20. MASALAH dan ARGUMEN

1.5K 132 34
                                    

Author Note : Vote sebelum membaca.






"Bangun!"

Aku tersadar dari dunia mimpiku yang indah saat pipiku terasa ada yang menepuk-nepuk dan suara familier yang memintaku untuk segera bangun. Dengan berat hati aku bangun, merentangkan tanganku, meluruskan urat-urat yang kaku dan pegal pasca begadang semalaman menonton televisi . Mataku yang masih setia menutup perlahan kubuka, memperlihatkan siluet hitam yang berdiri diambang jendela, menyibak tirai kaca yang langsung mengarahkan sinar matahari ke mataku.

Silau.

"Woi, Gas, masih pagi udah di sini aja lo. Lagian rapi baget, mau sekolah atau mau kondangan lo?" Tidak biasanya si Bagas pagi-pagi ke rumahku. Biasanya juga aku yang menghampirinya ke rumah. Itu pun masih belum bangun dan harus disiram air dulu baru bangun. Biasa lah, dia itu titisan kebo. Kebo ireng.

"Mandi sekarang atau lo gue tinggal."

Oh, tunggu, apa? Aku mengucek mataku yang masih berkelut. Mampus!
Aku gelagapan menarik selimut, menutupi pakaianku yang terbuka sana sini. Kebiasaan kalau tidur aku hanya menggunakan bra dan celana pendek saja. "Nando, lo ngapain di kamar gue?"

"Nggak usah lo tutup tutupin, gue juga nggak bakal nafsu. Mandi sekarang atau lo gue tinggal!" Aku masih antara sadar atau tidak. Sekali lagi aku mengucek mata dan aku tidak sedang bermimpi. Itu benar-benar Nando. "Mandi atau gue tinggal?!"

"Iya... iya... gue mandi. Tapi lo ngapain di kamar gue? Tadi lo nggak ngapa-ngapain gue kan, Do? Lo nggak grepe-grepe gue kan?" Aku mengecek keadaan tubuhku, barangkali ada yang janggal. Meskipun aku menyukainya, aku masih tidak rela kalau dia menyentuh-nyentuh tubuhku sebelum sah. Apalagi tadi dia melihatku tidur dengan posisi yang, ah... aku tidak bisa membayangkan.

"Apa yang mau di grepe? Nghak ada yang menarik dari lo. Mandi sekarang, gue tunggu di bawah."

"Tunggu dulu!" Dia berbalik menatapku dengan wajah kesal. "Kenapa lo tiba-tiba ada di rumah gue?"

"Eh, lo amnesia? Lo lupa lo ngechat gue malam-malam minta dibangunin pagi-pagi?"

"Chating kan bisa, nggak main masuk rumah gue gitu aja."

"Kalau lo pinter lo nggak nge-set handphone lo pakai mode silent." Aku meraih cepat ponselku yang ada di nakas. Gila, dia sampai meneleponku puluhan kali. "Terus kok lo bisa masuk rumah gue?"

"Orang pintar nggak bakal ninggalin kunci serep di bawah keset. Kalau gue rampok, rumah lo udah abis gue bobol," ucapnya dingin, berlalu keluar dari kamarku, sambil meneriakkiku agar segera mandi.

Aku mengerucutkan bibir. Dengan penuh tekanan dan desakan aku menuju kamar mandi. Saking terpaksanya, aku tak sengaja tersadung kaki meja belajar dan terjatuh. Lututku lecet. Ah, bodo amat. Selang lima belas menit aku selesai mandi, memakai seragam, tas dan sepatu. Kulihat, Nando sudah menungguku di ruang tamu dengan wajah biasa. Kesal. Tapi aku tidak mempedulikannya, kusapa dia dengan senyum semanis mungkin.

"Pagi, Nando. Yuk berangkat, gue udah siap nih." Bukannya menjawab sapaanku, dia malah mematuti penampilanku dari atas sampai bawah. "Kenapa, Do? Gue cantik ya? Ah elah dari dulu kali, lo-nya aja yang nggak pernah melihat kecantikan gue."

"Lo nggak punya seragam yang lebih layak dari itu? Maksud gue, gue ogah dibilang bawa cewek murah ke sekolah." Astaga, kalau bukan dia yang bicara sudah kugampar bolak-balik wajahnya. Gila, aku dikatainya cewek murah. Gue kalau dijual dipasar gelap bisa laku miliaran, batinku.

Dia dan Ilusiku [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang