“Jangan menganggap diamnya seseorang sebagai sikap sombongnya”
Kristal melirik cowok yang sedang di rangkul Devan di depan kelas. Hanya sebentar, mungkin hanya 3 detik, lalu ia menunduk lagi, sambil membuka bukunya. Kristal merasa aneh, kenapa dia merasa cowok itu menatapnya terus? Apakah dia paham dengan wajahnya?
“Oke, hari ini Erlang resmi jadi siswa kelas dua belas IPA 1 lagi, selamat datang kembali bro!” Ucap Devan lalu memeluk akrab Erlang, disertai tepuk tangan warga kelas.
Erlang tersenyum ramah, ke penjuru kelas. Membuat semua wanita disana heboh sendiri, kecuali para cowok. Dan, Kristal yang lagi baca buku.
“Okelah brader, bentar lagi bu nadia masuk. Lo bisa duduk di tempat kosong itu.” Tunjuk Devan pada kursi kosong samping Kristal.
“Gausah canggung bro, kelas ini masih sama kaya kelas kita yang dulu kok, Cuma ketambahan satu bidadari aja.” Bisik Devan di akhir kalimat.
Erlang menatap sejenak kursi yang akan di tempatinya itu. Lalu melihat ke arah wanita yang tengah sibuk membolak balikan lembar buku yang tengah ia baca, seolah tidak peduli akan kehadiran Erlangga di dalam kelas.
Erlangga mengangguk. “Thanks.” Ucapnya lalu dia berjalan ke tempat duduk yang kosong di samping Kristal.
Semua pasang mata tertuju ke arah tempat duduk Kristal. Saat Erlang duduk, tidak ada interaksi di antara keduanya. Benar-benar canggung, Erlang lalu mengambil buku cetak tebal bertuliskan Matematika, di samping Kristal.
Kristal tersentak kaget, baru menyadari ada orang yang menangisi bangku kosong di sampingnya. Dia melirik cowok yang duduk dengan santai sembari membolak balik buku cetak matematika miliknya.
Kristal langsung mengambil gerakan waspada. Dia menggeser kursinya agak jauh dari kursi Erlang, agar tidak berdekatan. Bukan tanpa alasan, itu karena Kristal tau cowok ini adalah orang yang baru saja bertabrakan denganya diperpus, Kristal juga merasa sedikit bersalah, karena luka dibibir Erlang nampak begitu jelas.
Kristal sempat melirik di sekelilingnya. Semua murid tampak memperhatikannya. Merasa tidak nyaman menjadi pusat perhatian begini, Kristal berinisiatif untuk mengajak Erlang kompromi untuk pindah dari bangkunya dan duduk dengan Devan saja.
Kristal berdehem untuk mencairkan suasana. “apa lo bisa pindah nanti?” Suara Kristal membuat Erlang meliriknya.
Erlang bingung, apakah barusan cewek ini bicara dengan dia? Tapi dia berbicara tanpa menatapnya.
“Lo ngomong sama gue?” Tanya Erlang agak bingung.
“Hng.”
“Ngomong apa? Gue gak denger.”
“Lo bisa pindah gak?” Ulangnya.
“Kenapa?”
“Sorry, kalo gue ngomong begini. Tapi jujur gue gak nyaman. Lo gak liat? Semua orang jadi natap ke arah meja gue terus? Lo itu terlalu menarik perhatian, dan Gue gak suka. Mendingan lo pindah aja, lo bisa duduk sama Devan.” Suara Kristal pelan namun terkesan seperti usiran.
“Kenapa? Lo gak biasa di liatin?”
Kristal mengangguk.
“Oh ya? Emang gue peduli?” Balas Erlang dengan nada menyebalkan.
Kristal menghembuskan nafasnya pelan. Dia tidak menjawab ucapan Erlang. Cara terbaik adalah diam.
Songong!
Satu kata yang ada di kepala Kristal untuk seorang Erlangga.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD [OPEN PRE-ORDER] ✔️
Teen FictionSebuah tragedi di masa lalu membuat Kristal menjadi pribadi yang begitu dingin. Masalah demi masalah datang saat ia terpilih menjadi ketua OSIS dan bertemu dengan seorang Erlangga. Sebuah pertemuan tak terduga membuat keduanya terjebak di dalam suat...