Hijaber 21

3.4K 192 0
                                    

Malam ini Naya merasa bahagia karena bisa berjalan mengelilingi Malioboro yang ramai bersama sahabat dan kakak dari sahabatnya. Awalnya Naya agak sedikit takut jika sepupu dari sahabatnya juga akan ikut, tapi nyatanya sepupunya itu tidak terlihat sama sekali dari tadi.

Puluhan bahkan ribuan manusia telah memenuhi jalanan, bahkan pinggiran jalan pun dipenuhi oleh pedagang-pedagang kaki lima.

Mereka bertiga berkeliling menikmati jalanan yang dipadati oleh manusia. Berdesak-desakan, senggol-menyenggol, bahkan tak sengaja menabrak hingga terjatuh juga mereka lakukan tanpa sengaja. Namun, tawa menghiasi perjalanan mereka.

"Nay, handphone kamu bunyi tuh," ujar Ara.

"Oh ya? Aku nggak dengar." Naya merogoh tasnya mencari keberadaan benda pipih itu, setelah ia menemukannya segera ia menggeser tombol hijau, dan meletakkannya di telinga.

"Sambil jalan saja," ucap Naya kepada Eza dan Ara. Kemudian mereka kembali menyusuri jalanan, hingga akhirnya sampai di ujung jalan.

Jalanan ini agak sepi oleh pelajan kaki, tetapi ramai oleh kendaraan roda dua ataupun roda empat. Eza mengintrupsikan agar Ara dan Naya menyeberang dengan hati-hati.

Naya yang sibuk menelepon seseorang tidak memperhatikan Eza dan Ara yang sudah menyeberang lebih dulu. Dengan ponsel yang masih berada di telinganya ia menyeberang tanpa melihat ke sisi kanan dan kiri jalanan.

Eza dan ara berjalan dengan tenang, ia pikir Naya mengikuti mereka. Setelah Eza melihat Naya tidak bersama mereka, Eza panik dan celingak-celinguk mencari Naya, begitupun dengan Ara.

"NAYA!" teriak Ara saat matanya menangkap Naya sedang menyeberang dan sebuah mobil yang melaju dari arah kanan.

Bruk...

Eza terkejut mendengar teriakan Ara. Segera ia menoleh dan mendapati Naya yang telah berlumur darah. Ia berlari dengan kencang dan disusul oleh Ara.

Laki-laki tinggi itu mengangkat kepala Naya ke pangkuannya. Air mata tidak dapat ia tahan lagi, saat itu juga hatinya hancur melihat seseorang yang merubah hidupnya telah berlumuran darah.

"Kamu telepon ambulan sekarang!" titah Eza kepada Ara.

Orang-orang telah mengerubungi mereka, tidak ada yang berani menyentuh Naya, sekalipun atas izin Eza.

Beberapa menit kemudian polisi dan ambulan telah sampai, dan langsung membawa tubuh Naya. Eza berjalan lemas dengan pakaian yang terkena noda berwarna merah pekat.

Darah segar terus saja mengalir melalui pelipis, hidung hingga mulutnya. Ara tidak bisa meredam tangisnya, ia terus saja menyebut nama Naya. Sedangkan Eza terus menatap wajah Naya yang pucat.

Sementara, mobil yang telah menabrak Naya pun tidak terlihat lagi. Mobil itu pergi tanpa mempertanggungjawabkan ulahnya, orang itu tidak memikirkan bahwa ada nyawa seseorang yang berjuang antara hidup dan mati.

Hijaber [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang