14. MEMPERTIMBANGKAN

1.6K 160 45
                                    

Author Note : Vote sebelum membaca.




"Gue bilang juga apa, Tar, lo harus berani ambil sikap. Kalau enggak,  lo harus siap-siap deh kehilangan Nando."

Perkataan Lastri kemarin benar-benar mengganggu pikiranku. Sampai kapan pun aku tidak pernah siap kalau harus kehilangan Nando. Sekali milikku, dia akan tetap menjadi milikku. Terserah kalian mau menilaiku bagaimana; egois, ambisius, fanatik atau bodoh sekali pun, aku tidak peduli. Aku hanya ingin mempertahankan sesuatu yang sudah susah payah aku dapatkan. Dua tahun aku mengejar Nando, dan setelah kudapatkan bagaimana mungkin aku mau memberikannya pada orang lain. Sama saja aku membunuh perasaanku sendiri.

Ya, tetapi semua kembali lagi pada kenyataan kalau aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku ingin mempertahankannya, sementara aku hanya bisa diam menahan marah, kesal, sakit dan cemburu setiap kali Nando memberi perhatiannya pada Adel. Aku tidak berani memaksanya untuk memilih antara aku atau sepupunya. Aku takut dia tidak memilihku, aku takut dia benci aku dan aku takut dengan semua keputusan yang Nando buat. Aku takut dia menjauhiku. Aku tidak siap.

"Tar?"

Aku terperanjat, buku-buku di tanganku hampir terjatuh semua. "Na... Nando? Kamu, kok ada disini?"

"Ke perpustakaan kok nggak ngajakin aku?"

Aku meletakkan buku-buku di atas meja paling pojok, tempat biasa aku duduk. "Mmm... Aku... Aku tadi buru-buru jadi nggak sempat ngajakin kamu." Percayalah, rasanya canggung sekali, seperti aku baru mengenal Nando.

Sejak Adel pulang dari rumah sakit. Hubunganku dengan Nando seperti punya celah pemisah. Adel selalu punya cara untuk menciptakan jarak di antara kami. Membuat Nando sibuk dan melupakanku, aku pikir itu tujuannya. Lagi-lagi bukannya aku susudzon, tapi bagaimana cara aku mengatakannya? Maksudku, dia selalu menempeli Nando, kemana pun Nando pergi; ke kantin, ke perpus, latihan basket, sampai bertemu denganku pun Adel ikut. Parah kan?

"Aku tadi cariin kamu ke kelas, tapi nggak ada. Lastri bilang kamu di perpus jadinya aku samperin. Kamu udah makan?"

"Udah."

"Maaf ya, tadi nggak bisa nemenin kamu makan. Soalnya Adel rewel banget, aku nggak bisa nolak maunya dia."

Aku mengulas seutas senyum tipis, berusaha menahan marah. Walau bagaimanapun, aku harus menghargai sikap Nando yang masih mau menyempatkan waktu untuk menemuiku. "Iya, nggak apa-apa kok, aku ngerti."

"Nanti malam aku jemput ya?"

"Kemana?"

"Ada deh, yang jelas aku nggak mungkin culik kamu."

"Kamu nggak mau nyulik aku?"

"Enggak."

"Kenapa?"

"Kamu makannya banyak. Bisa kere aku kalau nyulik kamu."

Aku mencubit lengannya hingga dia meringis kesakitan. "Hobi banget sih nyubit aku? Gemes ya?"

"Ish, kepedean."

"Kepedean gini juga kamu sayang 'kan, sama aku?" katanya, membalas perkataanku.

Dia dan Ilusiku [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang