Bayangan masa lalu bersama Eza terus saja menghantui Ara sampai saat ini. Perasaannya masih sama seperti dulu, tapi perasaan Eza telah berubah untuknya, bahkan hati yang pernah menjadi persinggahannya dulu menjadi tempat perainggahan sahabatnya sekarang.

***

"Besok papa sama mama resmi cerai. Aku nggak akan tinggal di sini lagi dan aku nggak akan dekat lagi sama Eza." Ara menatap ke depan dengan pandangan menerawang. Ia menertawakan hidupnya yang tak pernah jelas. Awalnya ia mengira mimpi buruknya berakhir pada putusnya hubungan dengan Eza, namun mimpi buruknya belum berakhir hingga kini.

"Tinggal hari ini gue serumah sama mantan." Ia terkekeh mendengar ucapannya.

"Aku akan lupain balas dendamku sama Naya. Aku akan menjadi pribadi yang baik dari sebelumnya."

Hijaber [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang