13. ADELIA UTAMI

1.7K 154 79
                                    

Author note : Vote sebelum membaca..




Sejak duduk di kelas dua belas, aku lebih sering menghabiskan waktu di kelas, bersama Lastri dan teman-temanku yang lain. Ya, kalau kata orang-orang, kelas dua belas itu waktunya singkat sebab nanti semua akan dipusingkan dengan ujian nasional. Menanggapi hal itu aku berusaha memanfaatkan waktu yang ada, mengisi momen sebagai remaja SMA yang suatu saat nanti pasti akan kuingat dan kuceritakan pada anak-anakku.

Kebiasaan dalam satu minggu pasti ada paling tidak satu mata pelajaran kosong dan itu menjadi saat yang tepat mengubah kelas kami menjadi bioskop dadakan. Bermodalkan laptop 14 inc milik Lastri semuanya berkumpul di pojok kelas dengan beragam ekspresi ketika film diputar. Film favorit kami yang genrenya horror, meski terkadang ada yang sama sekali tidak berani membuka mata sepanjang film diputar dan ada pula yang sampai terbawa-bawa ke mimpi, tapi tetap saja tidak jera menonton.

Film horror punya sensasi tersendiri saja untuk kami yang menyukainya. Seperti olahraga jantung, kalau tiba-tiba muncul sosok penampakan yang jadi bintang di film tersebut. Jeritan, teriakan histeris, dan musik-musik menyeramkan itu jadi warna tersendiri. Ya, tidak jarang juga sih film horror terasa lawak kalau ditonton rame-rame. Biasanya ada saja yang nyeletuk dan membuat adegan yang semula tegang malah jadi komedi.

Paling kesalnya kalau Juned mulai spoiler. Cowok bertubuh jangkung mirip tiang listrik itu pasti akan nimbrung, duduk di tengah-tengah antara aku dan Lastri.

"Nih..nih, bentar lagi hantunya keluar. Sumpah ngeri banget,, neneknya ntar mati noh kecebur di sumur."

Kontan, Lastri yang memang menjadi musuh bebuyutannya menijatak. "Gue sumpel juga nih ya mulut lo pake kaos! Diem kek dari tadi nyepo mulu."

"Yeu galak amat lo, koneng!" Juned bersunggut, merapihkan jambulnya yang berantakan. "Udah ah, minggir gue mau lewat. Nyari Pak Beto, biar elo pada di grebek."

"Awas lo ya ketahuan ngadu, gue ikat lo di kandang buaya!" Ancam Lastri.

"Bodo amat!" Balas Juned, punggungnya tenggelam di balik pintu kelas yang sengaja ditutup, supaya kelihatannya tidak sedang jam kosong. Karena kalau ketahuan jam kosong, guru piket pasti akan masuk. Acara nobar kami akan gagal total. Apalagi kalau yang masuk guru BK. Bisa dapat siraman rohani kami semua.

"Itu anak emang ngeselin, parah! Awas aja kalau beneran dia laporin ke Pak Beto. Gue sunat tuh anak sampai buntung!" Lastri menggerutu kesal. Iya, faktanya di sekolah ini siswa dilarang membawa laptop untuk keperluan di luar kegiatan belajar, seperti menonton. Kalau ketahuan, laptopnya akan di sita Pak Beto, wakil kepala sekolah yang galaknya super naudzubillah. Apalagi yang ketahuan menonton film aneh-aneh, orang tuanya akan dipanggil ke sekolah untuk mengambil.

Saat adegan sedang tegang-tegangnya, pintu kelas kembali terbuka menampakkan kepala Juned beserta wajahnya yang mengesalkan. "Tari, lo dicari Nando. Keluar buruan!" Teriaknya, membuat semua yang menonton terintrupsi dan langsung menatapku. Aku yang malu hanya menyengir canggung, meminta jalan agar bisa keluar dan menemui Nando.

Ah iya, soal cap sebagai PHO yang disematkan orang-orang padaku perlahan mulai hilang ditelan kenyataan. Ya, kenyataan kalau memang aku tidak pernah merebut siapa pun. Adel dan Nando itu sepupuan, dan mereka sudah tahu itu. Tapi tetap saja, meski mereka sudah tahu, gengsinya untuk meminta maaf masih sangat tinggi. Tapi ya sudah lah, aku tidak terlalu memikirkannya.

"Maaf ya, aku ganggu. Lagi nonton apa?"

"Film horror." Kebetulan film yang kami tonton itu sedang booming-boomingnya. Harus menunggu berbulan bulan, baru keluar di aplikasi film berlangganan. Maklum lah, anak sekolahan, daripada  buang duit 60 ribu ke bioskop, lebih baik nunggu enam bulan. Gratis, cuma modal kuota dan modal sabar kalau sewaktu-waktu buffering karena sinyal lemah.

Dia dan Ilusiku [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang