“Ketika memandangmu aku dapat menjelaskan kepada semesta mengapa tuhan menciptakan keindahan”
“Sumpah ini keren banget!”
Setelah pergi dari cafe, Erlang mengajak Kristal ke tempat tujuan lainnya. Suatu dataran tinggi memperlihatkan keindahan kota menjelang sore. Dan yang paling utama adalah pemandangan indah matahari tenggelam.
“Ini indah banget.” Kristal benar-benar takjub melihatnya.
Sejenak, Erlang mengagumi wajah cantik Kristal yang tampak cerah, karena terpantul oleh cahaya sunset.
Kristal memejamkan matanya lalu merentangkan tangan bersama gitar yang dia bawa.
“Gak pernah keluar rumah ya?”
Kristal membuka matanya, menengok ke si pemilik suara. “Sering, tapi ini pertama kalinya gue tau tempat ini.”
“Kaya rapunsel.”
“Kok bisa?”
“Jarang ngeliat Indahnya alam semesta. Pas tau, heran.”
“Lo suka nontonin Rapunzel?”
“Ponakan gue kok.”
“Tapi Lo ikut nonton kan?”
“Iya sih. Eh, kok jadi bahas Rapunzel sih! Pinjem gitarnya, sini.”
Kristal memberikannya.
“Emang itu gitar siapa? Asal ngambil aja di cafe tadi. Jangan bilang nyolong lagi?”
“Enak aja, ini gitar gue. Lupa bawa pulang waktu itu.”
“Berarti Lo-“
Sebelum Kristal bertanya lebih dalam, Erlang langsung memetik senar gitarnya membentuk sebuah nada lagu cold water dari Justin Biber.
Lagu ini adalah salah satu lagu favorit Kristal. Ia hafal dan sering sekali dengarkan nya jika ia sedang bosan dan sendirian. Kristal menatap Kagum Erlang, ia tidak menyangka Erlang tau lagu kesukaannya.
Matahari pun semakin menghilang, digantikan oleh bulan sabit. Menemani mereka hingga melodi lagu yang dimainkan Erlang berahir. Mereka saling menatap, kemudian kompak tertawa. Entah apa yang lucu, namun rasanya, gelak tawa ini tidak bisa tertahan.
“Kenapa ketawa?”
“Gatau, pengen ketawa aja.”
“Gimana Lo bisa tau lagu kesukaan gue?”
“Gue gak tau kalo Lo juga suka lagu ini. Ini Lagu kesukaan gue juga soalnya.”
“Serius?”
Erlang mengangguk. “Kok bisa sama ya?”
“Kebetulan mungkin.”
“Kebetulan nya bikin seneng.”
Kristal hanya diam, menatap Erlang yang tersenyum manis padanya.
“Btw, suara Lo tadi, bagus.” Ujar Kristal jujur.
Erlang tidak menjawab. Ia malah berdiri di belakang Kristal, kemudian menutup mata Kristal dengan tangannya. Kemudian menuntun Kristal berjalan.
“Eh!”
Kristal hanya tersentak, namun tidak memberontak. Setelah berada di tempat yang pas, Erlang melepaskan tangannya dari mata Kristal. Ia menarik tangan Kristal untuk duduk di sampingnya.
Kristal takjub saat membuka matanya. Warna warni lampu kota sangat indah di lihat dari sini.
“Sumpah! Ini bener-bener indah. Gimana bisa Lo nemuin tempat seindah ini? Bahkan selama gue hidup, gue gak pernah ngeliat pemandangan seindah ini.”
“Makanya gue sebut Lo Rapunzel.”
“Lang, tapi Serius ini keren banget.”
“Gua dulu sering kesini. Buat menenangkan pikiran, kalo lagi ada masalah.”
“Orang kaya Lo punya masalah juga ya?”
“Lo pikir, gue orang paling tentram di dunia? Semua orang itu pasti punya masalah.”
Kristal menaikan alisnya membenarkan ucapan Erlang. “Iya sih.”
“Lo pengen tau gak? Rasanya lega itu gimana?”
“Gimana?”
“Lo teriak, dan Lo panggil nama orang yang lagi Lo kangenin saat ini.”
Kristal tampak tertarik. Ia kemudian berdiri dan menutup matanya. Menarik nafas dalam-dalam, mengumpulkan kekuatan untuk dirinya.
“AYAAAAAAAAAH!!!!”
Erlang tertegun. Entah mengapa ada perasaan aneh yang menjalar di hatinya. Erlang tersentak ketika melihat tubuh Kristal terhuyung. Dengan sigap ia menangkap tubuh Kristal. Membuat tubuh Kristal yang mungil masuk kedalam pelukannya.
Kristal menangis.
Erlang membiarkan Kristal menangis di dalam pelukannya. Erlang agak ragu, ia mengangkat tanganya, lalu mengusap lembut rambut Kristal, untuk menenangkan.
Setelah beberapa menit, suara isakan itu berhenti. Kristal menarik tubuhnya dari dalam pelukan Erlang. Erlang dapat melihat seulas senyum cerah di bibir Kristal. Erlang bingung, bukankah tadi Kristal sedang menangis?
“Gue lega.” Ucap Kristal dengan suaranya yang agak parau.
Erlang mengulum senyum, lalu mengacak lembut rambut Kristal. “Kan gue udah bilang.”
“Makasih ya.” Ucap Kristal tulus. Ia tersenyum sambil mengusap air matanya. Senyuman itu langsung berefek pada Erlang, membuat dia jadi salah tingkah.
“Pulang yuk. Udah malem.”
Erlang menarik pergelangan tangan Kristal.
“Kenapa pulang? Gue masih pengen disini.” Protes Kristal.
“Yaudah, Lo aja yang disini. Gue mau pulang.”
“Yaudah, sana!”
“Dasar keras kepala!”
“Biarin aja, kalo bisa gue mau tidur disini.”
“Bagus deh, tiduran sono di bawah pohon. Biar disangka Kunti.”
Erlang mendorong sepedanya, lalu pergi begitu saja.
Kristal menengok kekanan dan kirinya, yang tidak ada siapapun. Suasana menjadi sepi saat Erlang meninggalkan nya. Hanya ada suara jangkrik saja. Kristal mulai takut jika seperti ini, kenapa suasana nya terasa berbeda saat sendirian? Ia berbalik, namun tubuhnya langsung menabrak dada Erlangga.
Bugh!
“Lo emang hobi nabrak kayanya.”
❄COLD❄
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD [OPEN PRE-ORDER] ✔️
Teen FictionSebuah tragedi di masa lalu membuat Kristal menjadi pribadi yang begitu dingin. Masalah demi masalah datang saat ia terpilih menjadi ketua OSIS dan bertemu dengan seorang Erlangga. Sebuah pertemuan tak terduga membuat keduanya terjebak di dalam suat...