Ainsley Felton, gadis manis yang tidak pernah percaya pada keajaiban. Hidupnya berubah terbalik ketika mengunjungi kakeknya di Kota Shea. Kota misterius yang tidak pernah terlihat di peta maupun satelit.
Awalnya, liburan akhir tahun di Kota Shea ada...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kenapa manusia selalu menilai sesuatu dari sampulnya?
~¤•¤~
Brak!
"Ainsley! Isabel! Apa yang kalian lakukan disini?" Clara menjatuhkan balok-balok kayu yang akan digunakannya untuk menyalakan perapian ke tanah. Wajahnya tampak pucat, seakan-akan takut pada sesuatu.
"Ibu?" kaget Isabel.
"Sekarang pulang!" Melupakan sejenak posisinya sebagai seorang ibu berhati lembut, Clara menarik lengan Isabel dan Ainsley dengan kasar ke luar hutan. Meninggalkan balok-balok kayu yang jatuh berserakan.
"I-Ibu Isa bisa jelasin semuanya," kata Isabel berusaha meredam kemarahan sang ibu.
"Tentu saja Isa, kau harus menjelaskannya kepada kakekmu setelah kita sampai dirumah," jawab Clara.
🎪
"Apa?!" ucap Tuan Felton terkejut. Wajahnya berubah semakin serius.
Ainsley dan Isabel duduk berhadapan dengan Tuan Felton di sofa ruang keluarga. Sedangkan Clara dan Nyonya Felton berada di dapur, menyiapkan makan siang.
Dua saudari sepupu itu terlihat kebingungan. Bahkan, mereka takut, setelah tidak sengaja menatap raut wajah sang kakek yang begitu garang.
"Bagaimana bisa kalian masuk ke dalam hutan tanpa pengawasan orang dewasa?!" bentak Tuan Felton, suaranya terdengar sangat keras. Bahkan Ainsley yakin, suara kakeknya itu mampu meretakkan sejumlah kaca jendela saat ini.
Isabel menangis."I-ini salah Isa-"
"Ini salah Ainsley, Kek." Ainsley memotong kalimat Isabel. "Seharusnya, Ainsley tidak penasaran dengan hutan itu."
"Ainsley ...." Isabel menatap Ainsley dengan perasaan tidak percaya. Bagaimana bisa, sepupunya itu mengarang cerita yang jelas-jelas bukan kesalahannya? Pada kenyataannya, Isabel lah yang mengajaknya terlebih dahulu.
"Seharusnya, kalian berdua tidak bermain di dalam hutan," kata Tuan Felton sedikit melembut. "Hutan itu sangat berbahaya!"
"M-maaf, Kek," jawab Isabel sedikit lega. Wajahnya sembab, sehabis menangis.
"Mulai sekarang kakek tidak mau melihat kalian berdua pergi ke tempat sepi! Paham?"
"Paham," jawab Ainsley dan Isabel serempak.
"Bagus." Tuan Felton mengangguk pelan. "Kakek harap, kalian berdua tidak menemukan rumah di pinggir sungai," tukasnya tiba-tiba, sontak membuat Ainsley dan Isabel terkejut lalu saling menatap secara bergantian.