Hijaber 28

3.1K 171 4
                                    

Happy Reading

Beberapa bulan setelah kelulusannya, Naya merasa bosan selalu berdiam diri di rumah. Makan, tidur, baca novel, tadarus, dan nonton televisi, hanya itu aktivitas yang Naya lakukan selama tak ada lagi tugas-tugas yang menumpuk.

Naya merasa bosan saat memandangi ponselnya yang tidak sama sekali ada berita penting, notifikasi dari Eza pun sudah jarang masuk di ponselnya. Yang Naya tahu, laki-laki itu sedang sibuk mengurus skripsinya. Naya dapat memaklumi hal itu, maka dari itu Naya tidak ingin menganggu Eza.

Ia memutuskan pergi ke mini market untuk sekadar mencuci mata dan menghilangkan kebosanan. Naya terlonjak kaget saat klakson mobil mengintrupsinya. Tanpa disadari, ia mengucapkan sumpah serapah pada seseorang yang telah membuatnya kaget.

Naya memejamkan matanya saat melihat seseorang keluar dari dalam mobil. Dengan has berwarna putih dan celana kain yang memperlihatkan kaki jenjangnya serta sepatu pantopel yang mengilap.

"Naya?" sapa kaki-kaki itu seraya menyelupkan tangannya di saku celana.

"I--iya, Dok."

"Kamu mau ke mana siang-siang?" tanyanya dengan suara bariton yang bersahaja.

Naya menelan salivanya susah payah. Ia benar-benar terpesona melihat ciptaan Allah yang nyaris sempurna ini.

"Ngg-mau ke mini market, Dok."

Dokter Arifin mengangguk. "Mau temanin aku makan siang nggak?"

"Makan siang? Bukannya dokter harus ke rumah sakit ya?"

"Aku sudah nggak ada pasien, makanya aku rencananya mau pulang ke apartemen. Tapi ketemu kamu di sini ya sekalian saja makan siang. Gimana?"

"Ditraktir nggak, Dok?"

Arifin terkekeh mendengar pertanyaan Naya. "Iya dong. Btw, jangan panggil aku dokter, panggil saja Mas atau Abang." Naya pun mengangguk mengiyakan.

***

Papan ulin yang menggantung di depan kafe dengan tulisan 'Blanko Coffee And Books' menyita perhatian perempuan yang baru saja menyelesaikan sekolahnya di bangku SMA. Matanya berbinar melihat sebagian kafe dari luar yang terhalang dengan kaca.

"Aku yakin pasti kamu suka sama kafe ini. Mengingat kamu suka minum kopi dan baca buku. Iya kan?" tanya Arifin meminta persetujuan dari Naya.

Naya tersenyum. "Masuk, yuk."

Arifin membuka pintu kafe dan Naya pun masuk lebih dahulu. Pekerja di kafe ini hampir semua tersenyum pada Naya dan Arifin, mungkin lebih tepatnya pada Arifin.

Terdapat beberapa rak dengan buku-buku yang tersusun rapi di ruangan ini. Matanya tertuju pada barista yang sedang meracik kopi dengan lihai, ia tersenyum melihatnya. Rasanya sangat menyenangkan bisa menginjakkan kaki di kafe keren seperti ini.

"Mas Arifin mau pesan apa?" tanya seorang perempuan yang menggunakan celemek cokelat menghampiri meja mereka.

"Aku seperti biasa saja, nggak tahu kalau calon istriku," ucap Arifin dengan entengnya. Naya menatap Arifin dan pelayan tersebut bergantian.

"Jadi ini yang namanya Mbak Naya? Cantik kok Mas. Cocok."

Naya menatap Arifin penuh tanya, "Maksudnya apa, Mas?"

"Mas Arifin ini sering cerita tentang Mbak Naya sama kami. Mas Arifin selalu memuji Mbak. Pokoknya kelihatan banget kalau Mas Arifin cinta sama Mbak Naya." Bukan Arifin yang menjawab, melainkan pelayan yang terlihat sangat dekat dengan laki-laki yang duduk di hadapannya.

"Beruntung Mbak Naya dapatin Mas Arifin. Selain dokter, Mas Arifin ini pemilik kafe ini, lho," sambung pelayan tersebut.

Naya nampak terkejut mendengar bahwa Arifin yang mempunyai kafe sekeren ini. "Serius, Mas?"

"Nggak usah didengarin Dita, dia emang selalu berlebihan," ujar Arifin.

Kekaguman Naya pada Arifin semakin terlihat memalui bola matanya yang berbinar, diusianya yang muda ia dapat membuka kafe sebesar ini, belum lagi profesinya sebagai dokter. Selain mempunyai wajah yang tampan dan banyak digandrungi oleh kaum hawa, Arifin memiliki bakat yang menjadi daya tarik tersendiri.

Perempuan mana yang tidak terpesona pada laki-laki berumur sekitar 20 tahunan ini. Sempurna. Siapapun pasti ingin menjadi istrinya, selain pintar dan tampan, ia juga memiliki hati yang lembut.

Hijaber [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang