7. JEJAK KENANGAN.

2K 197 74
                                    

Author Note : Vote sebelum membaca.

Sepulang sekolah kuputuskan untuk mampir ke rumah tante Rani, menjenguk Bagas. Saat aku datang Bagas tengah tertidur dan kuputuskan untuk menunggunya sampai bangun. Suhu badannya sangat tinggi ketika aku menempelkan punggung tahan di dahinya. Bagas deman parah. Benar-benar sakit, tidak seperti yang kupikirkan—biasanya Bagas sering berakibi sakit demi menghindari tugas sekolah.

Aku keluar sebentar membuat air kompressan untuknya dengan air hangat. Handuk kecil yang direndam dalam air hangat kubilas sedikit, lalu kutempelkan pada dahi Bagas. Kalau ditanya mengapa air hangat, bukan air es? Karena menurut artikel yang pernah kubaca, kompres hangat memicu produksi keringat sehingga suhu tubuh akan turun secara alamiah dari dalam. Selain itu, kompres hangat juga mampu melancarkan aliran darah, dan bisa membuat kondisi tubuh sedikit lebih nyaman. Sedangkan mengompres dengan air es, dapat menyebabkan tubuh mengigil karena suhu tubuh turun secara tiba-tiba.

Tubuhnya berkeringat. Setelah beberapa saat, suhu tubuhnya mulai turun. Aku lihat Bagas mulai melakukan pergerakan dan perlahan dia membuka mata. Sedikit kaget karena melihatku berada di kamarnya.

"Sori, Tar, gue ketiduran."

"Enggak apa-apa kok. Udah, kamu istirahat lagi aja." Aku menaikkan selimut Bagas hingga sebatas dada.

"Berasa disayang pacar." Bagas terkekeh, sedang aku memutar tatapan jengah. Mengupas apel yang tadi kubawakan untuknya.

"Makanya kamu tuh cari pacar. Biar aku nhgak perlu ngurusin kamu kayak gini."

"Ya elah, Tar, orang belum nemu yang sreegg gimana dong? Gue tuh ya, mau cewek yang pinter, perhatian, cantik, bisa masak, terus—"

"Nih makan!" Potongku, menyuapinya sebiji apel yang sudah kupotong-potong kecil. "Sok kamu, nyari yang cantik. Memangnya kamu ganteng apa?"

Bagas menyengir lebar, menyisir jambulnya dengan tangan seraya menaik-turunkan alisnya. "Gue kan emang ganteng Tar," ucapnya kepedean.

"Serah kamu deh," putusku. Malas aku berdebat dengan Bagas. Kalau kuladeni sampai besok pagi juga dia tahan. Dia punya hobi tambahan soalnya, ngebacot. Kalau ada lomba bacotan antar sekolah, aku pasti sudah mendaftarkannya. Dalam kondisi sakit saja dia masih bisa membacot.

"By the way, gimana tadi di sekolah? Seneng kan lo bisa deket-deket sama Nando?"

"Udah nggak deket lagi kok," Jawabku malas. Jujur, bicara soal Nando, aku jadi teringat terus dengan kejadian tadi siang di sekolah. Entah apa yang akan terjadi padaku kalau saja Nando tidak datang. Aku mungkin masih berada di sana sampai besok.

Adel. Sumpah, aku tidak menyangka cewek se-anggun dan sepintar dia bisa berbuat hal semengerikan itu. Perangainya di depan guru-guru, dan saat di depan Nando sangat berbeda 180 derajat saat dia berhadapan denganku. Dia benar-benar terlihat sangat membenciku, dari tatapan dan dari caranya bicara.

"Lo ada masalah, Tar?"

"Enggak. Gak ada kok. Aku baik-baik aja, kamu mau jeruk? Biar aku kupasin."

"Sejak kapan sahabat gue main rahasiaan sama gue?" Aku menghela napas pnjang. Meletakkan kembali jeruk ke dalam plastik hitam berukuran sedang tersebut. Bagas menegakkan tubuhnya, duduk menghadapku yang saat itu hanya bisa menunduk. Bingung, apa aku harus bercerita atau tidak tentang semua kejadian yang tadi kualami di sekolah. Tentang Nando, dan kemarahan kekasih hatinya yang menyeramkan.

Dia dan Ilusiku [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang