Author Note : Vote sebelum membaca.
Pagi tadi aku tidak sengaja berpapasan dengan Adel saat keluar dari Lab. Bahasa Inggris. Lagi-lagi dia menatapku begitu sinis hingga membuatku bingung dan mencari apa yang salah dalam diriku. Aku memang cupu—pakai kaca mata dan rambut selalu dikepang dua—tetapi aku bukan tipe yang jorok, aku cinta kebersihan. Aku mencuci seragamku setiap hari. Aku tidak punya jerawat di wajah, tidak pakai kawat gigi yang mengerikan, dan aku pun tidak berpakaian norak seperti memakai kaus kaki belang-belang atau pita rambut warna-warni. Aku normal.
Kalau soal Nando, aku yakin 100% dia tidak tahu kalau aku menyukai Nando sebab aku sama sekali tidak pernah menunjukkan itu seperti gadis lain yang terang-terangan menggoda Nando di hadapan Adel. Jadi minus kemungkinan dia cemburu padaku. Kalaupun dia cemburu harusnya dia sadar kalau aku bukan saingan yang patut ia takuti. Dibandingkan aku, dia jauh lebih baik.
"Tari, buruan ke lapangan!" Aku mengangguk, menyimpan seragamku di dalam loker, lantas berlari mengikuti yang lainnya menuju lapangan. Seperti biasa, setiap jam pertama dihari kamis jatahnya kelas kami untuk berolahraga.
Hari ini kami akan bertanding basket lima lawan lima. Masing-masing terpisah antara laki-laki dan perempuan. Sebelumnya kami terlebih dahulu melakukan pemanasan. Padahal, tanpa pemanasan pun cuaca memang sudah panas dan kami bisa berkeringat tanpa perlu banyak bergerak.
Aku masuk dalam timnya Sasmi bersama tiga orang lainnya. Kami berhadapan dengan Tim Cika yang kebetulan salah satu anggota basket putri dan termasuk andalan di sekolah ini.
Peluit sudah berbunyi.
Bagas berteriak nyaring di pinggir lapangan, membawa pom-pom berwarna pink—entah dia dapatkan dari mana benda yang menjadi ciri khas anak chers ketika menjadi suporternya team basket. “S-E-M-A-N-G-A-T. Semangat, Tari!” Asli, Bagas membuatku malu.
Aku memilih tak peduli. Kulihat Cika begitu lihai dan gesit mendribel bola melewati lawan di hadapannya seolah tidak ada satu pun lawan yang berarti—semua dilewatinya dengan mudah. Ketika bersiap melakukan shot, Sasmi berhasil merebut bola dari tangannya. Dengan kemampuan team kami yang amatir Sasmi mendribel bola, mengopernya pada Rika lalu dari Rika bola dioper ke Widya. Gadis itu satu-satunya yang punya skill lumayan dari team kami dan dia tidak memberikanku kesempatan untuk bermain. Sendirian ia maju melewati Uci dan Mega hingga sebuah lay up shot membawa bola masuk ke dalam ring.
Tim kami unggul lebih dulu. Kulihat Bagas semakin tidak waras di pinggir lapangan. Tingkahnya malah jadi absurd, bersama dua temannya berjoget ala trio macan (tahu kan goyangan mereka yang bikin pusing kepala itu?) memancing gelak tawa siswa lain yang melintas di pinggir lapangan. Ah, dasar Bagas tidak tahu malu.
Permainan kembali berlanjut. Tim kami masih mendominasi permainan. Bola sekarang berada di tanganku, dengan berani aku mendribel bola berusaha mengecoh beberapa lawan di depan lalu mengopernya pada Widya yang berjarak tak jauh dariku. Sialnya, bola berhasil direbut oleh tim lawan sebelum berhasil sampai ke tangan Widya.
"Nando, semangat ya olahraganya!"
Fokusku pecah ketika mendengar suara teriakan dari lantai dua bangunan sekolah. Aku mengarahkan pandangku ke atas, kulihat Adel melambaikan tangan seraya tersenyum manis pada Nando yang saat itu duduk di sisi lapangan. Nando balas melambaikan tangan membuat teman-teman Adel membeo. Sungguh pemandangan yang merusak moodku. Buat apa coba dia sok-sok menyemangati Nando? Jelas-jelas Nando tidak sedang bertanding. Supaya apa? Supaya seisi sekolah tahu kalau mereka itu pasangan romantis?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia dan Ilusiku [Completed✔]
Teen Fiction[ Selesai ditulis 17 juni 2019 ] ================================== Note : Follow terlebih dahulu sebelum membaca. ================================== •Attention : Cerita mengandung unsur ketagihan. Baca 1 part dan kalian akan kecanduan sampai endin...