Move on yang benar adalah membawa bukti fisik berupa pacar baru yang nyata, bukan sekadar ngomong, nggak gagal move on!
Rintik hujan tampak beradu dengan derap langkah orang-orang berlari menerobos hujan meninggalkan gedung pencakar langit. Terdengar bising klakson dan kendaraan yang mulai memadati jalan raya merayap sampai beberapa kilo meter di sepanjang jalanan ibu kota.
Arinda merogoh tas tangannya, mencari payung lipat.
"Mau bareng?" tawar Abiyan.
Arinda melihat Abiyan menunduk menatapnya sambil tersenyum. Sesaat ada jeda di antara tatapan keduanya.
"Novita, anterin saya ke parkiran, ya!" seru Yudha membuyarkan pandangan Arinda bersamaan dengan payung milik Arinda yang terbuka lebar. "Kamu udah bawa payung sendiri 'kan?" tanyanya melihat payung hitam di tangan Abiyan yang belum terbuka.
"Ya, Pak," jawab Abiyan mengangguk beberapa detik kemudian.
"Ayo!" Yudha langsung mengambil alih payung di tangan Arinda.
Arinda mau tidak mau mengikuti langkah Yudha di sampingnya.
"Saya nggak ganggu sweet moment kamu sama Abiyan 'kan barusan?" tanya Yudha saat sudah berada lebih jauh dari Abiyan.
"Nggak," jawab Arinda.
"Kamu sekalian bareng saya aja."
Arinda tidak menjawab.
"Next time, nggak usah naik taxi online lagi. Pulang sama saya aja."
Langkah Arinda terhenti dan mendongak menatap Yudha, yang juga menatapnya.
Ya, Arinda merasa ada yang berbeda dengan tatapan di hadapannya. Namun, dia memilih mengabaikannya.
"Kenapa saya harus pulang sama Bapak?" tanya Arinda.
"Karena rumah kita sebelahan," jawab Yudha sesuai fakta. Agar terdengar logis.
"Ini, terakhir kalinya saya pulang sama Pak Yudha," tegas Arinda.
Abiyan hanya bisa melihat perdebadan Yudha dan Arinda dari belakang.
❤️❤️❤️
"Ya ampun, Ar! Weekend molor aja, sih!" Albar melempar bantal besar ke arah Arinda yang sedang tengkurap di sofa ruang tengah.
"Apa sih, Bang?" Arinda menoleh gemas ke arah kakak semata wayangnya.
"Gini nih, yang bikin lo nggak laku-laku." Albar duduk di sebelah Arinda yang meliriknya malas. "Lo tuh ya, gaul sana di luar. Level lo kalah telak sama kids zaman now," oloknya.
"Dih! mending gue ya kids jadul lebih berkelas dari pada kids zaman now mainnya nggak cantik banget."
Albar tertawa. "Jangan-jangan lo ...."
"Apa?" Arinda menaikkan alisnya tajam.
"Se-desperate itu sama Abi?"
"Se-sotoy itu ya lo, Bang?"
Albar tertawa. "Oh ya?"
"Enggak!" seru Arinda.
"Nggak bisa move on?" Albar tertawa Lagi.
"Udah, deh. Nggak penting dibahas."
"Ya, gue anggep lo galon dari dia."
"Whatever!"
Albar meraih remote TV yang tergeletak di meja seraya masih menahan tawa. "Move on woy, move on!"
"Mami nggak kelihatan?" tanya Arinda.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PRECIOUS EMPLOYEE [COMPLETED] ✔️
RomansaArinda sering mendengar 'Perbedaan antara cinta dan benci itu tipis sekali, setipis sehelai rambut yang di bagi menjadi sepuluh'. Sungguh sangat tipis sekali kan??! "Kamu marah sama Saya gara-gara tadi Frappuccinonya Saya ambil?" "Bapak nggak pentin...