Hijaber 17

3.9K 229 2
                                    

"Za, kenapa sih kamu ingkar janji?" tanya Ara yang menatap Eza dengan serius.

Orang yang ditatapnya pun sibuk dengan benda pipih yang berada di genggamannya. Menurutnya, benda itu lebih menarik dari pada arah pembicaraan saudara tirinya.

"Za, aku ngomong sama kamu, bukan sama tembok!"

"Apaan sih kamu? Nggak jelas!" ketus Eza.

"Aku nanya, Za."

"Pertannyaan kamu nggak berfaedah!" Eza bangun dari duduknya, lalu melenggang pergi. Namun, ia berhenti karena pergelangan tangannya dicekal oleh Ara.

Eza berusaha menghentakkan tangannya agar tangan Ara terlepas darinya, dan hasilnya tidak sia-sia, kekuatan Ara memang lebih kecil darinya.

"Mending kamu keluar deh dari kamar aku, sebelum ada yang lihat kita berdua."

"Biarin saja kalau ada yang lihat. Bagus," ucap Ara dengan senyum liciknya.

"SAIKO!"

"Jujur ya, Za, aku nggak suka kamu dekat sama Naya," aku Ara yang membuat Eza tersentak. Bukannya Naya dan Ara berteman dekat? Tapi kenapa Ara ingin menjauhkan Eza dari Naya?

"Sebelum kamu semakin ngelantur, mending kamu pergi deh!"

"Aku masih cinta sama kamu, Za. Peka dikit bisa nggak sih, Za?"

"AKU BILANG PERGI!"

Ara terpaksa keluar dari kamar Eza sebelum Eza semakin marah dan membencinya, yang terpenting perasaannya sudah ia sampaikan secara langsung.

Cinta butuh perjuangan, maka dari itu aku harus perjuangkan kamu, meski kamu tak menganggapku ada, batin Ara.

***

Suasana hening tercipta saat Naya dan kedua orang tuanya berada di meja makan. Naya pun hanya mengaduk-aduk makanan yang ada di hadapannya, rasanya ia tak ingin menyantapnya meskipun makanan itu adalah makanan kesukaannya.

"Nay, kamu kenapa sih, kok dari tadi cuma diaduk-aduk saja makanannya?" tanya mamanya heran melihat sikap anaknya yang berbeda dari biasanya.

Tak ada jawaban dari Naya, gadis itu masih setia dengan lamunannya. Sepersekian detik ia tersadar saat panggilan masuk ke indera pendengarannya.

"Aku sudah kenyang, Ma. Aku ke kamar ya Ma, Pa, ada tugas soalnya," pamit Naya.

"Habisin dulu makannya." Kali ini papanya yang berbicara. Namun, Naya hanya menjawabnya dengan gelengan. Tidak ingin memaksa, akhirnya Erwin memberi izin putrinya untuk menyudahi makan malamnya.

Naya menatap tak napsu buku-buku yang ada di hadapannya. Pikirannya melayang kepada Eza, entah mengapa ia tidak bisa mengenyahkan kejadian kemarin.

Ia beranjak dari kasurnya, tak lupa ia memakai jilbab yang menggantung pada bagian kepala kursi lipat. Kakinya melangkah ke arah balkon. Ia melipat kedua tangannya pada besi yang mengelilingi balkon tempat ia mencari udara segar.

Saat ia melihat ke arah bawah, tidak sengaja matanya menangkap sosok perempuan yang mengenakan hijab berdiri tak jauh dari rumahnya. Awalnya Naya bersikap biasa saja, namun saat orang itu sadar bahwa Naya melihatnya, orang itu langsung masuk ke dalam mobil dan melajukannya dengan kecepatan tinggi.

Naya mengedikkan bahunya, "Aneh."

Setelah dirasa dirinya membaik, ia kembali masuk ke kamar untuk mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk.

Naya membuka buku bahasa Indonesianya, ia membaca penggalan cerita karya Andrea Hirata yang berjudul Laskar Pelangi. Saat ia sibuk membacanya, tiba-tiba ponselnya berbunyi, pertanda adanya chat yang masuk. Naya langsung membukanya. Ia menautkan alisnya saat melihat nomor yang tidak ia kenal. Awalnya ia ragu untuk membukanya, tapi dengan rasa penasaran ia mencoba untuk membukanya.

0857********
Jauhin Eza!

Naya bingung dengan dua kata yang dikirimkan oleh orang yang tidak ia kenal. Namun, Naya berpikir, jika orang itu tidak mengenalnya lantas mengapa orang tersebut mengetahui bahwa Naya dekat dengan Eza.

Ia tidak tahu apakah ia harus membalasnya ataukah tidak. Jika Naya membalasnya maka orang tersebut akan terus menerornya, tapi jika tidak membalasnya Naya juga takut jika orang itu akan macam-macam.

Pesan itu membuatnya tidak tenang. Ia tidak ingin mengatakannya kepada kedua orang tuanya, Naya khawatir mereka akan cemas.

Satu ide terlintas di pikirannya, membuat jantungnya berpacu dengan cepat. Kuncinya hanya lah kepada Eza. Segera ia screenshot pesan tersebut lalu mengirimnya kepada Eza.

Naya
Sent picture

Dengan cepat centang dua berwarna abu-abu berubah menjadi biru.

Eza
Nggak usah dibls Nay, mungkin cm orang iseng aj.

Naya
Lah, iseng gmn? Buktinya dia nyebut nama kmu, berarti dia knl dong sm kmu.

Pesan Naya dibaca oleh Eza, namun tidak ada balasan. Saat Naya menunggunya, tiba-tiba ada panggilan masuk dan tertera nama Eza di layar ponselnya. Dengan cepat Naya menggeser tombol hijau ke arah atas.

"Assalamu'alaikum," ucap Eza di seberang sana membuat jantung Naya semakin mendobrak-dobrak.

"Iya, wa'alaikumsalam."

"Nay, janji sama aku, jangan pernah balas pesan itu," pinta Eza kepada Naya.

"Emang dia siapa?" tanya Naya penasaran.

"Kan aku bilang, paling cuma orang iseng."

Naya mengembuskan napasnya dengan kasar. "Okey."

"Ya sudah kalau gitu, aku tutup ya? Janji jangan dibalas. Assalamualaikum."

Sambungan terputus saat Naya belum sempat menjawab salam.

"Wa'alaikumsalam."

***

Eza meremas ponselnya, terlihat matanya berkilat amarah. Ia tidak menduga bahwa orang itu akan senekat ini.

Segera Eza menelepon nomor yang meneror Naya.

"Jangan pernah kamu ganggu Naya!"

"Oh, ternyata sang pujaan hati ngadu ya?" Terdengar tawa sumbang dari seberang sana.

"Mau kamu apa sih?" tanya Eza.

"Mau aku, kamu!"

Telepon itu terputus, semakin membuat kemarahan Eza terpancar.

"Argh!" Eza mengacak rambutnya frustasi.

Eza khawatir dengan Naya, ia takut jika orang itu nekat untuk mencelakai Naya. Ia berpikir Naya tidak aman itu karenanya, ia membuat Naya masuk ke dalam zona berbahaya.

Hijaber [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang