Januari 17 - (Part 1) Dipermainkan Kenangan

9.8K 736 2
                                    

...Hujan dan kenangan memang selalu datang beriringan...

Bunyi rintik hujan semakin terdengar deras dan keras melewati atap kemudian jatuh ketanah dengan irama yang padat menenangkan. Hujan dan kenangan memang selalu datang beriringan, kenangan suka bahkan duka selalu segan berpisah dan menjauh dari hujan.

Arinda mengaduk teh hangat di salah satu tangannya, sementara tangannya yang lain bermain dijendela yang mulai berembun karena basah terkena tetesan air hujan. Arinda pun punya beberapa kenangan yang ia lalui bersama hujan dan Abiyan, benar, Abiyan.

Abiyan yang kehujanan dan tersenyum didekat jendela saat itu, Abiyan yang kemudian menyatakan perasaannya pada Arinda diantara teriakan teman-teman dan suara hujan yang tidak mau mengalah.

Arinda punya kenangan semanis itu bersama Abiyan beberapa tahun lalu, dan sekarang dia teringat kembali kenangan itu, salahkan Yudha yang kemarin menyuruhnya mengingat kenangan apapun yang terjadi tiga tahun lalu, tapi seperti Arinda agak berlebihan, karena kenangan dengan Abiyan itu terjadi lima tahun lalu.

Karena memutuskan untuk berangkat bersama Yudha, Arinda tiba lebih dulu dikantor dari Velina yang biasanya datang lebih pagi dari dirinya. Leon mengatakan akan langsung meeting diluar tanpa ke kantor dulu, karena jika kekantor dulu akan mebutuhkam waktu lebih lama untuk sampai ke tempat meeting. Sedangkan Abiyan menjadi urutan paling akhir saat tiba dikantor.

"Beb! pinjam charger dong," Velina berteriak

"Ambil dilaci Beb," Arinda masih mengaduk teh yang akan dia berikan pada Yudha.

Velina membuka laci dan mengaduk apapun dalam isi laci Arinda, dia menemukan charger yang di carinya dan secarik kertas yang tidak sengaja dia ambil bersama charger. Velina mengerutkan kening tidak mengerti membaca memo dalam kertas itu.

Im so sorry
J. Yudha

"Pinjam ya Beb!" Velina berteriak lagi saat Arinda akan memasuki ruangan Yudha.

❤️❤️❤️

Sejak kejadian di Bali, Arinda memutuskan untuk sebisa mungkin menghindar dari Abiyan, menghindari kontak mata adalah wajib, kemudian hanya berbicara seadanya, dan menolak ajakan makan siang bertiga bersama Velina dan Abiyan seperti biasanya.

"Kok nggak ikut maksi lagi sih?" Velina manyun.

Arinda nyengir dusta "Gue masih capek kali beb."

Belum sempat Velina menjawab, "Udah pada mau makan siang?" Yudha bertanya dari balik ruangannya.

"Iya pak," Velina merespon cepat

"Saya barusan pesan seblak basah super pedas sih katanya, ada yang mau?"

Arinda menoleh, seblak super pedas? itu nggak baik buat ngisi perut kosong begini.

"Lo mau beb?"

Arinda menggeleng, membuat kuncir kuda dirambutnya bergoyang-goyang, Yudha sempat melihat kearah bandana kelinci yang dipakai Arinda sejak tadi pagi agar poni dan anak-anak rambutnya tidak berantakan, kenapa hanya dengan pose itu Arinda terlihat sangat mengemaskan? Yudha sempat membatin.

"Saya nggak tahu sih makanan yang enak dimakan pas hujan gini apa? cuma kepikiran yang pedas gitu," Yudha kembali bersuara

"Cocok nih disantap hujan gini." Leon menanggapi girang.

"Kalau bisa cancel, saya tom yum deh tapi nggak pedas," Jawaban Arinda sukses mengecohkan Velina dan Abiyan

"Kalian?" Yudha bertanya melihat Velina dan Abiyan bergantian

"Samain deh pak biar nggak ribet," Velina menjawab. Yudha mengangguk dan memasuki ruangannya lagi bersamaan dengan Abiyan keluar dari ruangan.

"Bisa ya lo enakin gitu?" Velina menyeret kursinya mendekati Arinda, sambil membawa sesuatu berwarna gold.

Arinda nyengir "Ya kan
ditanyain mau apa enggak?"

"Bisa lo bocah!" Velina menenteng sesuatu yang berwarna gold yang tadi dia bawa didepan Arinda sambil tersenyum sangat manis.

Mata Arinda membulat lebar dia meraih hard paper yang bertuliskan 'The Wedding' itu dengan tidak sabar. "Ya ampun coungrats babe," Arinda memeluk Velina girang.

"Akhirnya pecah telor ya lo!"

Velina tertawa renyah "Jadi bridesmaid ya lo, harus!" Arinda tidak bisa berkata-kata.

"Sama Abi, okey?" Velina berkata memusingkan.

"Gue mau sih, tapi nggak sama Abiyan."

"Kenapa? siapa tahu jodoh!"

"Gila, nanti pacar gue jelause gimana?" Arinda melipat tangan didada, sukses membuat tawa Velina pecah.

"Ya ampun jahat banget lo udah punya gandengan nggak bilang-bilang sama gue?" Suara Velina terdengar semakin berisik. "Serius kan lo?"

"Ya emang tampang gue jomblo abadi apa?"

"Congrats ya bocah, dan pacar lo siapa? yang lo tanyain pas kita meeting di puncak dulu?" Velina bertanya bertubi-tubi.

Arinda mengangguk tanpa bantahan, "Siapa sih?"

"Lelaki lah!"

"Tauk ah! males gue ngomong sama lo," Velina pura-pura marah.

"Lo nggak mau cerita sama gue karena masih parno sama sahabat makan teman lo dulu itu? ya elah lo jahat banget samaain gue sama itu pelakor?" Pertanyaan berapi-api dari Velina sukses membuat Arinda tertawa.

"Ya ampun calon manten moody banget?"

"Nggak usah mengalihkan pembicaraan oke?" Arinda tertawa mendengar protes Velina, "Siapa?" Velina bertanya tidak sabar.

"Nggak sekarang deh, nanti ya."

"Nanti kapan? rahasiaan segala sih?"

"Pamalih tauk, belum juga seumur jangung," Arinda masih mencari alasan.

Velina hampir tertawa "Tauk deh, pokoknya harus lo bawa pas kondangan ke gue, titik nggak usah bantah," Velina berkata dengan intonasi seserius mungkin, dan Arinda hanya bisa geleng-geleng pasrah.

❤️❤️❤️

MY PRECIOUS EMPLOYEE [COMPLETED] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang