Hijaber 22

3.2K 184 3
                                    

Setelah sekian lama nggak update, akhirnya aku update hari ini.

Happy Reading ❤

Sinar matahari memaksa masuk ke ruangan serba putih dan beraroma obat-obatan. Gadis cantik yang terbujur lemas dengan wajah pucat pasi dan mata yang enggan untuk terbuka membuat hati Hanna dan Erwin teriris.

Hanna sejak tadi hanya menggengam dan menciumi tangan Naya yang lemas, sedangkan sang suami hanya mengelus lembut punggung istrinya. Tak lama, suara kenop pintu terdengar tanda ada orang yang akan masuk.

Erwin dan Hanna mengarahkan pandangannya pada pintu, terlihat sosok laki-laki jangkung muncul dari balik pintu yang berwarna cokelat.

Laki-laki itu tersenyum seraya menyisir rambutnya yang sedikit basah menggunakan sela-sela jari tangannya. Sore ini Jogja tengah diguyur hujan deras, petir pun bersahut-sahutan dan angin membuat dedaunan menari-nari dengan riang.

"Mas Eza," sapa Hanna.

"Iya, tante."

"Sini Za, duduk sama om," titah Erwin seraya menepuk-nepuk bantalan kursi. Eza pun segera menghampiri pria paruh baya itu, lalu mendaratkan bokongnya di kursi yang ditepuk oleh Erwin.

"Naya gimana, tante," tanyanya.

"Ya begini, belum sadar juga padahal udah hampir dua minggu koma."

"Doain saja, Za. Mudahan ada mukjizat dari Allah. Om sama tante juga udah nggak bisa apa-apa, cuma doa saja. Semua ada di tangan Allah. Tawakal," cecar Erwin.

Ada raut sedih di wajah tampan Eza, entah mengapa saat melihat Naya enggan membuka matanya membuat hatinya nyeri. Setiap hari seusai kegiatan di kampusnya selesai, ia selalu menghampiri Naya, walaupun gadis itu masih betah dengan tidurnya.

***

Seusai sholat di musala, Eza mengambil Al-qur'an kemudian ia membuka surah Al-waqiah dan membacanya. Suaranya begitu merdu, sampai-sampai beberapa perempuan mendongak untuk melihat pemilik suara merdu tersebut.

Ia mengakhiri membaca Al-qur'an lalu beranjak meninggalkan musala yang disediakan oleh pihak rumah sakit tersebut. Kakinya melangkah pelan dengan kepala yang tertunduk, tangannya ia selipkan di saku celananya.

Suara telepon mengintrupsinya, segera ia mengambil benda pipih yang berada di saku celananya.

"Halo .... "

"Kak, pulang sekarang," ucap seseorang di seberang sana.

"Aku sibuk!"

"Mama jatuh di tangga tadi. Cepetan pulang, nggak ada papa di rumah."

Sambungan telepon ia putus secara sepihak tanpa memberikan jawaban. Rasa kesal masih saja menghantuinya, namun rasa khawatir terhadap wanita yang telah melahirkannya jauh lebih besar.

Segera ia melajukan motornya membelah kota Jogja yang masih gerimis, dengan jaket kulit yang ia kenakan membantu untuk menghangatkan tubuhnya.

***

"Mana mama?" tanyanya pada Ara yang berada di dapur.

"Di kamar. Istirahat." Eza segera melenggang pergi meninggalkan Ara yang membawa teh hangat.

Saat Eza membuka pintu kamar, wanita paruh baya itu membuka matanya sadar akan kedatangan putranya. Senyuman lebar menyambut Eza, namun yang di beri senyuman hanya menampilkan wajah datarnya.

"Mama nggak apa-apa?" tanyanya seraya berjongkok.

Tangan wanita itu terulur mengelus kepala Eza dengan lembut dan penuh kasih sayang. Ia merindukan sosok Eza yang hangat seperti dulu, tidak seperti sekarang yang dingin dan menyeramkan.

"Mama nggak apa-apa, cuma kepleset saja," ucapnya seraya tersenyum.

Hijaber [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang