32. NANDO : [ AMUKAN LINGGAR ]

1.5K 127 0
                                    

Author Note : Vote sebelum membaca ya gengs❤ vote & komentar itu gratis kok😳






Dari berabad-abad tahun yang lalu, manusia sudah diajari satu hal, kalau yang di dunia ini tidak ada yang mustahil. Saya termasuk yang mendapat pelajaran penting dalam hal ini.

Bisa dikatakan saya tipe orang yang kukuh dengan pendirian, termasuk pendirian saya menolak gadis bernama Tari—di awal pertemuan kami. Apa ya, waktu itu rasanya sangat tidak mungkin kalau saya suka dengan gadis petakilan, tidak punya sopan santun dan anarkis. Sangat anarkis atau agresif tingkat kelewat batas. Dia tidak waras, itu yang saya tahu tentang dia.

Pertama kali bertemu, dia bilang saya mantan kekasihnya. Jelas saya tidak kenal dia dan saya juga risi dengan sikapnya. Secara tidak sopan dia memanggil saya tanpa embel-embel "Kakak" seperti siswa baru lainnya. Hari-hari saya mendadak suram sejak kenal dia. Saya benci dia? Jelas. Apalagi saat dia menggentayangi hari-hari saya. Sumpah, dia seperti hantu. Selalu bisa melacak keberadaan saya. Seperti sudah tertanam radar dalam diri saya.

Tapi semakin lama, dia membuat saya ikut-ikutan tidak waras. Tiba-tiba saat saya diam, saya memikirkirkan dia. Terlepas dari ketakutan saya untuk membuka hati lagi pada lawan jenis. Dia seperti punya atmosfer berbeda untuk saya. Dia seperti prisma—memancarkan banyak warna yang menarik saya dari dunia abu-abu yang monoton. Dia membuat saya terbiasa dengan kekonyolan dan ocehannya yang tidak penting.

"Bang, Do! Itu ada Kak Linggar di luar. Katanya mau ngomong penting." Suara cempreng Nanda, adik saya, menggema dari di luar kamar. Mendistraksi mode flashback yang entah sejak kapan saya jadikan itu hobi. Mungkin sejak saya kenal Tari. Huh, lagi-lagi tentang dia. Saya beringsut dari meja belajar, berjalan keluar kamar dengan langkah gontai.

"Bang, Do, belum ganti baju?"

Saya menggeleng, berlalu melewati Nanda. Bocah kelas tiga SMP itu menutup lubang hidungnya sambil mengomel panjang lebar.

"Pulang sekolah bukannya ganti baju. Nggak cium apa itu badan udah kayak bau naga." Blablabla, saya tidak mau dengar ocehannya yang mirip burung beo itu. Semakin hari dia semakin mirip dengan Mama, bawel. Jadi kasihan dengan calon suaminya nanti, bisa budeg kalau setiap hari Nanda mengoceh seperti itu.

Saya menemui Linggar di ruang tamu. Jujur, rasaya masih kesal karena insiden tikung-menikung yang dia lakukan. Tapi karena dia tamu ya aku mau tidak mau menerimanya dengan baik. Dengan tidak memulai pembicaraan sebelum dia membuka topik.

"Gue mau ngomong, tapi nggak di sini." Dia berucap sangat datar.

"Kalau nggak di sini, ya nggak usah. Gue nggak ada waktu."

Nanda yang membawakan segelas sirup berperisa jeruk langsung berlalu, melihat ketegangan di antara kami. Kami memang sering bertengkar tapi tidak pernah setegang ini. Ya, saya akui kejadian beberapa waktu ini membuat kami sedikit renggang.

"Oke, gue cuma mau tanya satu hal sama lo." Linggar tipe makhluk yang jarang marah, tapi kali ini dia menatap saya penuh amarah. "Sejak kapan lo jadi bangsat?!"

Alis saya bertaut. Pertanyaan macam apa itu? "Maksud lo apaan?"

"Kalau lo gak suka sama Tari, jangan kasih dia harapan! Jangan seenaknya lo buat dia berjuang tapi lo malah balik lagi sama Ani!"

Dia dan Ilusiku [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang