“Kalau hidupmu selalu di beri ujian, artinya kamu mau naik kelas”
Kristal memasuki mobil Erlang seperti biasa. Berangkat ke sekolah dengan keheningan di antara mereka. Tidak ada pembicaraan yang mereka bicarakan satu sama lain. Hanya suara deru mesin mobil yang terdengar.
Kristal memalingkan wajahnya ke arah jendela. Hingga mobil yang ia tumpangi terasa melambat dan menepi di pinggir jalan. Kristal mengeryit kan alisnya. Mengingat ia pernah di turunkan di jalan lalu di paksa masuk kembali. Apakah Erlang ingin mengulanginya lagi? Bantin Kristal, seperti tidak sabar ingin mengeluarkan emosinya kali ini.
Erlang sepertinya tau tatapan yang diberikan Kristal. Ia mengambil ponsel nya lalu mengotak atik entah apa. Lalu menaruhnya kembali.
“Lu mau turun gak? Gue udah pesenin taksi buat lo.”
Kristal tidak menjawab. Ia mencoba membuka pintu mobil.
“Kok gak bisa di buka?”
“Gue nurunin lo, karena Gue gak mau Lo bermasalah sama sabrina cuma gara-gara-gara gue. Lo tau sendiri dia kaya gimana. Kalo gue sih, mending nyari aman.”
Kristal tersenyum sinis. “Lo gak perlu repot-repot ngurusin masalah gue. Cepetan buka!”
Erlang menyipitkan matanya. “Yakin? Gak nangis lagi?”
“Gue nangis kemarin itu karena kaki gue sakit. Bukan karena Sabrina. Ngerti?”
“Oh ya?”
“Buka pintunya!”
“Karena lo gak takut sama Sabrina. Yaudah, gue batalin. Lo tetep kesekolah sama gue.”
Kristal kesal, sangat sangat kesal. Tanganya gatal ingin mencakar wajah Erlang. Bagaimana mungkin semua cewek pada bucin dengan Erlangga? Tidak tau saja sifat Erlang aslinya bagaimana. Kristal bahkan hampir saja ingin melempar wajah Erlang dengan tasnya.
Kristal memilih diam. Itu Lebih baik, dari pada harus berdebat dengan manusia semacam Erlangga.
•••
Kristal merenung di atas rooftop. Ia menghembuskan nafasnya berat.
“Jangan ngelamun terus, nanti kesambet loh.”
Suara berat laki-laki membuat Kristal mengalihkan pandangan. Ia mengerutkan alisnya ketika melihat Devan tengah berdiri disampingnya dengan santai.
Hari ini adalah kuis matematika. Sejak pelajaran berlangsung tadi, Kristal tidak melihat kehadiran Devan di kelas.
“Bolos lagi ya Lo?”
“Seperti biasa.” Balas Devan dengan cengiran yang membuat lesung pipinya terlihat.
“Kalo kaya gini terus, kapan mau bisa?”
“Omongan Lo kok sama kaya Erlang sih?”
“Yang mana?”
“Kapan mau bisa.”
“Tapi memang bener kan, Lo kalo kaya gini terus, gimana mau bisa?”
Devan mengangkat bahunya. “I don’t know. Kecuali—“
“Apa?”
“Lo mau jadi guru private matematika gue.”
“Guru private?”
“That’s Right!”
“Bercanda lo?”
“Emangnya lucu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD [OPEN PRE-ORDER] ✔️
Teen FictionSebuah tragedi di masa lalu membuat Kristal menjadi pribadi yang begitu dingin. Masalah demi masalah datang saat ia terpilih menjadi ketua OSIS dan bertemu dengan seorang Erlangga. Sebuah pertemuan tak terduga membuat keduanya terjebak di dalam suat...